Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca Ragam Konstruksi Perempuan dan Laki-laki dalam Iklan

8 Desember 2021   11:56 Diperbarui: 8 Desember 2021   12:21 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Iklan permen Cylitol, repro Kompas, 11/3/2007

Tulisan ini merupakan hasil riset iklan dengan kerangka representasi yang saya lakukan pada tahun 2007, ketika menempuh S2 Kajian Budaya dan Media Sekolah Pascasarjana UGM. Iklan cetak yang menjadi objek material berasal dari koran Kompas periode 2006-2007.

AWALAN: KONTESTASI PEREMPUAN & LAKI-LAKI 

Pada era 2000-an awal, industri iklan banyak diwacanakan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk menjalani karir sebagai tim kreatif, manajer, ataupun model/selebritas. Kontestasi perempuan di iklan dianggap sebagai bentuk pembebasan mereka dari segala kekangan ideologi patriarki. Mereka bisa saja berjingkrak-jingkrak dalam sebuah iklan televisi, tampil dinamis di iklan cetak, hingga memamerkan tubuhnya untuk menaklukkan para laki-laki hidung belang melalui iklan sabun. 

Sementara laki-laki, dalam banyak tampilan iklan, tidak semata- mata direpresentasikan sebagai subjek dengan otot yang kuat atau tampang yang macho. Mereka banyak dicitrakan sebagai subjek yang elegan, rap, dan impresif. Artinya, iklan kontemporer telah melakukan pencitraan yang lebih plural dari subjek perempuan dan laki-laki. 

Citra-citra tersebut tentu saja tidak bisa dilepaskan dari wacana yang berkembang dalam masyarakat. Selama berabad-abad lamanya, laki- laki dipandang sebagai makhluk rasional yang mempunyai ketepatan pikiran dan tindakan sehingga mereka 'merasa' dan 'dirasa' perlu untuk memimpin kaum perempuan yang dipandang lemah, lembut, peka, dan kurang mampu mengoptimalkan daya nalar karena terlalu mengedepankan hati. Ideologi kelelakian mampu membentuk satu kuasa melalui wacana dan praktik yang menyebar dalam struktur sosial sehingga dominasinya tampak sebagai 'sesuatu yang wajar'. 

Para kreator iklan akan mereproduksi wacana dan kuasa lelaki karena mereka adalah bagian dari aparatus selain keluarga, sekolah, maupun institusi agama. Namun, apa yang perlu dicatat, adalah bahwa wacana tidak pernah berhenti pada satu titik. Selalu terjadi resistensi dengan memberikan wacana baru yang kontra terhadap wacana yang sudah mapan. 

Artinya, saat ini wacana feminisme juga sedikit banyak mampu memberikan pergeseran yang cukup berarti dalam persoalan persamaan hak untuk berkontestasi. Perempuan tidak lagi dipandang sebagai subjek yang berkutat dalam persoalan domestik. Mereka juga mampu berkontestasi dalam ranah-ranah publik. Dan iklan sebagai produk media komersial mampu membaca pergeseran tersebut dengan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi kontestasi perempuan.

Namun, benarkah semua   kontestasi   perempuan   dalam   citra    iklan mampu menghapuskan wacana seputar jagat perempuan sebagai kelas subordinat? Benarkah saat ini sudah terjadi persamaan gender sebagaimana yang dicitrakan oleh media atau jangan-jangan itu semua merupakan wacana baru tentang relasi gender? 

Berangkat dari kecurigaan-kecurigaan itulah tulisan ini dikembangkan. Agar mendapatkan kajian yang terfokus, maka analisis dalam tulisan ini akan diarahkan pada kajian representasi dalam ikaln media cetak. Mengapa iklan? Iklan merupakan medium yang paling banyak berhubungan dengan publik karena berkaitan dengan penawaran barang-barang produksi. 

Karena targetnya adalah penjualan, maka banyak tampilan iklan yang kemudian mengambil elemen artistiknya dari budaya yang berkembang dalam masyarakat. Inilah yang kemudian menjadikan tim kreatif iklan merepresentasikan apa-apa yang sudah eksis dalam masyarakat  termasuk persoalan gender, sehingga masyarakat diharapkan akan tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun