Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Serumpun Cinta di Belakang Rumah

3 Desember 2021   07:04 Diperbarui: 3 Desember 2021   07:17 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kicau burung memang masih ada, meskipun tak seramai dulu. Rumpun-rumpun bambu tempat mereka bermain memang masih tersisa, meskipun nasib mereka bukan lagi yang harus diutamakan.

Nyatanya, manusia perlahan-lahan menyingkirkan mereka: rumpun-rumpun bambu di belakang rumah; yang bertahun-tahun lamanya beranak-pianak; yang bertahun-tahun lamanya merawat cinta. Bersama doa-doa yang disajikan sajak sang angin. Bersama pepujian yang dihantarkan senandung sang waktu.

Kita ini seringkali mengabaikan suara-suara lirih: yang dihantarkan dinding-dinding bambu; yang disampaikan melalui daun-daun jatuh memastikan takdir; yang disajikan dalam diorama debu di atas genting-genting tua.  

Suara-suara lirih itu bertutur cerita sederhana tentang cinta yang terus tumbuh melampaui segala kerakusan. Rebung-rebung terus bergembira meskipun harus berbagi kenikmatan. Batang-batang terus merindu untuk saling mendekat dalam irama, meskipun mereka harus rela menepati hukum kehidupan, ketika keperluan manusia tak bisa lagi ditawar; ketika bendera-bendera perlu dikibarkan untuk Republik ini.

Rumpun-rumpun bambu itu masih saja menghaturkan cinta, ketika orang-orang rakus menghabisi pohon-pohon di belantara, ketika penguasa menikmati penghancuran demi penghancuran atas nama pembangunan dan kesejahteraan.

Cinta rumpun bambu adalah cinta yang terus menghidupi manusia. Sampai manusia memutuskan untuk menghentikannya atas nama kebutuhan dan kebahagiaan.

Dan, ketika itu terjadi, kita hanya bisa bertutur tentang sebuah masa, ketika burung berkicau di belakang rumah dengan gembira. Kita hanya bisa mengenang pernah mendengar gesekan-gesekan daun bambu yang menghaturkan suara merdu.

Semboro, Desember 2020


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun