Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Empat Mata dan Tukulisme ala Kandidat Doktor

30 November 2021   04:00 Diperbarui: 30 November 2021   04:05 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tukul Arwana. Dok. Kompas.com

B. Menonton Secara Kritis

Percakapan timbal-balik baru terjadi ketika jedah iklan setelah Tukul mengucapkan: “Jangan ke mana-mana, tetap di Empat Mata”. Salah satu di antara mereka segera mengganti channel untuk menonton tayangan lain atau tetap stay tune. Meskipun menonton tayangan lain, segera mereka bercakap sambil tetap tertawa perihal apa yang baru mereka saksikan di Empat Mata. 

Apa yang tampak khas dari percakapan sela di antara mereka adalah bagaimana mereka mampu menghadirkan analisis akademis perihal Empat Mata. 

Pak Wayan dalam satu kesempatan mengatakan: “Tukul dan Empat Mata itu memang hebat, tapi saya perkirakan maksimal ia mampu bertahan hingga tahun depan. Ya, kalau saya estimasikan, ia bertahan sekitar 2 tahun.” Dan dalam kesempatan lain ia mengatakan: “Tidak ada acara talkshow di Indonesia yang mampu bertahan lebih dari 2 tahun. Masyarakat kita itu gampang jenuh, sama seperti Intan itu.”

Tampak, betapa Pak Wayan berpikir kritis-reflektif dalam menanggapi ketenaran Empat Mata dan Tukul. Idiom yang digunakannya, seperti “saya perkirakan maksimal” dan “estimasi” menandakan betapa sehumor apapun sebuah tayangan, dalam menanggapinya ia tetap saja memunculkan idiom ilmiah khas akademisi-akademisi eksakta.

Lebih lagi, ia mampu membuat komparasi logis dengan membandingkannya dengan tayangan populer lain, Intan, yang memang sudah tidak digemari di tempat kos karena alur ceritanya ‘terlalu dibuat-buat’. Dalam konteks itu, ia tengah melakukan negosiasi pada pujian akan keterkenalan Tukul yang dilontarkan para bintang tamu, seperti ketika Eros Djarot memuji Empat Mata sebagai program TV paling sukses dalam sejarah pertelevisian Indonesia.

Pak Wayan memang tidak menolak ketenaran itu, tetapi ia menegosiasikan secara kritis konteks lain seperti kejenuhan penonton/masyarkat dan populeritas sinetron Intan yang terbukti mampu membuat acara-acara populer di TV menjadi ber-rating rendah.

Ketika saya menyanggah pendapat Pak Wayan dengan mengatakan bahwa Empat Mata masih akan bertahan lebih lama lagi karena tim kreatifnya mampu membuat inovasi tema dan variasi bintang tamu yang diundang, Pak Agung segera nimbrung dengan mengakatan: “Masalahnya, apa-apa yang dilakukan Tukul, cenderung monoton, itu-itu saja. Ini bisa membuat penonton jenuh, dan itu sangat masuk akal karena penonton selalu mengharapkan tampilan yang inovatif.”

Sekali lagi, pernyataan itu menunjukkan pembacaan negosiatif-kritis, dengan tetap mengusung analisis akademis dengan menggunakan idiom ilmiah, “inovatif”, dan logika-logika berpikir eksakta, bahwa kalau A menyebabkan B, dan ketika C adalah bentuk yang sama dengan B, maka A juga bisa menyebabkan C.

Penalaran kritis tersebut tidak membuat mereka jenuh untuk menonton Empat Mata di lain kesempatan, tidak seperti yang terjadi dengan kasus Intan. Dengan model komentar waktu acara berlangsung, mereka bisa juga melakukan pembacaan oposisional terhadap hal-hal baru yang berkaitan dengan adegan dan perbincangan di Empat Mata.

Ketika pada salah satu episode menghadirkan (atau mungkin ia sendiri yang ingin hadir karena popularitas acara ini?) bintang tamu salah satu menteri, beragam komentar muncul dalam percakapan sela dengan tanpa mengiraukan layar kaca. Pak Parwata dengan cukup lugas mengatakan: “Wah, ini sudah politis!” Pak Wayan dengan tanggapan serupa menimpali: “Iya, ini bisa menjadikan Empat Mata sebagai alat politis, bisa-bisa banyak pejabat nanti akan ikut nimbrung, cari muka.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun