Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Soto dan Pecel Lele yang Mengubah Wajah Dusun di Lamongan

1 November 2021   10:15 Diperbarui: 4 November 2021   04:47 1291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Warung tenda Soto Lamongan. (Foto: KOMPAS.com/Muhammad Irzal Adiakurnia)

Waktu itu saya masih duduk di bangku SMP. Dan, ketika memasuki tahun 1993, ketika saya duduk di bangku SMA, banyak kawan-kawan sepermainan yang memutuskan menjadi buruh di warung para warga yang sudah sukses di Jakarta. Selain itu, sebagian dari mereka juga ikut di juragan soto yang mulai sukses di Yogyakarta, kota pelajar.

Sebenarnya saya sempat tergoda untuk ikut merantau bersama mereka, tetapi orang tua ingin saya melanjutkan ke SMA agar bisa kuliah. Meskipun mereka berdua harus bekerja keras untuk membiayai sekolah saya dan adik perempuan semata wayang duduk di bangku SMP. 

Jadinya, saya kehilangan kontak dengan banyak kawan sebaya dan lebih banyak menghabiskan waktu di kota Lamongan, tempat saya belajar di bangku SMA.

Mereka yang memutuskan menjadi buruh tersebut adalah kawan-kawan yang di masa SD dan SMP bermain bersama di sawah dan sungai, mencuri pepaya dan mangga, berburu burung di tegalan dan rawa, serta tidur bersama di kandang sapi tempat salah satu kawan menjadi tukang angon, buruh di rumah orang kaya yang bertugas mencari rumput dan memelihara sapi.

Kami juga seringkali menonton pertunjukan kesenian seperti tayub, ludruk, dan wayang, bersama-sama. Terkadang jalan kaki, terkadang naik sepeda onthel. 

Pada masa itu, kami juga sering menonton layar tancap, bioskop di tempat terbuka dengan layar kain yang dibentangkan dan disorot proyektor. 

Selain itu, kami juga menonton acara televisi swasta, RCTI dan SCTV, yang memperkenalkan kami dengan bermacam pesona modernitas, dari baju yang bagus, rumah mewah, sepeda motor, mobil, dan yang lain.

Setidaknya, pesona-pesona modernitas itulah yang menjadikan saya dan kawan-kawan ingin punya uang banyak: agar bisa merasakan menjadi manusia modern yang bisa menikmati banyak fasilitas yang menandakan kemajuan. 

Itulah yang menyebabkan mayoritas kawan sebaya memilih bermigrasi ke Jakarta atu Yogyakarta setelah mereka tidak lagi menjadi tukang angon. Sementara, saya seorang diri melanjutkan sekolah SMA hingga perguruan tinggi di Jember.

Menurut cerita kawan-kawan saya, mereka memang menjadi buruh di warung para juragan yang sudah sukses. Namun, para juragan soto dari Lamongan memiliki solidaritas yang cukup bagus. 

Para buruh yang rata-rata masih mudah dipersilahkan untuk belajar. Kelak ketika mereka sudah mampu meracik soto dan pecel lele secara mahir, mereka akan diberikan pinjaman modal untuk membuka warung sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun