Mohon tunggu...
Deisi Daningratri
Deisi Daningratri Mohon Tunggu... Psikolog - Pembelajar yang sedang dan terus belajar

hi, saya pembelajar yang sehari-hari bekerja sebagai psikolog klinis di RSCM.... Sedang berusaha menjadikan menulis sebagai wadah belajar dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika Kesepian Kini Bukan Lagi Masalah Sendiri

28 Februari 2021   15:48 Diperbarui: 28 Februari 2021   23:10 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi kesepian dari Kompas.com (Shutterstock)

"Dua prajurit Paskhas TNI AU menggagalkan upaya bunuh diri seorang perempuan 50 tahun di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Pademangan, Jakarta. (Ihsanuddin dalam Kompas.com yang tayang 24/02/2021)."

Berita di atas berisikan sepenggal informasi yang saya baca di Kompas.combeberapa waktu lalu mengenai usaha dua prajurit TNI dalam menggagalkan percobaan bunuh diri pasien yang dirawat di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet. Salah seorang prajurit sudah dalam posisi menarik tangan kanan pasien yang berada di luar jendela. Pasien tersebut mencoba bunuh diri karena depresi. Ia tidak kuasa menahan rasa rindu pada anaknya.

"Ki mbak (beritane)? Kui loh mba, kesepian jadi urusan negara ya... Wah profesimu (psikolog) itu."

Isi pesan singkat Ibu yang dikirimkan pada saya seminggu lalu. Ibu ingin mendengar opini saya mengenai berita Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga yang telah menunjuk Tetsushi Sakamoto menjadi Menteri Kesepian. Tugas utama Sakamoto adalah mengatasi kesepian dan perasaan terisolasi warga negara Jepang yang meningkat di masa pandemi.

Jepang termasuk dalam 10 besar negara yang memiliki kasus bunuh diri tertinggi di dunia. Kesepian akibat perasaan terisolasi dan kesepian dikaitkan dengan penyebab meningkatnya angka bunuh diri di Jepang pada tahun 2020.

Kesepian kini bukan lagi masalah sendiri, kesepian kini menjadi masalah bersama

Kesepian tengah dirasakan sebagai besar manusia di dunia akibat pandemi Covid-19. Kesepian tidak memandang usia dan jenis kelamin. Kesepian dapat muncul akibat ketidak berdayaan dalam mengatasi permasalahan hidup misalnya keharusan bekerja dan bersekolah di rumah, kehilangan pekerjaan, kesulitan ekonomi, serta keharusan menjalani isolasi karena suatu penyakit.

Kesepian juga muncul sebagai akibat dari pembatasan jarak sosial di masyarakat. Berbagai macam orang di dunia yang berasal dari latar belakang dan asal berbeda saat ini merasakan hal yang sama bersama-sama. Awalnya kita bisa berbincang, berbagi pikiran, dan bersendau gurau dengan teman dan kerabat dengan interaksi tatap muka secara langsung. Saat ini interaksi harus dilakukan melalui telepon, panggilan video, dan media sosial lain. Seseorang yang merasa tidak puas dengan kualitas interaksi sosial secara tidak langsung tersebut kemudian mengembangkan rasa kesepian.

Muncul beberapa penelitian mengenai fenomena kesepian dan ada orang yang menyalurkan kesepiannya dalam bentuk karya seperti tulisan, cerita, puisi, bahkan lagu untuk dibagikan. Kesepian juga mampu menggerakkan negara besar seperti Jepang untuk membentuk Menteri khusus kesepian.

Apakah itu kesepian?

Hasil penelitian oleh Cacioppo dan koleganya pada tahun 2006 (dalam Yue dkk.,2011) menyebutkan kesepian adalah perasaan kompleks yang muncul akibat ketidak mampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan akan keterhubungan dengan orang lain. Kesepian muncul karena kesenjangan antara kebutuhan dengan hal yang didapatkan. Orang merasa kesepian bila melihat diri mereka terasing dari orang lain atau ketika hidup sendiri.

Pikiran saya kembali berkelana. Saya pernah merasakan hal serupa. Kesepian karena rasa rindu akibat tidak bisa bertemu dan berkumpul dengan keluarga. Saya dan keluarga kecil saya memutuskan tidak pulang ke kampung halaman semenjak pandemi. Khawatir pulang mudik justru bisa membawa virus Covid-19 yang mengancam keluarga dan orang-orang tercinta. Kesepian karena sewaktu libur panjang kami memilih untuk tinggal di rumah, menahan diri tidak bertemu dan berkumpul dengan teman apalagi berkunjung ke kerabat dekat.

Senada dengan hasil dari penelitan Killgore dan kolega (2020) yang menyatakan bahwa kekhawatiran akan tertular penyakit dan menyebakan infeksi pada keluarga dan orang yang disayangi membuat seseorang mengurangi frekuensi kontak sosialnya. Hal ini memperburuk kehidupan sosial seseorang dan meningkatkan rasa kesepian.

Apakah kamu mengalami kesepian?

BBC berkolaborasi dengan Wellcome Collection mengadakan Loneliness Experiment terhadap 55.000 orang di dunia dan diperoleh hasil bahwa seseorang yang kesepian biasanya merasa bahwa mereka tidak memiliki seseorang untuk diajak berbagi. Mereka merasa terkucilkan dan tidak dapat terhubung dengan dunia di sekitarnya, merasa sedih, dan merasa tidak ada orang yang bisa memahaminya.

Sedangkan tanda-tanda seseorang mengalami kesepian di masa pandemi Covid-19 menurut Dewi (2021) diantaranya adalah: orang menjadi malas untuk keluar rumah bahkan untuk sekedar keluar kamar, dengan sengaja mengurangi intensitas interaksi dengan orang lain, mengalami penurunan gairah untuk melakukan aktivitas rutin maupun aktivitas baru, mengalami kesulitan dalam berkonsetrasi, menjadi lebih subjektif sehingga mudah tersinggung, dan mudah merasa stres dengan permasalahan sehari-hari misalnya masalah rumah dan pekerjaan.

Apakah dampak negatif dari kesepian?

Sebuah studi menyatakan bahwa semakin besar seseorang merasa dirinya rentan terinfeksi, semakin terbatas pengetahuan orang mengenai virus Covid-19, dan semakin rendah resiliensi seseorang berkaitan dengan meningkatnya rasa kesepian. Kesepian berkorelasi dengan resiko bunuh diri, kematian dini, penggunaan obat-obatan terlarang, resiko munculnya penyakit jantung, dan penurunan fungsi kognitif (Chiao dkk., 2019 dalam Padmanabhanunni & Pretorius, 2020).

Dampak negatif kesepian juga dinyatakan Pond dkk. (2011) dalam penelitiannya. Ia menyebutkan bahwa kesepian terus menerus dapat membuat orang mudah stres dalam kehidupan sehari-hari, terhambat untuk berfungsi secara optimal di lingkungan, lebih mudah terkena sakit fisik, beresiko memiliki tekanan darah tinggi, kurang mau terlibat dalam pola hidup lebih sehat, dan mengalami resiko depresi.

Apakah kesepian harus diatasi?

Ternyata kesepian bukanlah masalah yang patut diremehkan dan dikesampingkan. Rasa kesepian dapat mempengaruhi rasa sejahtera pada diri seseorang yang pada akhirnya berpengaruh pada keadaan kesehatan mentalnya. Dampak terburuk kesepian yang tidak kunjung mendapatkan penanganan adalah munculnya gangguan depresi.

Kesepian bukan sesuatu hal yang mudah diatasi namun bukan berarti tidak mungkin untuk dilewati

Dalam artikel berikutnya saya akan membahas cara-cara untuk mengatasi kesepian menurut perspektif psikologi.

Sumber Referensi:

Kompas.com 1 dan 2

Dewi, I.A.G.B.P., 2021. Mengatasi Kesepian di tengah Pandemi Covid-19. Diunduh dari RSBM Provinsi Bali

Hammond, C. 2018. Who Feels Lonely? The Results of The World’s Largest Loneliness Study. Diakses dari BBC

Padmanabhanunni, A & Pretorius, T.B., 2021. The Unbearable Loneliness of Covid-19: Covid-19-related Correlates of Loneliness in South Africa in Young Adults. Psychiatry Research, 296 (2021)

Pond, R.S., Brey, J., & DeWall, C.N. 2011. Denying The Need To Belong: How Social Exclusion Impairs Human Functioning and How People Can Protect Against It. Psychology of Loneliness, pp 107-122 (2011). Diunduh dari https://doi.org/10.1016/j.psychres.2020.113658

Yue, Z., dkk., 2011. Being Lonely In A Crowd: Population Density Contributes To Perceived Loneliness In China. Psychology of Loneliness, pp 137-149 (2011)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun