Mohon tunggu...
Defrida
Defrida Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Pelajar, Belajar dan Mengajar. Duduk, Lihat, Dengar, Berpikir, Analisis dan Bicara. #Nulisaja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mahar: Kami (Tak) Senilai Benda Mati

11 Desember 2021   16:12 Diperbarui: 7 September 2023   07:59 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru buka google, searching masalah kasus kekerasan terhadap perempuan, eh.. Tiba-tiba ketemu judul berita "Budaya Maskawin Sebabkan Pria Papua Lakukan KDRT pada Perempuan". Judul itu menyentil memori saya tentang fenomena sosial yang terjadi di lingkungan sosial saya.

Ternyata fenomena ini juga terjadi di belahan bumi lainnya di mana mahar/mas kawin menjadi salah satu pemicu kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa para wanita. 

Misalnya di India, di mana seorang wanita dibakar hidup-hidup karena gagal memenuhi mahar yang ditetapkan oleh keluarga suaminya. Kemudian di Tanzania, seorang remaja yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga karena dihajar oleh suaminya, tetapi ketika dia mencari perlindungan ke keluarganya sendiri, justru penolakan yang dia terima dengan alasan sang suami sudah memberikan Mahar atau mas kawin kepada keluarga mempelai perempuan.

Fenomena ini juga diangkat oleh kelompok content creator asal NTT bernama Kaboax di kanal YouTube mereka, walaupun hanya dibalut komedi, tetap saja ada nilai sosial yang dapat dibaca oleh para penontonnya, tentang mas kawin yang menjadi kemelut dalam kehidupan berumah tangga di zaman modern.

Secara antropologi, mahar sering kali dijelaskan sebagai bentuk lain dari transaksi jual beli sebagai kompensasi atas kerugian yang diderita pihak keluarga perempuan karena kehilangan beberapa faktor pendukung dalam keluarga seperti kehilangan tenaga kerja, dan berkurangnya tingkat fertilitas dalam kelompok. 

Secara ringkas mahar diartikan sebagai "bayaran" karena keluarga perempuan kehilangan satu anggota keluarganya, yang akan menjadi bagian dari keluarga lain, makanya di budaya kita biasanya ketika seorang wanita menikah dia akan menggunakan marga suaminya sebagai marganya sendiri.

Mahar atau mas kawin sudah menjadi keharusan dalam upacara peminangan dan pernikahan dalam budaya Timur. Bahkan tata cara memberikan mahar sudah tercatat dalam piagam Hammurabi (sekitar 1792 SM) yang berbunyi :

*Seorang laki-laki yang telah memberikan mahar kepada seorang mempelai wanita, tetapi mempersunting wanita lain tidak berhak mendapat pengembalian atas mahar yang telah diberikannya. Apabila ayah dari mempelai wanita menolak menikahkan maka laki-laki tersebut berhak atas pengembalian mahar yang telah diberikannya.

*Jika seorang istri meninggal tanpa sempat melahirkan seorang anak laki-laki, ayah dari istri tersebut harus memberikan mahar sebagai denda kepada pihak laki-laki, setelah dikurangi nilai dari mahar yang diberikan pihak laki-laki.

Besaran mahar sendiri tidak tercantum di dalam piagam Hammurabi tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa besaran mahar merupakan kesepakatan dari kedua belah pihak dan tidak bisa diganggu gugat oleh orang-orang diluar keluarga laki-laki dan perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun