Mohon tunggu...
Achmat Amar Fatoni
Achmat Amar Fatoni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Brawijaya

seseorang yang berusia 20 tahun yang mempunyai ketertarikan dalam menulis. Saya mencoba menuangkan hobi menulis saya di platform ini. Topik yang saya sukai adalah cerpen, lingkungan hidup, astronomi, sejarah dll. Semoga kamu suka tulisanku, Enjoy :)

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengapa Negara Tidak Mencetak Uang Sebanyak-banyaknya?

6 November 2024   14:29 Diperbarui: 6 November 2024   14:31 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
printing money (cdn.prod)

Banyak dari kita mungkin pernah bertanya, mengapa pemerintah tidak mencetak uang dalam jumlah besar untuk mengatasi kemiskinan? Berdasarkan data dari Bank Dunia pada tahun 2015, sekitar 100 juta penduduk Indonesia hanya memiliki penghasilan sekitar 330 ribu rupiah per bulan. Mencetak uang sebanyak-banyaknya mungkin terdengar sebagai solusi cepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi kenyataannya, hal ini bisa memicu masalah yang jauh lebih besar, salah satunya adalah inflasi.

Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang disebabkan oleh penurunan "nilai uang". Jika jumlah uang yang beredar meningkat secara drastis, tetapi jumlah barang dan jasa yang tersedia tidak bertambah, nilai uang akan menurun. Dalam kondisi ini, harga barang akan melonjak karena permintaan yang tinggi sementara jumlah barang tetap sama atau bahkan berkurang. Dampaknya? Uang yang kita miliki menjadi tidak lagi berharga seperti sebelumnya.

Dalam sebuah pasar yang ideal, jumlah uang yang beredar dan jumlah barang yang tersedia harus seimbang. Jika pemerintah mencetak uang tanpa memperhatikan keseimbangan ini, orang-orang akan memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan, yang akan menaikkan permintaan terhadap barang dan jasa. Ketika jumlah barang yang tersedia tidak bisa memenuhi permintaan tersebut, harga-harga pun naik, dan nilai uang menurun. Seiring waktu, nilai uang bisa terus menurun hingga uang menjadi hampir tidak berharga.

Sejarah mencatat bahwa inflasi yang sangat parah pernah terjadi di beberapa negara. Salah satu contohnya adalah Jerman setelah Perang Dunia I. Kalah perang dan harus membayar kerugian besar, Jerman mencetak uang dalam jumlah besar. Akibatnya, uang kehilangan nilainya sampai-sampai digunakan sebagai bahan bakar untuk menyalakan kompor dan mainan anak-anak.

Contoh lain adalah Zimbabwe, di mana harga barang-barang biasa, seperti telur, mencapai miliaran dolar Zimbabwe. Hungaria juga mengalami inflasi parah setelah Perang Dunia II, dengan nominal uang mencapai satu miliar triliun dalam satu lembar, mencatatkan inflasi terparah sepanjang sejarah.

Mencetak uang berlebihan tidak hanya menimbulkan inflasi yang merusak ekonomi, tetapi juga merupakan tindakan ilegal yang bisa berujung pada konsekuensi hukum. Selain itu, tindakan tersebut hanya akan membuat cadangan tinta printer cepat habis tanpa memberikan solusi nyata bagi perekonomian.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun