Mohon tunggu...
Dee Shadow
Dee Shadow Mohon Tunggu... -

Esse est percipi (to be is to be perceived) - George Berkeley

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dualisme Reduktif, Dualisme Pemula?

20 September 2016   16:22 Diperbarui: 21 September 2016   15:56 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Artikel ini akan membahas seputar dualisme dan interpretasinya yang kemudian akan disebut sebagai dualisme reduktif karena kecenderungannya untuk menyederhanakannya hanya pada keberadaan dua entitas saja, bukan pada hubungan dan ciri ontologisnya.  Artikel ini membahas persoalan filsafat dan jika ada contoh dari persepsi terhadap ajaran agama tertentu berarti pembahasannya adalah bagaimana ajaran itu dipersepsikan.  Tulisan ini bisa diartikan sebagai balasan atas tulisan lain tetapi juga bisa dimaknai sebagai sesuatu yang baru meskipun tautan terhadap artikel tersebut dicantumkan di bawah. 

Dualisme menunjukan keberadaan dua entitas atau posisi dari dua bagian dalam sebuah sistem. Dalam pembahasan selanjutnya dualisme bisa juga ditujukan pada hubungan yang saling bertentangan dari dua bagian sebagai salah satu penjelasan dari kondisi dualistik. Sehingga klaim seperti tersebut tidaklah salah sehingga kekeliruannya tidak terletak pada klaim bahwa dualisme itu ada.

Analogi kotak hitam putih pada papan catur menunjukkan kecenderungan pemikiran dualistik yang menampilkan pertentangan dan dalam interaksinya dua entitas tersebut akan selalu berlawanan. Analogi seperti ini mengingatkan kita pada contoh dualisme seperti siang dan malam, musim kemarau dan musim hujan atau muda dan tua. Imanensinya bisa terlihat jelas bahwa dua entitas tersebut berjalan dalam sebuah latar belakang yang sama, sebuah kondisi fisik atau materi.

Analogi kotak hitam putih pada papan catur itu akan menjadi sebuah kekeliruan apabila dualisme ditarik ke wilayah metafisik yang akan melahirkan dualisme fisik-metafisik, materi-immateri, korporeal-non korporeal karena dua entitas tersebut tidak berada dalam satu wilayah dan memiliki ciri-ciri inheren yang berbeda. Sebagai konsekuensinya, ada kemungkinan kemunculan dualisme tidak sejajar dimana dalam hubungannya satu entitas bisa berada dalam naungan entitas lain dan tidak saling berlawanan.

Kecenderungan untuk mengartikan dualisme secara sederhana dengan hanya melibatkan atribut berlawanannya saja itulah yang menjadikan model pemikiran seperti di atas dengan analogi papan catur bisa disebut dengan dualisme reduktif. Hipotesis yang bisa dibahas kemudian adalah kondisi yang mungkin melatarbelakangi kemunculan dualisme reduktif ini bersumber dari kesulitan melepaskan pemikiran dari pengalaman empiris yang pembahasannya akan menyentuh persoalan kemungkinan mencapai struktur ideal dimana semua atribut berkumpul (ens reallisimum) melalui pemikiran transenden (idealisme transendental). Sebuah pembahasan yang akan mengingatkan kita pada pemikiran Immanuel Kant mengenai ketidakmungkinan mengakses kebenaran transendental.

Dualisme reduktif seperti itu semakin membuktikan bahwa pikiran sulit lepas dari pengalaman atau tidak bisa lepas dari pengalaman karena, seperti yang pandangan Humean akan pertahankan, bahwa pemikiran bukanlah berdiri mandiri dari tubuh (fisik) tetapi hanyalah merupakan kumpulan kesan dan ide yang kemudian disebut sebagai bundle dualism meskipun kemudian pandangan seperti ini sulit untuk dipahami sebagai dualisme pemikiran dan tubuh (mind and body dualism) tetapi lebih mengarah ke monisme materialis.

Bentuk-bentuk dualisme existentdalam dualisme necessary-contingentdalam pemikiran neoplatonik menjadi sulit dipahami dalam populasi yang dominasi pemikirannya masih dipengaruhi oleh pengalaman empirik karena monisme berjenjang dalam dualisme tersebut menampilkan konsep di luar pengalaman yang harus dipahami melalui pendekatan berpikir transenden yang klaim validitas keobyektifitasannya akan selalu dibayangi oleh Imannuel Kant, si penghancur rasionalitas transenden.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah logika dualisme tersebut bisa menjadi pembelaan rasional terhadap klaim metafisik seperti adanya surga dan neraka sebagai bentuk dualisme tindakan-imbalan? Pembelaan rasional atau lebih tepatnya upaya untuk mencapai pembenaran rasional terhadap klaim metafisik dan atribut-atributnya bukanlah sesuatu yang baru, meskipun tampak seperti hal baru seiring seringnya kita mendengar kata ilmiah disandingkan dengan wilayah-wilayah keimanan.

Filsafat modern tentu mengenal pembuktian Tuhan oleh Descartes yang terkenal itu sebagai kelanjutan dari problematika cogito. Sehingga konsep dualistik jika ada makhluk pasti ada penciptanya menjadi pembenaran rasionalitas terhadap keberadaan Tuhan yang gencar dikritik oleh atheis. Tetapi ada sesuatu yang tidak disadari oleh dualis pemula karena konsep seperti itu akan menuntut mereka untuk meninggalkan creatio ex nihilo dan mulai masuk ke wilayah creatio ex materiaatau setidaknya ex deo.

Di sinilah letak wilayah dimana cognitive dissonancebisa ditemukan (dan semakin sering dijumpai sebagai akibat inheren dari meningkatnya intensitas kampanye agama ilmiah) karena ajaran agama atau dalam konteks ini doktrin creatio ex nihiloakan berbenturan dengan keharusan untuk masuk dan berdialektika dengan rasionalitas creatio ex materiasebagai akibat dari upaya membuat konsep penciptaan menjadi masuk akal.

Dalam dunia Islam sendiri menjadi ilmiah itu berarti masuk ke wilayah mutazilaisme atau neoplatonik muslim dan itu yang tidak disadari oleh saudara-saudara muslim, terutama yang usianya masih muda, yang gelora rasionalitasnya masih membara akibat dari kampanye ilmiah barat yang diantaranya terdapat dualis pemula yang gencar mengkampanyekan hubungan logis dualistik antara pencipta dan makhluk ciptaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun