Mohon tunggu...
Dian Kusumawardani
Dian Kusumawardani Mohon Tunggu... Freelancer - Haloo, saya adalah seorang ibu rumah tangga profesional. Bekerja paruh waktu sebagai pengajar Sosiologi dan Sejarah di BKB Nurul Fikri. Juga suka menulis dan sudah menghasilkan 6 buku antologi dan 1 buku solo. Saya juga seorang konselor laktasi dan blogger.

Home Educator Omah Rame, Pengajar di BKB Nurul Fikri, Konselor Laktasi, Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Salam Tempel, Ajarkan Anak Jadi Pengemis?

11 Juni 2018   11:40 Diperbarui: 11 Juni 2018   11:45 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran memiliki banyak tradisi tersendiri. Salah satunya adalah adanya tradisi salam tempel saat lebaran. Salam tempel adalah salaman yang disertai uang (atau amplop berisi uang) dan sebagainya yang diselipkan dalam tangan orang yang di slaami. Pemberian salam tempel ini dilakukan setelah pelaksanaan shalat ied.

Tradisi ini berasal dari Arab. Masyarakat Arab setiap selesai melaksanakan shalat ied, mereka membagi-bagiakan hadiah. Di Arab tradisi ini disebut Eidiyah. Masyarakat Arab biasanya berkumpul di masjid, bersalam-salaman, dan memberi hadiah. Tradisi inilah yang kemudian juga dilakukan oleh masyarakat di Indonesia saat Lebaran yang lebih dikenal dengan sebutan salam tempel.

Pemberi salam tempel biasanya adalah orangtua atau mereka yang sudah bekerja. Adapun yang menerima adalah anak-anak atau bahkan orang dewasa yang belum bekerja. Biasanya besaran uang disesesuaikan dengan usia yang di beri.

Beberapa hari yang lalu, di media sosial menjadi viral. Sebuah tulisan yang berisi jangan mengajari anak menjadi pengemis. Dengan mengajari anak meminta-minta salam tempel pada kerabat saat berkumpul di hari lebaran. Hmm sebegitunya kah dampak dari tradisi salam tempel ini?

Kalau menurut saya hal ini tidak sepenuhnya benar. Semua dikembalikan pada niat masing-masing. Kalau saya, melaksanakan tradisi salam tempel ini sebagai ajang berbagi kebahagian pada kerabat. Memberi hadiah pada keponakan yang masih kecil-kecil akan menyenangkan mereka. Bukan besaran uangnya, tapi dari perhatian kita memberi itu yang membuat gembira. Bahkan jika amplop yang diberikan bentuknya lucu-lucu, terkadang mereka akan lebih tertarik pada amplop dibandingkan isinya, hehehe.

Lalu bagaimana dengan anak-anak saya? Apakah saya mengajari mereka untuk meminta salam tempel saat bertemu kerabat?. Jawabannya tentu tidak. Mengenalkan salam tempel tak harus membuat anak menjadi peminta-minta salam tempel.

Seperti pagi ini, Chacha membantu saya menyiapkan salam tempel. Dia membantu memasukkan uang ke dalam amplop. Awalnya dia bertanya untuk apa ini. Kemudian saya menjelaskan bahwa ini adalah hadiah lebaran untuk saudara-saudara di kampung halaman. Kita bagikan saat mudik, begitu penjelasan saya. Dia sangat excited, bahkan dia nanti yang akan bertugas membagi amplopnya.

Dialog saya dengan Chacha saya cukupkan sampai disini. Tak saya jelaskan bahwa dia nanti juga akan menerima. Apalagi mengajarinya meminta-minta pada kerabat lainnya. Tradisi ini mengajari Chacha untuk berbagi dengan ikhlas. Tanpa mengharapkan akan di beri salam tempel juga.

Lalu bagaiman jika Chacha diberi salam tempel? Ya diterima saja dan jangan lupa mengucapkan terimakasih. Di beri disyukuri, tak di beri jangan diratapi.

Tak perlu berpandangan negatif tentang suatu hal. Ambil sisi positifnya saja. Dan kembali pada niatnya. Ingat, bukankah amal itu tergantung niatnya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun