Mohon tunggu...
Dedy Pratama
Dedy Pratama Mohon Tunggu... Jurnalis - Seorang yang akan terus belajar dari hikmah dan pengalaman kehidupan

Aku hanya bagian dari kisah serial puzzle kehidupan. Terus belajar dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rensya: "Serial Puzzle Ini Untukmu" (Part V)

30 Januari 2020   08:31 Diperbarui: 30 Januari 2020   08:40 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://serialpuzzel.com/

Pagi ini setelah percakapan tak berbalas. Saya bergegas membersihkan diri. Barangkali dia sedang sibuk dengan pasien. Saya membayangkan berjumpa dengan dr. Reren. Sedikit gugup. Saya berpikir apa yang harus saya lakukan esok.

Siang ini saya harus berjumpa dengan seorang yang saya kenal di Kota Bon. Dia mengajak saya untuk bergabung dalam dunia bisnisnya. Meski saya baru mengenalnya, tapi kami sudah seperti saudara.

Namanya Pras. Saya juga tak begitu lama mengenalnya. Kejadian saat itu sangat singkat. Saat itu ponselnya tertinggal di sebuah cafe. Saya menemukan dan menyimpannya. Kemudian seseorang menelpon, ternyata pemilik handphone (Pras). Dan setelah itu kami berkenalan.

Pras ingin mengajak saya bergabung dengan perusahaannya yang bergerak pada media. Entah dalam kapasitas apa saya nanti akan ditempatkan. Sebelumnya, Pras bertanya alasan saya mengapa berada di kota ini.

Saya hanya sedikit jelaskan, bahwa saya sedang mencari peruntungan dalam pekerjaan. Meski ada alasan lain yang lebih besar dari itu.

Pras mencari tau pekerjaan saya sebelumnya. Saya kirimkan blog pribadi. Tak beberapa lama Pras kembali membalas pesan singkat. Bahwa dia senang dengan tulisan dan puisi saya. Lantas ia mengajak saya berjumpa pukul, 14.30.
"Hai Jo, besok kita berjumpa pukul 14.30, di kedai kopi."

Pesan singkat Pras. Lantas saya pastikan saya akan datang. "Ok," jawab singkat ku.

Setelah beberapa Minggu di Kota Bon. Saya tak lagi tinggal di kos-kosan sebelumnya. Kos-kosan yang bagi saya hanya digunakan untuk persinggahan saja. Tak ada ruang imajinasi yang saya dapatkan di tempat itu. Sekarang saya mengontrak seorang diri. Walau di tengah kota, tetap saja tak begitu ramai ketika pagi dan menjelang sore. Bon Kota Industri.

Saya bersiap. Menuju kedai kopi, menggunakan angkutan umum.

Hujan. Belum juga sampai tujuan, kini Kota Bon diguyur hujan. Saya menatap keluar. Tentang rindu. Sebuah pesan yang menetes bersama hujan. Saya pernah menyampaikan pesan tentang hujan. Candaan saat hujan ketika benar-benar menetes, bersama Rensya. Saat saya bonceng dia.

"Hujan itu membawa akan kerinduan. Tapi ketika hujan, kita malah menghindar takut kebasahan," cekakak kita sewaktu itu, menembus rintik yang kian menderas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun