Mohon tunggu...
Dedy Pratama
Dedy Pratama Mohon Tunggu... Jurnalis - Seorang yang akan terus belajar dari hikmah dan pengalaman kehidupan

Aku hanya bagian dari kisah serial puzzle kehidupan. Terus belajar dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rensya: "Saya Masih Mencarimu" Part IV

29 Januari 2020   13:26 Diperbarui: 29 Januari 2020   13:34 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Handphone (dok. Suara.com)

Jum'at. Begitu hari yang tertera di layar handphone saya. Entah kapan terakhir kali saya tepat mengingat hari. Semakin ke sini, semua hari sama saja bagi saya.
Beberapa batang rokok telah saya hisap pagi ini. Jum'at, pukul 09.10 suara bising kendaraan telah membangunkan saya. Kota Bon memang selalu bising ketika pagi dan menjelang sore hari. Disela waktu itu, kota ini seakan mati.

Ruang saya kini penuh asap. Hampir pekat dan tak terlihat benda sekitar. Matahari yang coba menerobos jendela saja tak begitu menyinari. Saya bergegas bangkit. Membuka sedikit jendela. Perlahan udara sejuk memasuki isi ruangan. Asap perlahan hilang. Saya merasa lega.

Saya kembali berbaring. Memainkan handphone. Menyalakan musik. Membayangkan apa yang akan saya kerjakan setalah ini. Walau sudah perlahan mengering. Telapak tangan dan pergelangan saya masih terasa sakit. Kini saya lebih banyak menggunakan tangan kiri untuk beraktivitas.

Seperti biasa ketika saya buka layar ponsel, seorang gadis langsung menyapa saya. Siapa lagi kalau bukan Rensya. Walau kini senyumnya terasa menyedihkan bagi saya. Tapi entah, saya selalu tak bisa melupakannya. Dan, saya masih menyayanginya. Sebab itu, fotonya masih saya jadikan profil.

Beberapa percakapan masuk. Bukan orang penting. Rata-rata tawaran pekerjaan yang tak jelas. Saya telah memblokir beberapa kawan dekat. Padahal kami dulu sangat dekat bahkan dengan Rensya. Mereka selalu menanyakan saya di mana. Tapi tak pernah saya pedulikan. Saya hanya malas, ujung dari itu mereka akan bercerita soal Rensya. Entah itu berita kebahagiaannya atau kesedihannya.

Seluruh percakapan masih ada, saya tak menghapusnya. Hanya nomor Rensya yang tidak saya blokir. Terkadang saya masih berharap dia mencari saya.

Tapi barangkali dia yang memblokir saya. Bukan nomor, tetapi status pesan pribadi.

"Terkadang saya memilih bersembunyi, agar saya tau siapa yang peduli untuk mencari saya." Humm, saya menarik nafas panjang. Bahkan pilihan di kota ini. Saya masih berharap dia mencari.

Saya baru teringat. Saya harus kembali ke klinik untuk memeriksakan tangan saya. dr. Reren, saya harus mengatur janji dengannya. Saya tersenyum.

"Bisa tidak ya, saya mengatur janji untuk berjumpa dengannya di luar waktu berkerja," saya bertanya dengan isi hati. Sambil mencari nomor ponselnya.

Saya ketik namanya dalam pencarian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun