Iran, Nuklir, dan Imbas Global: Mengapa Indonesia Tak Bisa Acuh?
Oleh: Abu Rosyid
Ketegangan antara Iran, Amerika Serikat, dan Israel kembali meningkat, dipicu oleh laporan-laporan terbaru mengenai jejak program nuklir rahasia Teheran. Dalam lanskap geopolitik global, setiap lonjakan suhu politik di Timur Tengah hampir selalu berdampak lintas batas---termasuk bagi Indonesia, negara yang secara geografis jauh, namun terhubung secara politik, ekonomi, dan keagamaan.
Pertanyaannya sederhana: mengapa konflik nuklir Iran perlu kita cermati dengan serius? Jawabannya berkaitan dengan beberapa aspek strategis yang berdampak langsung maupun tidak langsung pada stabilitas nasional Indonesia.
1. Ketahanan Energi Nasional
Indonesia masih bergantung pada pasokan minyak dunia, dan kawasan Teluk Persia adalah salah satu jalur vital pengiriman minyak global. Ketegangan antara Iran dan Barat---terutama jika memicu blokade di Selat Hormuz atau serangan terbuka---dapat menyebabkan harga minyak mentah melambung drastis. Dalam konteks ini, Indonesia yang masih mengimpor BBM akan langsung terkena imbasnya melalui inflasi, beban subsidi energi yang meningkat, dan tekanan fiskal.
Seperti diungkap dalam Journal of Energy Security (2021), konflik geopolitik di Timur Tengah dapat menaikkan harga minyak global hingga 30% dalam waktu singkat, dan negara berkembang dengan ketahanan energi rendah paling rentan terdampak.
2. Posisi Diplomatik dan Prinsip Politik Luar Negeri
Indonesia konsisten menganut politik luar negeri bebas aktif. Dalam berbagai forum internasional seperti OKI, Non-Aligned Movement (NAM), hingga PBB, Indonesia mendukung penyelesaian damai konflik, penghormatan terhadap kedaulatan, dan anti-proliferasi senjata nuklir. Namun, ketika isu Iran dipolitisasi oleh kekuatan besar, posisi Indonesia kerap terjepit antara prinsip dan kepentingan pragmatis.
Apabila AS dan sekutunya meningkatkan tekanan terhadap Iran melalui sanksi multilatelar, Indonesia berpotensi terpengaruh jika ekspor-impor dengan negara-negara yang berafiliasi dengan Iran terganggu. Kita tidak bisa netral pasif. Indonesia harus menjadi juru damai yang vokal, bukan hanya penonton di panggung diplomasi global.