Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Perasaan Orang dalam Bermedsos

12 Oktober 2019   12:02 Diperbarui: 12 Oktober 2019   12:07 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepadia saya samapaikan bahwa kami tidak ingin mengenang ayah kami dalam keadaan seperti itu. Kami ingin mengenang ayah kami saat ia hidup dan dalam keadaan baik. Kami juga sampaikan kami terus berjuang menolong ayah kami.

Ketika postingan "tidak layak" itu meluas, adik-adik saya di tempat lain (Jawa dan Kalimantan) pun ikut panik dan terkejut batin. Ibu kami yang sedang sakit parah harus kami tenangkan batinnya. Kami larikan ayah ke rumah sakit di Medan. Kami upayakan agar ayah mendapatkan pertolongan medis. Namun saat upaya itu kami lakukan, ada saja orang yang tidak bertanggung jawab menyebarkan kabar bohong. 

Ketika ayah masih ditangano dokter di ruang IGD di sebuah rumah sakit di Medan, justru santer berita di kampung kami di Tobasa, ayah dikabarkan telah berpulang. Kepada ibu kami, orang-orang mengatakan, kami anak-anaknya telah membohongi ibu kami kalau ayah masih hidup, hanya untuk sekadar menenangkan. Gara-gara berita miring itu, orang-orang mulai berdatangan hendak melayat. Tiang-tiang tenda dipasang tanpa permisi. Situasi itu benar-benar menambah runyam dan memukul batin ibu kami. 

Saya sendiri yang berjaga di IGD, belum berani mengabarkan apa-apa kepada ibu karena menantikan jawaban dokter syaraf. Setelah dokter memberi keterwngan resmi, sore harinya barulah saya telepon ibu kalau ayah masih hidup tapi kondisinya kritis. 

Benar, umur di tangan Tuhan. Selusin hari kemudian ayah kami dipanggil Tuhan ke sisi-Nya. Tetapi berita hoaks di hari pertama kejadian itu, sungguh telah melukai hati kami. 

Dua kejadian berbeda yang saya tuliskan di muka tentu masih satu benang merah. Bahwa sebuah informasi yang tidak akurat sangat berbahaya untuk diposting dan disebarkan. Melalui tulisan ini, izinkanlah saya meminta kepada siapapun kita, agar berhati-hati dalam menyebarkan informasi, termasuk di media sosial. 

Benar ibu kami gaptek teknologi, tetapi setiap anak-anak di kampung kami menggandrungi media sosial. Informasi apapun yang berserak di media sosial mereka pasti tau. Dan informasi yang buruk bakal sampai ke telinga ibu kami. Begitulah informasi menjalar cepat dan berdampak bagi orang lain.

Kisah tentang teman saya Pasaribu dan kematian ayah saya, menjadi alarm peringatan bagi kita. Sebelum informasi itu akurat, tolonglah untuk tidak menuliskan dan memostingnya di media sosial. Tanyakan pada diri kita selalu dua pertanyaan ini:

1. Apakah informasi yang saya tulis telah benar dan akurat?

2. Apakah informasi yang saya tulis ini baik untuk saya sebarkan?

Jika ya, silakan lanjutkan. Tetapi jika tidak, hentikan untuk menulis. Jangan lanjutkan. Mari kita ciptakan lini masa media sosial sebagai ruang publik yang nyaman  bagi siapa saja. Sadari, setiap postingan kita, sekecil apapun itu, pasti membawa dampak bagi orang lain. Pastikan postingan kita selalu membawa kebaikan bagi semesta.

Salam hormat saya.

(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun