Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Perasaan Orang dalam Bermedsos

12 Oktober 2019   12:02 Diperbarui: 12 Oktober 2019   12:07 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasaribu, teman baik saya mendadak off dari Facebook (FB). Tidak biasanya ia "sepi" dari beraktivitas di media sosial besutan Mark Zuckerberg itu.

Penasaran, akhirnya saya kontak dia via sambungan telpon. Rupa-rupanya, sudah dua hari ia berondok di rumah karena demam tinggi. Saya pun mengunjunginya ke kediamannya.

Dalam kunjungan itu, ia menuturkan kalau tenaganya mendadak anjlok sesaat setelah membaca postingan seseorang di lini masa FB, yang menyebutkan dirinya telah meninggal dunia. Celakanya, postingan itu bisa viral dalam hitungan jam. Tak hanya di FB, informasi bernada duka itu juga berantai di WhatsApp. 

Dengan kondisi tubuh lemah, kepala agak pusing, Pasaribu berusaha mengontak orang yang pertama sekali memosting informasi tidak benar itu. Ia kirim pesan via inboks FB agar si pemosting menghapusnya. Teman saya itu juga menitipkan nomor ponsel dan WA jika si pemosting mau mengklarifikasi postingannya.

Tetapi hingga dua hari kemudian, bahkan sampai hari ini postingan itu tak jua dihapus oleh si pemosting. Teman saya pun makin drop kesehatannya. Ponselnya berdering setiap saat. Ratusan notifikasi tanda pesan masuk ke WhatsApp dan smsnya. Telepon juga bolak-balik berdering. Saudara, pihak keluarga, kolega dan teman-teman lainnya turut panik gara-gara postingan itu.

"Apa yang harus saya lakukan, lae?" tanya Pasaribu ketika saya menjenguknya.

Saya anjurkan dia membuat pernyataan resmi di akun FBnya. Sembari kami bergerilnya menjawab netizen yang terus bertanya di kolom komentar di postingan orang tidak bertanggung jawab itu. Di saat bersamaan, kami juga menyiapkan satu pesan yang kemudian kami broadcast ke seluruh jaringan kontak keluarga, kolega, sahabat dan teman demi meluruskan informasi bengkok yang kadung viral itu.

Syukur, satu persatu dan akhirnya orang percaya dengan apa yang kami sampaikan. Kejadian itu menjadi pelajaran berharga bagi kami. 

Satu Benang Merah

Kejadian hampir serupa juga pernah menimpa saya. Ketika ayah saya sekarat di jalan, orang bukannya menolong tetapi memotret dan memostinganya di FB. Sialnya, foto-foto ayah saya yang sedang sekarat itu viral di FB dan saya harus berjuang menghubungi si pemosting agar foto "tragis" itu dihapus dari media sosial. Segala kanal saya gunakan untuk mengontak si pemosting, baik FB, IG, SMS dan telepon. Termasuk jaringan pertamanannya saya lacak.

Saya bahkan harus menempuh perjalanan enam jam naik kendaraan agar sampai ke rumah si pemosting itu. Saya temui dia langsung dan meminta foto2 ayah saya untuk dia hapus dari FB. Setelah bertemu muka, bicara dari hati ke hati, barulah si pemosting berkenan menghapusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun