Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Gak Suka Baca, Bisakah Menulis?

1 Oktober 2019   23:52 Diperbarui: 2 Oktober 2019   00:15 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis di kertas. Dokumen Pribadi

"Apakah bisa menulis kalau tidak suka membaca?" tanya Desy Sinaga, seorang mahasiswa di Medan, baru-baru ini.

Beberapa orang biasanya menjawab, tentu tidak bisa, dengan alasan, membaca adalah kakak kandung dari menulis. Ya itu masuk akal. Tetapi, pertanyaan ito Desy menjadi perlu disimak dalam konteks masa kini.

Jika dulu informasi cenderung dalam bentuk teks, sekarang lain. Perkembangan teknologi informasi memungkinkan ide dikemas dalam berbagai rupa, seperti bentuk audio, video, gambar, meme, ilustrasi, komik dan infografis.

Bila membaca dimaknai hanya sekadar mencerna teks, peran platform seperti youtube, vlogger, voice, infografis, meme, lukisan dan komik bakal terabaikan. Padahal, melimpah ruah informasi yang bisa direguk dari sana. 

Bahkan yang paling menarik dan mungkin sulit dari membaca teks adalah membaca pesan di balik pesan. Seperti membaca konteks sebuah peristiwa politik. Dalam hal ini, kita memaknai bahkan memprediksi sesuatu dari momentum politik yang terjadi di tengah bangsa kita. Tidak ada teks yang bisa dibaca di situ. 

Kita harus mengandalkan pengetahuan, mengaitkannya dengan beragam informasi, menarik kesimpulan lalu mensintesa sebuah hipotesa atau gagasan baru. Membaca dalam level ini perlu keterampilan dan latihan berpikir. Dan keterampilam seperti itu tidak didapat dalam satu semester mata kuliah, melainkan kebiasaan baik bernalar yang dibangun terus-menerus, dalam jangka panjang.

Nah, orang-orang yang terbiasa bernalar, kemudian gemar mengikuti informasi yang tersebar dalam bentuk video, misalnya, apakah mereka bisa kita sebut tidak membaca? Dan orang seperti itu apakah tidak mampu menulis dengan baik?

Saya kira justru sebaliknya. Mereka yang celik pikir, tahu mencari dan mendapatkan serta mengoleksi informasi, umumnya mempunyai kebiasaan baik dalam bernalar. Mereka pada momen tertentu--karena satu dan lain hal--bisa jadi tidak membaca teks (dalam bentuk buku, majalah, koran atau website), tetapi getol mempelajari informasi yang berkembang dari kanal lain, sepasti konten dari youtube.

Sekadar mengambil contoh, pengamat bola bisa mengulas secara dalam dan memikat satu pertandingan sepak bola, meski ia tidak membaca buku hari itu. Kok bisa? Sebab ia memiliki memori yang kuat, pengalaman masa lalu, kebiasaan bernalar yang baik dan literasi soal sepak bola. Semua itu telah lama ia gandrungi. Sehingga mengulas satu pertandingan bola menjadi satu kesenangan baginya.

 Begitu juga pengamat politik atau politisi. Tidak ada teks-teks yang bergerak di langit untuk ia bacai. Tetapi ia mampu memaknai setiap peristiwa politik dengan cermat dan jeli. Setiap peristiwa politik baginya, seperti gula-gula bagi anak kecil. Amat menggoda. Sehingga mengulas persoalan politik adalah juga satu kesenangan baginya.

Membaca di era kini jauh lebih luas maknanya. Zaman memungkin kita untuk mengakses beragam informasi dari berbagai plarform dan dengan wujud yang berbeda pula. Karena itulah orang bisa saja menulis meski ia tidak membaca teks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun