Mohon tunggu...
Dedy Prasetyo
Dedy Prasetyo Mohon Tunggu... -

orang-orang merdeka mepet sawah / Gypsi-surabaya-jakarta-jogja

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sokrates

22 Agustus 2012   03:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:28 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ia seorang mahasiswa dengan baju longgar. Ia tak merokok dan tak naik honda tak pula naik suzuki. Ia bersepeda. Hampir tiap hari pedal itu digenjotnya dengan sepatu cibaduyut yang dibelinya dari seorang kawan. Tapi ia sendiri bukan mahasiswa yang aneh. Kecuali bahwa ia bersepeda. Ia tak banyak bicara. Dan, ia bernama Sokrates.

"Sokrates?" Tanya petugas pendaftaran mahasiswa baru heran, ketika ia menyebutkan namanya tiga tahun yang lalu. Sokrates mengangguk. Tapi ia tahu petugas pendaftaraan itu masih menyimpan calon ketawanya di perut. Ia maklum, meskipun ia juga maklum bahwa bapaknya menyukai nama-nama besar dari sejarah dunia yang sebenarnya tak dikuasainya. Betul. Maka ia berkata: "kenapa dengan nama saya? Adik saya bernama Karl Marx."

Tapi sebenarnya ada juga arti nama itu bagi kakak si Karl Marx yang kelahiran Tulungagung ini. Sejak kecil ia jadi tahu bahwa "sokrates" adalah nama bapak filsafat di Yunani kuno. Dari situlah riwayatnya bagaimana Sokrates kita ini pun, seperti Sokrates Yunani kuno, terjun ke dalam aktifitas filsafat.

Ia mulai dengan pertanyaan-pertanyaan kecil. Ia tak berfilsafat dengan kalimat-kalimat cerdas bijaksana. Ia malah menyiasati ucapan atau ungkapan yang selama ini dianggap benar.

Di kamar indekosnya, ia memasang besar-besar sebuah poster, berbunyi: Malu Bertanya Sesat Di Jalan." Belakangan, di saat ia merasa kesepian kerana tak seorang pun mengacuhkan pertanyaannya, ia memutar kaset yang ia gemari, dengan judul: " Apa Arti Hidup Ini." Dengan kata lain: juga sebuah pertanyaan.

Maka hanya pacarnya yang masih telaten.

"Apa pertanyaanmu kali ini, Sokrates?", begitu tanyanya.

"Banyak sekali, banyak sekali," jawab Sokrates. "Tapi tak seorang pun mau mendengarkan."

"Aku akan mendengarkan." Balas pacarnya.

"Hebat. Tapi, apa kau tahan? Sebab aku akan bertanya tentang masa depan tanah air. Aku akan bertanya manakah yang harus kita pilih lebih dulu: pulihnya hak-hak asasi manusia di sini, atau terjadi perataan pendapatan, atau lahirnya pemerintahan yang bersih. Atau bisakah ketiganya terjadi secara simultan?"

"Ah, itu semua abstrak, Sokrates."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun