Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Mimbar ke Lumpur

5 Juli 2021   16:00 Diperbarui: 5 Juli 2021   16:23 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Menjadi orang penting itu memang baik, tetapi menjadi orang baik itu lebih penting". Kata-kata ini terus menggugah hatiku untuk terus memeriksa dan mengoreksi diri apakah aku masuk dalam golongan orang baik atau malah sebaliknya, aku mementingkan diri sendiri dan lupa untuk berbuat baik.

Sekarang aku sudah menginjak tahun ketiga dalam masa pembinaan calon imam. Saat ini, aku diberi kesempatan untuk belajar dari cara hidup umat yang ada di gereja stasi, yang tidak jauh dari pusat kota. Daerah gereja stasi ini disebut Sawah Dua karena dikelilingi oleh dua sawah. Situasi ini memungkinkan umat yang berada di sana untuk bercocok tanam pagi sebagai sumber penghasilan mereka. Dengan bertani, umatku mampu untuk bertahan hidup.

Setiap kali berjumpa dengan umat di stasi, aku selalu ingat akan kampung halamanku yang juga mayoritas warganya sebagai petani. Dengan demikian, setiap kali berjumpa dengan umat, rasa rinduku pada kampung halaman dapat terobati.

Suatu ketika, teman yang biasanya bersamaku ke stasi berhalangan untuk hadir. Oleh sebab itu, aku pergi seorang diri.

Persiapan telah kulakukan jauh-jauh hari dengan harapan dapat memberikan yang terbaik untuk umat yang aku layani. Tak lupa aku membawa Kitab Suci, buku tulis, pena dan BETK atau buku nyanyian dan doa gerejawi dalam bahasa Batak, karena umatku adalah orang-orang Batak. Buku-buku tersebut adalah bekal dan sekaligus temanku untuk berjumpa dengan umat.

Tak dapat kupungkiri bahwa aku masih sering grogi dan gemetar ketika melaksanakan tugas yang telah kuterima. Hal terjadi bukan karena aku tidak mempersiapkan diri, tetapi karena aku jarang tampil di depan umum.

Untuk mengawali kotbah yang telah kupersiapkan, aku berkata: "Damang, dainang dohot hamu ale angka dongan sahaporsesaon" yang berarti "Bapak, ibu dan saudara-saudari seiman".

Ketika mendengar kata-kata yang kuucapkan tersebut, semua umat melihat ke arahku dan tersenyum. Aku bertanya-tanya dalam hati apakah aku salah dalam mengucapkan kata-kata itu, atau mungkin penekananku tidak pas karena aku masih kental dengan dialek kejawaanku (maklum orang Jawa yang lagi belajar bahasa Batak).

Seorang umat berkata: "Bah, marbahasa Batak ibana, mantap bah. Lanjutkan frater" yang berarti: "Wah, dia menggunakan bahasa Batak. Mantap, lanjutkan frater".

Sudah menjadi kebiasaan, sesudah ibadat di gereja selesai, saya berkunjung ke rumah umat. Hal itu saya lakukan untuk berjumpa dengan umat yang ada di keluarga-keluarga dan berbagi pengalaman iman serta saling menguatkan satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun