Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat Aku Harus Kembali kepada Bapak yang Mengemis Itu

12 April 2021   15:34 Diperbarui: 12 April 2021   16:01 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bapak Yang Mengemis (pixabay.com) 

Suatu siang, ketika mendekati pintu gerbang kompleks perumahan kami, saya bertemu dengan seorang bapak sedang mengemis yang duduk di pinggir jalan. Di depannya terdapat sebuah toples yang berisi uang receh. Toples itu berwarna putih sehingga isinya dapat saya lihat.

Saat itu saya baru saja kembali dari satu Sekolah Dasar di kota Gunungsitoli untuk memberikan rekoleksi.

Sebenarnya saat melihat beliau, saya segera merogoh ranselku untuk menemukan  dompetku yang kusimpan di dalamnya. Saya berniat memberi uang.

Namun, karena saya kesulitan menemukan dompetku, ditambah lagi siang itu cuacanya sangat terik, maka saya pun tidak jadi memberi uang kepada bapak itu. Saya mengambil jalan lain yang tidak melaluinya agar tidak merasa terhakimi oleh hati nurani.

Namun, sepanjang perjalanan ke rumah, saya selalu teringat dengan bapak itu. Ada rasa bersalah yang kurasakan karena dengan sengaja mengabaikan bapak yang mengemis tersebut.

Akhirnya setibanya di rumah, saya memutuskan untuk kembali kepada pengemis itu. Saya harus memberinya uang. Setelah saya selesai menyimpan ransel dan mengambil dompet dari dalamnya, maka saya pun pergi ke tempat pengemis tadi. Saya juga menyempatkan diri mengganti pakaian karena sudah basah dengan keringat yang keluar selama perjalanan dari SD ke rumah.

Ketika tiba di tempat pengemis itu saya memasukkan uang ke dalam toples uangnya. Tiba-tiba terdengar suara halus dari bapak itu, "Saohagolo (bahasa Nias, yang artinya terima kasih)". Lalu sambil tersenyum saya pun membalasnya dengan berkata, "Lau ama (bahasa Nias, yang artinya iya bapak).

Setelah itu saya pun kembali ke rumah dengan hati penuh sukacita.

Sungguh menyenangkan pengalaman siang itu. Ada rasa bangga dalam hati ketika saya bersedia kembali keluar untuk memberi uang kepada pengemis yang sempat saya abaikan dengan mengambil jalan lain yang tidak melaluinya.

Syukur kuhaturkan kepada Tuhan atas pengalaman siang itu. Dari pengalaman itu saya berniat untuk tidak mau lagi mengabaikan niat baik yang keluar dari hati untuk sesama. Karena nyatanya bisa membantu sesama, meski kecil sekalipun, sungguh mendatangkan sukacita di dalam hati.

Dan saya juga berharap agar kiranya bapak yang mengemis tersebut senantiasa diberi kesehatan oleh Tuhan. Bapak itu tampak sudah tua dan tubuhnya pun kurus kering. Saya kira, keadaannya yang demikianlah yang membuat beliau terpaksa mengemis. Sungguh, siapa pun yang melihatnya pasti merasa kasihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun