Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Berbohong Itu Manis di Mulut Namun Pahit di Hati

10 Maret 2021   22:31 Diperbarui: 10 Maret 2021   22:38 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sore hari ini, 10 Maret 2021, saya telah berbuat sesuatu yang tidak baik, yaitu berbohong kepada bapak komunitas kami. Saya melakukannya untuk menjaga reputasi baik saya selama ini. Ceritanya demikian.

Sore itu, saya bersama dengan para mahasiswa yang sedang melaksanakan Praktek Lapangan, baru saja kembali dari kebun. Karena semalam saya lembur, ditambah lagi pekerjaan di kebun yang cukup berat, sore itu saya merasa sangat kelelahan. 

Kami bekerja dari pukul 08.00 WIB hingga 16.30 WIB. Kami membawa bekal makan siang dan juga minuman sehingga tidak perlu kembali ke rumah masing-masing untuk makan siang.

Karena pada waktu itu masih pukul 16.30 WIB, maka saya memutuskan untuk tidur sejenak. Rasa lelah dan kurang tidur tadi malam membuat saya merasa sangat mengantuk saat itu. 

Akhirnya, saya pun memutuskan untuk tidur sejenak. Saya memasang jam alarm pukul 17.00 WIB agar masih sempat untuk menyiram taman sebelum ibadat sore bersama pada pukul 18.30 WIB.

Saat berbaring selama kurang lebih 10 menit, saya mendengar suara bapak komunitas memanggil nama saya dari luar kamar. Saya mendengar panggilannya sebanyak tiga kali. 

Apakah itu jumlah yang benar atau tidak, saya tidak tahu. Barangkali panggilannya sudah lebih dari tiga kali, namun saya baru menyadarinya di tiga panggilan terakhir.

Segera saya bangkit dan menjawab panggilan beliau. Sebelum keluar dari kamar saya memukul-mukul wajah saya agar tidak terlihat seperti baru bangun tidur. Kebetulan bapak komunitas itu sudah berada di ruang tamu dan saya pun segera menjumpai beliau.

Saya mencoba memberi sapaan biasa dan bersemangat untuk menghindari kecurigaan beliau terhadap apa yang baru saja kulakukan. Tiba-tiba beliau bertanya demikian: "Sedang apakah?" Lalu dengan santainya saya menjawab kalau saya sedang mempersiapkan materi rekoleksi untuk para siswa Sekolah Menengah Atas pada hari Minggu. Kebetulan beliau mengajar di SMA tersebut dan beliau jugalah yang meminta saya untuk memberikan rekoleksi tersebut.

Lalu percakapan kami pun tertuju ke topik itu. Beliau mencoba memberikan beberapa masukan tentang apa-apa yang saja yang perlu saya persiapkan. Namun dari apa yang sedang berada di tangan beliau, saya mengerti kalau sebenarnya beliau ingin mengajak saya bermain tenis meja. Saya pun ingin menuruti keinginannya tersebut, namun karena saya merasa sangat kelelahan, maka saya tidak ingin menyinggung sedikit pun tentang tenis meja.

Setelah beberapa menit berbicara tentang rekoleksi, beliau bertanya kepada ku tentang keberadaan para saudara lainnya. Lalu saya memberi jawab bahwa saya tidak mengetahuinya. Saya juga menjelaskan kepada beliau bahwa saya bersama para mahasiswa baru saja kembali dari kebun. Setelah itu, kami pun berpisah.

Sebenarnya saat berbincang-bincang dengan beliau, perasaan ku sudah tidak enak. Saya selalu memikirkan kebohongan yang baru saja kukatakan kepada beliau bahwa sesungguhnya saya tidak sedang mempersiapkan materi rekoleksi melainkan tidur. Namun karena saya takut dinilai pemalas, akhirnya saya pun berkata yang tidak sebenarnya kepada beliau.

Dari pengalaman sore itu saya pun mengerti bahwa ternyata berbohong itu manis di mulut namun pahit di hati. Saat beliau menanyakan tentang kegiatan ku di kamar, spontan bibir ku ini mengucapkan sesuatu yang hebat dan patut dipuji, yaitu mempersiapkan materi rekoleksi. Dengan jawaban ku ini, saya menduga bahwa beliau akan menilai saya sebagai pribadi yang bertanggung jawab.

Namun nyatanya tidaklah demikian. Saya tidak mempersiapkan materi rekoleksi, melainkan tidur. Dan karena kebohongan ini, maka saya pun merasa tidak enak, terlebih untuk diri ku sendiri. Saya yang tahu kalau saya berbohong dan karena itu, saya tidak hanya membohongi bapak komunitas kami, melainkan juga hati ku sendiri. Perasaan inilah yang membuat batin ku menjadi tidak tenang.

Akhirnya, tibalah saat yang tepat bagi ku untuk meminta maaf dan mengakui kesalahanku. Saat yang tepat itu ialah saat semua anggota komunitas telah masuk ke kamarnya masing-masing sementara bapak komunitas kami tersebut sedang berada di ruang kerjanya.

Saya pergi menjumpai beliau. Setelah diizinkan masuk, maka saya pun langsung meminta maaf dan mengakui kesalahanku. Saya tidak punya nyali lagi menyusun kata-kata yang hebat untuk menyampaikan permintaan maafku dan mengakui kesalahanku. 

Saya hanya ingin merasa damai dengan apa yang telah kuperbuat di sore itu. Dan syukur kepada Tuhan karena beliau memaafkan ku. Beliau juga menyampaikan kalau dirinya mengetahui bahwa sore itu kami baru saja kembali dari kebun dan karena itu, ia memaklumi rasa lelah yang kurasakan sore itu.

Setelah keluar dari ruang kerja beliau, saya merasa damai. Bukan saja karena beliau memaafkan ku, tetapi juga karena beliau menaruh perhatian kepada ku saat ia mengetahui bahwa kami baru saja kembali dari kebun.

Syukur kepada Tuhan atas pengalaman sore dan malam hari ini. Semoga pengalaman ini menguatkan pengertian ku bahwa berbohong itu tidaklah baik. Ia hanya terasa manis di mulut namun pahit di hati. Dan karena hati adalah bagian terpenting dari diri kita sendiri, maka berbohong harus selalu dihindari karena bisa melukai hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun