Siang itu, kita berbincang melalui whatsapp. Itu biasa kita lakukan agar persaudaraan yang telah kita bina selama ini tetap terjaga.Â
Namun saya terkejut mendengar rasa putus asa mu atas semua yang pernah kamu perjuangkan dan yang, sampai sebelum kata-kata menyerah itu keluar, sedang kamu perjuangkan.
Kukirimkan striker marah kepada mu dan berharap kamu memaknainya sebagai dukungan untuk tidak menyerah. Namun sebaliknya, kamu justru memperdalam niatmu untuk menyerah.Â
Lalu percakapan kita berakhir dan kamu mengirimkan striker cool yang seakan-akan kamu ingin agar aku tahu bahwa kamu baik-baik saja.Â
Maaf saya tidak mau membalasnya karena sedang berpikir bagaimana caranya agar kamu mengerti bahwa menyerah hendaknya tidak menjadi bagian dari sikap kita saat berhadapan dengan perjuangan hidup, bahkan saat kita hampir berada di titik kegagalan.Â
Saya menghargai perasaan mu, sekalipun aku berharap agar kamu tidak memilih untuk menyerah. Kini aku tak tahu lagi apa yang bisa kukatakan sebagai seorang saudara bagi diri dan kehidupan mu. Yang bisa kulakukan hanyalah menjaga harapan pada Tuhan, agar kamu baik-baik saja sesuai dengan striker yang kamu kirimkan dalam percakapan kita itu. Bukan aku tidak percaya, namun aku kecewa karena kamu lebih memilih menyerah daripada bertahan.Â
Mungkin ada hal yang sedang kamu pertimbangkan sehingga kamu berani mengorbankan apa yang selama ini kamu perjuangkan. Karena itu sebagai seorang saudara, kuucapkan selamat memulai perjuangan baru. Semoga pengalaman menyerah ini menjadi pelajaran berharga bagi mu dalam menjalani perjuangan mu yang baru itu.