Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah TOP di Pulau Nias (Bagian 15)

5 November 2020   20:50 Diperbarui: 5 November 2020   20:57 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tersesat

Suatu kali saya mendapat tugas kunjungan ke sebuah stasi kecil. Kecil karena jumlah KK-nya (Kepala Keluarga) hanya 11. Karena sudah pernah menemani pastor paroki ke stasi tersebut, saya merasa baik-baik saja ketika diminta untuk kunjungan ke stasi tersebut seorang diri.

Karena jaraknya hanya sekitar 10 KM, maka saya tidak terburu berangkat. Saya baru berangkat sekitar 30 menit sebelum jam masuk gereja. Saya kira pilihan ini kurang tepat karena dengan demikian waktu untuk memberikan katekese jadi sedikit.

Tanpa banyak tanya karena mengandalkan ingatan ketika menemani pastor mengunjungi stasi tersebut, saya berangkat. Awalnya saya merasa percaya diri bahwa saya ingat arah jalan yang harus saya lalui, sambil mengendarai motor dengan santainya. 

Namun semakin lama saya berjalan, saya heran mengapa tidak ada tanda-tanda yang ada dalam ingatanku ketika mengunjungi stasi tersebut. Saat itu saya mulai bingung dan menyadari bahwa saya telah sedang tersesat.

Saya berhenti dan bertanya kepada seseorang yang saya jumpai di tempat saya berhenti. Dengan menggunakan bahasa Nias seadanya saya bertanya alamat gereja stasi yang akan saya kunjungi. Sebenarnya dia tidak tahu alamat itu. Namun karena di sekitar itu tidak ada gereja, dia mengatakan bahwa saya telah salah jalan.

Segera saya melaju dengan kencang karena takut terlambat tiba di stasi. Setelah jauh dari simpang jalan yang salah tadi saya bertanya lagi kepada orang yang ada di pinggir jalan. Dia justru tidak mengetahuinya alamat stasi tersebut. Saya pun jadi tambah bingung.

Akhirnya saya bertemu dengan seorang pemuda yang nantinya langsung membawa saya ke stasi yang saya tuju. Awalnya dia memberitahukan kepadaku jalan yang salah. 

Ketika saya telah melaju menuju alamat yang dia jelaskan, dari belakang dia mengejar saya. Dia minta maaf dan mengatakan bahwa jalan yang dia beritahu itu tidak digunakan lagi karena aksesnya sangat sulit dan tidak bisa dilalui oleh sepeda motor. Lalu dia mengantarkan saya secara langsung.

Ketika sudah tiba di gereja yang saya tuju saya memberi dia uang sekedar pengganti bensin motornya karena telah mengantarkan saya. Namun dia menolak. Dia meminta agar saya berdoa untuknya. Akhirnya saya mengucapkan terima kasih karena telah bersedia mengantarkan saya, dan sebelum dia pergi kami bersalaman seperti kebiasaan pada umumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun