Mohon tunggu...
Dedi Iskamto
Dedi Iskamto Mohon Tunggu... profesional -

Ikhtiar dan tawakal

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Kemanakah Larinya Subsidi BBM Kita?

4 Oktober 2010   03:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:44 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_278040" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Kontan/Muradi)"][/caption]

Sejak kenaikan harga BBM yang drastis hingga lebih dari 100% telah terjadi penurunan kualitas kehidupan di masyarakat artinya terjadinya pemiskinan hal ini disebabkan terjadinya kenaikan BBM telah menyebabkan efek berantai yakni naiknya semua harga hampir disemua komoditas. Pemerintah selama ini hanya melihat kenaikan BBM ini dari kacamata pengurangan subsidi BBM dimana diharapkan setelah terjadinya pengurangan subsidi BBM diharapkan beban pemerintah khususnya yang berkaitan dengan subsidi semakin berkurang bahkan lalu kemudian akan habis dengan sendirinya sehingga pemerintah tidak perlu lagi melakukan subsidi BBM yang membebani lebih dari 60% dari total subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Jika digabungkan dengan subsidi listrik yang note bene juga merupakan subsidi BBM, karena tenaga listrik di Indonesia 90% masih menggunakan tenaga diesel dengan solar sebagai bahan baku utama, maka total subsidi bbm yang dikeluarkan adlaah 75% dari total subsidi yang harus dikeluarkan. Hal merupakan pengeluaran subsidi yang sangat besar karena menyedot dana senilai 89 triliun rupiah bandingkan dengan subsidi pendidikan yang hanya 15% atau 30 triliun. Tentunya subsidi BBM membebani pemerintah dan rakyat.

BBM merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat di perkotaan, coba kita lihat jika pagi ketika para pegawai kantoran datang dari daerah pinggiran menuju kota Jakarta (down town) atau sore pada saat pekerja kantoran telah menyelasaikan tugasnya dan bergerak meninggalkan Jakarta menuju daerah pinggiran Jakarta (sub urban), seluruh jalanan di Jakarta atau kota-kota besar lainnya disibukan dengan kemacetan yang luar biasa, sehingga jarak sepuluh kilometer yang seharusnya dapat ditempuh hanya dalam waktu 10 menit menjadi 30 hingga 40 menit dan waktu tempuh ini dari tahun ketahun senantiasa mengalami kenaikan. Misal jarak Jakarta kota ke blok m pada tahun 1990 dapat ditempuh hanya dengan 20 menit, tahun 1995 ditempuh 30 menit dan pada tahun 2003 menjadi satu jam. dapat dilihat bahwa penyebab kemacetan tersebut adalah kendaraan pribadi baik mobil atau motor.

Penikmat Subsidi

Hingga akhir tahun 2006, jumlah yang terdaftar mencapai 7.015.000 unit. Yang mengeherankan, 98 persen diantaranya adalah kendaraan milik pribadi.

dan 2% kendaraan umum ini artinya mereka yang berpopulasi 98% atau sekitar 6.875.000 inilah yang selama ini menikmati subsidi BBM. Untuk tahun 2007 ini saja pemerintah menganggarkan dana subsidi BBM sebesar Rp 89 triliun. Sedangkan kendaraan umum (tujuan semula dari subsidi) hanya menikmati subsidi sebesar 1,78 triliun sedangkan sisanya 87,22 Triliun dinikmati oleh masyarakat mampu yang tinggal di perkotaan. Sekali lagi dana subsidi BBM menjadi tidak tepat sasaran karena hanya mensubsidi sebagian besar masyarakat kaya perkotaan.

Kenapa ini bisa terjadi karena pemerintah terlalu memanjakan orang-orang kaya yang memilik kendaraan pribadi baik mobil atau motor pribadi, mereka yang menyedot dan menikmati subsidi BBM. Hitung saja jika seorang pemilik mobil 1500 cc dalam sebulan menghabiskan bensin sekitar 150 liter dan mereka membayar Rp 675.000, berapa subsidi yang mereka nikmati? Pemerintah membayar subsidi sebesar Rp 12.500 perliter bensin yang dikeluarkan hal ini didapat dari harga jual eceran Rp 4.500 dari harga jual internasional perliter US $ 1.8 (Rp 17.000). jadi subsidi yang dinikmati untuk pembelian 150 liter adalah Rp 1.875.000,- dan semakin besar jumlah BBM yang mereka habiskan maka semakin besar dana masyarakat yang telah ia habiskan.

Efek kenaikan BBM bagi masyarakat pedesaan

Bandingkan dengan masyarakat desa dimana lebih 80% Indonesia berada tiba-tiba harus membayar ongkos kenaikan harga-harga karena pemerintah (konon katanya) sudah tidak sanggup lagi menutupi subsidi BBM. Mereka yang selama ini menggunakan transportasi sepeda tiba-tiba tidak bisa makan karena Gula, Beras, Minyak Goreng, dan Minyak Tanah tiba-tiba naik, sedangkan produk-produk pertanian atau gaji pegawai kecil tidak naik.

Diberitakan bahwa harga Cabe di tingkat petani di brebes perkilo hanya Rp 1500 dari harga normal Rp 6000 sedangkan di Jakarta perkilo Rp 5000 kenapa hal ini bisa terjadi? Karena pengusaha salah satunya harus membayar ongkos transport yang mahal. Akibatnya para petani lebih suka tomatnya busuk dikebun daripada harus membayar ongkos petik belum dihitung ongkos tanam dan perawatan.

Alternatif Solusi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun