Mohon tunggu...
Dedi Laksana
Dedi Laksana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karya Sastra Pujangga

Salah satu filosofi dasar cinta yg kujual dlm karya sastraku adalah,... Bisa bahagia dlm keadaan apapun, tanpa syarat apapun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pangeran Sambernyawa, Garuda di Sarang Naga Eps 04

26 Juli 2020   18:25 Diperbarui: 26 Juli 2020   18:19 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KARYA : AGUS PAMUJI

Untuk sedulur-sedulurku sekalian, dalam episode ke 04 ini kita kasih sub judul :

PENYERANG GELAP DARI CERUK KEGELAPAN

Kita selalu membuka pintu hati dan portal rasa

Dengan endapan ketulusan terdalam dan ekpektasi tertinggi

Untuk terjadinya rekonsiliasi jejak langkah

Di mana gelap melebur kedalam terang, dan melahirkan cahaya

Namun itu adalah serupa mendaki seribu tebing, di tujuh benua

Akutetap di situ

Kita langsung saja..............................CiaaaT

Dewi Dhomas Rengganis adalah kakak seperguruan Raden Mas Said waktu dia berguru di padepokan Gunung Srandil di tlatah Banyumas. Guru besar padepokan Gunung Srandil adalah Wong Agung Muji Kusuma, mantan pejabat kerohanian di kraton Mataram. Setelah dia memasuki masa pensiun, pulanglah Sang Begawan ke kampung halamannyadan mendirikan padepokan disana. Konon dia juga masih saudara seperguruan Raden Mas Sutikno Sunan Amangkurat III, Raja Mataram ke-6 yang dibuang  oleh Kaum Penjajah ke Srilangka dan Dewi Dhomas Rengganis adalah anak pertama Wong Agung Muji Kusuma. Saat itu Raden Mas Said mengungsi dan berguru di Padepokan Gunung Srandil selama hampir 6 bulan, untuk menghindari rekayasa pembunuhan dalam lingkungan kraton yang dilakukan oleh Patih Danurejo. Pergaulan selama 6 bulan, membuat hubungan Raden Mas Said dan Dewi Dhomas Rengganis cukup dekat. Cuma Raden Mas Said menganggap Dewi Dhomas Rengganis yang usianya 5 tahun lebih tua darinya sebagai kakak saja, sementara Dewi Dhomas Rengganis menginginkan lain. Dan pada waktu itu, Raden Mas Said cukup dekat juga dengan Pramesti wanita dari Bali yang merupakan cantrik padepokan Gunung Srandil yang berpenampilan lugu bersahaja. Hal inilah yang kadang membuat Dewi Dhomas Rengganis uring-uringan karena dibakar cemburu. Peristiwa itu sebetulnya sudah cukup lama, tapi kenangannya masih terasa kuat mencekam jiwa. Ah, seandainya roda waktu bisa diputar  ulang, ingin rasanya Raden Mas Said kembali lagi ke masa lalu, mengulang semua dari awal dan memperbaikinya.

Sedangkan Rubiah adalah putri tunggal Kyai Nuriman yang merupakan ulama juragan padi dan tokoh masyarakat Dukuh Pabelan, sebuah desa kecil yang subur, makmur dan damai di sebelah timur kota Kartasura. Raden Mas Said saat blusukan ke desa-desa, sering kongkow-kongkow bersama para pemuda karang padesan di Dukuh Pabelan. Selain dengan para pemuda karang padesan itu, Raden Mas Said juga cukup dekat dengan Rubiah dan Kyai Nuriman. Sejauh ini, Kekasih Raden Mas Said hanyalah Raden Ayu Inten seorang, yang lain cuma teman biasa. Sudah jadi tradisi para raja, para pangeran atau para petinggi kerajaan pada zaman ituuntuk mempunyai istri lebih dari satu, namun Raden Mas Said mencoba melawan tradisi itu. Dan sebagai pangeran remaja yang tentu saja penuh gejolak, hasrat untuk mendua dalam cinta tentu saja ada, dan Raden Mas Said cukup merasa kesulitan dalam membendung meluapnya hasrat tersebut. Keyakinan kuatlah yang masih bisa menjaganya hingga masih bertahan hingga saat ini.

  • Rubiah, setelah menjadi istri Raden Mas Said, dia bergelar Dewi Matah Ati.

Said masih yakin akan bisa mengalahkan mereka. Cuma dalam bayangannya, pertarungan akan berjalan alot dengan tingkat resikoyang tinggi, meski akhirnya mungkin bisa menang juga. Untuk merobohkan lawan dengan Aji Brajamusti, jarak dengan lawan harus cukup dekat, karena pukulan ajian tersebut tidak bisa dilakukan dari jauh. Dan memukul langsung dengan telapak tangan kepada lawan yang bersenjata, adalah bukan hal mudah. Belum lagi kalau lawannya punya ilmu-ilmu aneh, seperti debus misalnya, nanti begitu lawan dipukul dan terluka, tiba-tiba langsung sembuh dan pulih kembali. Dan menurut berita yang santer terdengar, Tiga Pendekar Banten memiliki ilmu kebal, ilmu debus, ilmu kontak dan ilmu racun. Racun-racun itu berupa serbuk yang disematkan di kuku jari tangan dan dibalurkan di golok sakti mereka setelah sebelumnya golok itu direndam dengan air bunga melati.

Dalam hal ini, Raden Mas Said menguasai Aji Brajamusti juga bukan karena dibimbing langsung oleh seorang guru. Ajian itu bukan merupakan bagian dari ilmu silat Kraton Merpati Putih, jadi tak diajarkan disana. Raden Mas Said mempelajari sendiri ilmu itu dengan berolah kanuragan, laku tirakat, bersemedi dan bertapa. Petunjuk untuk mempelajari ilmu terebut diperoleh dari Kitab Sakti Primbon Japa Mantra, buku hebat tinggalan dari Mas Sutikno, Sunan Amangkurat III. Buku itu bisa sampai ke tangannya melalui ayahnya, Pangeran Mangkunegara Kendang, yang memberikan buku itu beberapa saat sebelum dia ditangkap dan dibuang ke Srilangka oleh Kumpeni. Ayahnya waktu itu pernah menerangkan bahwa bila penguasaan Aji Brajamusti  sudah sempurna maka akan bisa melakukan pukulan dari jarak jauh. Raden Mas Said terus menekuni ilmu itu untuk bisa mencapai tahap penguasaan yang sempurna cuma sayangnya sampai hari ini tahapan itu belum bisa diraihnya.

Karena kesulitan berkonsentrasi, maka untuk menghalau kebuntuan perasaan, Raden Mas Said menulis sebait syair dibuku kecil yang selalu dibawa dalam kantong bajunya. Dari pengendapan rasa yang sangat dalam dan tajamnya torehan pikiran, tertulislah kata-kata sebagai berikut;Mulat sarira hangrasa wani, melu handarbeni, melu hangrukubi, tiji tibeh, mati siji mati kabeh,  tiji tibeh,mukti siji mukti kabeh. Raden Mas Said masih belum tahu, bait syair itu merupakan nilai-nilai filsafat hidup, prinsip-prinsip ilmu kanuragan, atau sekedar ekspresi dari hati yang luka. Mungkin hakikat makna belumlah terlalu penting, yang penting menulislah dulu.

" Sreng !" Disela gemercik air Kali Pepe yang mengukir hening menyambut malam, lamat-lamat terdengar suara busur panah yang ditarik disisi gendewa. Mungkin semut-semut yang berbaris disisi atas dahan dan ranting dari pepohonan jati yang banyak tumbuh disitu tidak akan mendengar, tapi Raden Mas Said mampu mendengarnya. Meski usianya masih sangat muda, indra keenam Raden Mas Said sudah diatas rata-rata, suara sangat kecil yang tidak tertangkap oleh indra semut atau indra kucing garongsekalipun, Raden Mas Said mampu menangkapnya.

Dari balik rimbunan daun pohon jati, melesat tiga busur anak panah. Mata panah yang terbuat dari logam putih itu seakan menyala, seperti mata iblis dari negeri kegelapan yang

siap membantai para pejuang di dunia kebajikan. Terlambat bergerak sedikit saja, nyawa kita bisa melayang berpisah dari badan. Namun bagi Raden Mas Said, pendekar muda papan atas dari kraton Mataram, serangan gelap semacam inisudah merupakan sarapan sehari-hari. Dengan mudah dia berhasil mengatasi serangan tersebut. Dia merunduk dan satu busur panah dibiarkan lewat di atas kepalanya, yang satunya ditangkap dengan tangan kiri dan yang satunya lagi ditangkap dengan giginya.

" Hai, pengecut, siapa kau ? Kalau berani keluarlah !"

Teriakan Raden Mas Said dilambari dengan tenagaprana yang tinggi,kalau Si Penyerang Gelap tidak memiliki tenaga prana yang tinggi juga, dia pasti akan teriak mengaduh dengan gendang telinga terluka parah. Tetapi tidak terjadi apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun