Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Setelah Edhi Prabowo Kebentur

29 November 2020   00:47 Diperbarui: 29 November 2020   01:00 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hati pak Jokowi pasti meradang. Ia kecewa, sedih dan malu. Untuk yang ke tiga kalinya,  seorang menterinya kembali dicokok KPK. Sebelum Edhy Prabowo yang kebentur, dua menteri lainnya sudah masuk jeruji besi.  Mereka adalah Imam Nachrowi (Menpora) dan Idrus Marham (Mensos) . Kejadian ini tentu bukan hal sepele. Ini bisa juga dikaitkan dengan indikasi kegagalan Revolusi Mental yang digagasnya di awal Jabatan periode pertama 2014.

Korupsi marak di bawah level menteri.

Masih banyak indikasi lain yang menjadi sabab musabab pemerintah harus mengakui bahwa revolusi mental itu nyaris mentok. Salah satunya, misalnya, daya serap anggaran yang rendah. Begitu juga pertumbuhan ekonomi yang nyublek di angkat 5 persen.

Itu semua menjadi pertanda dan bukti bahwa revolusi mental itu tidak berjalan.  Tidak ada pilihan kata kecuali yang terjadi hanya evolusi alias jalan keong, merayap, meliuk kanan kiri tergantung kondisi jalan yang dilalui.

Tugas yang seraya harus dilakukan Presiden adalah menyiapkan Menteri baru pengganti Edhi. Tetapi tentu tak bisa serta merta dan seketika. Banyak hal yang harus dipertimbangkan. Jangan sampai salah comot lagi. Selain menimbang nimbang orang, juga harus menimbang garis singgung politik. Presiden harus mampu menempatkan diri dari tarik menarik kepentingan partai.

Pemerintah kita presidential rasa parlementer.  Hak prerogratif cuma di mulut doang.

Selain pak Jokowi yang gundah menyaksikan baju rompi oranye membungkus tubuh kekar Edhy Prabowo, pastilah Gerindra dan pak Prabowo Subianto. Partai berlambang burung garuda merah itu secara seketika dan tak tersangka sangka,  kehilangan kader handal, seorang Wakil Ketua Umum.

Edhy Prabowo sendiri dalam balutan rompi khusus seragam tahanan KPK mengaku akan mundur dari jabatan Wakil Ketua Umum Gerindra dan Menteri KP.

Selain Gerindra secara institusional,  yang paling prihatin dan kecewa pastilah Prabowo Subianto. Musibah itu selain akan mempengaruhi elektabilitas Gerindra dalam berbagai Pilkada dan Pemilu juga bukan mustahil memukul potensi pilih Prabowo di dalam Pilpres 2024.

 Kalau saja bukan tentara yang tegar dan gagah perkasa, pastilah dia sudah tersedu sedan menangisi nasib orang tersayangnya itu. Hubungan Prabowo dengan Edhy tak sebatas persamaan ideologi dan politik.  Diantara mereka ada pertalian emosional secara pribadi yang erat. Edhi itu ikut Prabowo sejak remaja, sebelum Prabowo bikin partai Gerindra. Edhi itu pembantu, staf pribadi, supir bahkan juga tukang pijit dikala pak jendral sedang pegal-pegal badan. Begitu dekat dan sayangnya kepada Edhy, sampai-sampai mantan Danjen Kopassus itu membiarkan namanya dinisbath jadi nama belakang Edhy. Jadi Edhy Prabowo. Masih perlu bukti tentang kedekatan mereka ?

Waktu Presiden memberi jatah 2 kursi Menteri kepada Gerindra, yang disodorkan Prabowo adalah Edhi Prabowo bukan kader lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun