Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wartawan-Wartawan Hebat, Adam Malik Tak Lulus SR Jadi Wakil Presiden

7 Oktober 2020   21:58 Diperbarui: 9 Oktober 2020   22:34 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi orang orang tertentu, rupanya sekolah bukan satu satunya jalan menuju kemajuan. Bagi mereka yang mungkin tidak banyak jumlahnya itu, takdir dan garis hidup lebih menentukan. Salah satu manusia pilihan itu adalah Adam Malik. Putra pak Malik Batubara itu sekolahnya tidak sampai lulus SR. 

Ketika kelas II di Sekolah Rakyat (HIS), ia keluar. Lalu pindah belajar di madrasaah Diniyah Tawalib Parabek Bukit Tinggi. Juga tak betah lama. Ia pun hengkang dan kembali ke kampung halaman di Pematang Siantar. Di "lembur" dia membantu orang tuanya berdagang. Tapi jiwanya bergejolak. Berdagang rupanya tak membuatnya nyaman.  Anak muda penyuka film cowboy, baca buku dan fotografer itu, lebih tertarik pada organisasi dan politik. Pada usia 17 tahun, dia sudah dipercaya menjadi Ketua Cabang Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan.

Ketertarikannya  pada dunia Politik  menjadi pemicu gelora kebangsaan  dan patriotismenya.  Pematang Siantar dirasa  terlalu sempit untuk memvisualisasikan rasa kebangsaannya. Maka pada usia 20 tahun, Adam nekad mengembara ke Jakarta.

Berbekal kepiawaiannya dalam hal tulis menulis, di Jakarta Adam menerjunkan diri ke dalam dunia jurnalistik. Awalnya bersama kawan-kawannya dia mendirikan perusahaan Pers yang diberi nama Antara. Lembaga ini menjadi cakal bakal Adam  mendirikan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara. Kantor pertamanya  berada  di Buiten Tijgerstraat No.38 Noord Batavia. (sekarang Jl. Pinangsia Utara) Jakarta. 

Kemudian pindah ke Jl. Pos Utara Jakarta Pusat. Adam sendiri di dalam LKBN Antara mengambil posisi sebagai Wakil Direktur dan Redaktur. Jabatan Direktur ia serahkan kepada Mr Sumanang. 

Berbekal peralatan sederhana berupa sebuah meja, mesin tik  dan sebuah mesin roneo, mereka bekerja memproduksi bermacam-macam berita dan kemudian menyalurkannya kepada penerbit surat kabar nasional. Pada tahun 1941, Adam mengutus Mr. Sumanang dan Djohan Sahroesah menemui Soegondo Djojopuspito untuk diminta menjadi Direktur Utama LKBN Antara. Sementara itu posisi Adam tetap sebagai Wakil Direktur dan Redaktur.

Rupanya profesi jurnalis bukan impian Adam yang sesungguhnya. Jiwa kebangsaan dan pratriotisnya tetap memanggil untuk  ikut berjuang dengan gerakan kemerdekaan membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan. Sambil tetap menjadi wartawan, ia pun bergabung dengan Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). 

Pada tahun 1944, Adam menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Adam bersama tokoh pemuda lain, Chairul Saleh, Sukarni dan Wikana menjadi  pelaku penculikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok, Karawang. Di sana para pemuda itu memaksa kedua tokoh bangsa itu untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Dan gerakan itu menghasilkan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelah peristiwa penculikan itu.

Pagi hari sebelum proklamasi, Adam dan kawan-kawan 

menggerakan rakyat untuk berkumpul di sekitar Monas dan Gambir untuk menyaksikan dan mendengarkan proklamasi.

Pasca  kemerdekaan, kiprah Adam Malik di panggung politik dan pemerintahan semakin berkibar. Karena kecerdasan dan kepemimpinanya, ia dipercaya untuk memimpin Komite Van Aksi. Ia juga ditunjuk  menjadi anggota dan Badan Pekerja KNIP. Berikutnya Adam  mendirikan Partai Rakyat dan Partai Murba. Partai ini menjadi kendaraan dia memasuki lembaga legislatif sebagai anggota DPR pasca Pemilu tahun 1955.

Tahun 1959, Adam ditunjuk Presiden Soekarno menjadi Duta Besar di Uni Soviet dan Polandia.

Itu awal awal dia mengenal dunia internasional dan kemudian  menjadi diplomat ulung.

Selesai  melaksanakan tugas sebagai Dubes, ia ditunjuk Bung Karno untuk memimpin delegasi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda terkait masalah Irian Barat. Perundingan itu berlangsung di Wasington DC Amerika Serikat. Diplomasi Adam dan kawan-kawan berhasil dengan diserahkannya Irian Barat ke dalam kedaulatan Indonesia tahun 1963. Karena kelincahannya bergerak, oleh teman-teman sesama  pemuda pejuang kemerdeakaan Adam dijuluki "Si Kancil". Kancil itu adalah  seekor binatang kecil tapi lincah berlari dan cerdas berpikir.

Prestasi Adam terus melejit. Ia kemudian ditunjuk menjadi Menteri Perdagangan Kabinet Kerja IV,  sekaligus Wakil Panglima Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE )

Pada tahun 1964, Adam mengundurkan diri dari Partai Murba dan masuk Sekber Golkar yang baru berdiri. Tahun 1966, di akhir pemerintahan Presiden Soekarno, Adam diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II merangkap Menteri Luar Negeri Kabinet Dwikora II. Karirnya terus berlanjut sebagai Menteri Luar Negeri pada Kabinet Ampera I dan Kabinet Pembangunan I dan II.

Penggantian Rezim dari Orde Lama ke Orde Baru tidak membuat Adam tersingkir. Presiden Suharto malah menunjuknya menjadi Menteri Luar Negeri. Jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri menghantarkan Adam menjadi Ketua Majelis Umum PBB. Dialah satu-satunya orang Indonesia yang bisa mencapai jabatan puncak di organisasi  Internasional itu. Adam juga terlibat dan menjadi pelaku sejarah berdirinya perhimpunan Negara Negara Asia Tenggara ASEAN.

Tahun 1978, -- inilah puncak karirnya di dunia politik dan Pemerintahan-- Adam yang tetap mengaku berdarah wartawan itu, diangkat  MPR menjadi Wakil Presiden ke III mendampingi Presiden Suharto.

Berkat peran dan pengabdiannya kepada Negara dan Bangsa, Adam Malik mendapatkan beberapa penghargaan dari Negara. Ia mendapatkan antara lain Bintang Maha Putera kelas IV, Bintang Adhi Pradana kelas II dan menjadi Pahlawan Nasional. 

Setahun lepas dari jabatan Wakil Presiden, Bung Kancil meninggal dunia di  Bandung   tanggal 5 September 1984. Rupanya penyakit lever telah mendekam di dalam tubuhnya selama itu. Dalam usia 67 tahun Adam Malik Batubara,  yang senang dipanggil Bung itu, melepas rohnya kembali kepada sang khaliq. Jasad mantan wakil Presiden itu disemayamkan di Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

Itulah perjalanan seorang Adam Malik, seorang yang berpendidikan formal rendah tapi memiliki semangat juang dan kepemimpinan yang mumpuni. Dialah wartawan hebat yang sampai akhir hayatnya tetap mengaku darah dagingnya adalah wartawan.- ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun