Mohon tunggu...
Dede Widian Prayugo
Dede Widian Prayugo Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universits Mulawarman www.dedewidianprayugo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

9 Jam di Bontang, Naik ‘Roller Coaster’ Terpanjang

14 Juni 2016   07:41 Diperbarui: 14 Juni 2016   22:28 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana didalam bus saat perjalanan ke Bontang

Tetes air hujan bersahutan memecahkan kesunyian pada Senin (30/5) pagi itu. Sesekali terdengar suara kokok ayam yang seolah memastikan pagi hari telah tiba, walaupun matahari belum juga tampak. Sekeliling mata memandang hanya gelap terlihat dengan penerangan cahaya redup disisi tertentu.

Kala itu waktu masih menunjukkan pukul 04.20 WITA, bahkan adzan subuh belum terdengar berkumandang.Tidak seperti biasanya, gedung dekanat FISIP Universitas Mulawarman Samarinda dipenuhi segerombol mahasiswa dengan almamater kuning menggantung di lengan. Ya, mereka dan juga termasuk penulis merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2013 yang siap untuk mengikuti kunjungan ke Bontang.

Perjalanan dari Samarinda ke Bontang membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam dan merupakan perjalanan pertama kali bagi penulis. Tepat pukul 05.17 WITA, sebanyak empat bus besar yang bermuatan 25 penumpang serta satu mini bus bermuatan 14 penumpang berjalan beriringan melewati aspal yang pagi itu tampak basah karena hujan yang tak kunjung reda.

Sepanjang perjalanan, penulis duduk di kursi paling belakang berbagi tempat dengan empat orang lainnya. Selama satu jam perjalanan, tidak ada masalah apapun kecuali guncangan yang terlalu keras akibat jalan berlubang dan suspensi pada bus tersebut yang tidak berfungsi dengan baik meredam getaran yang timbul. Hal tersebut masih memungkinkan bagi penulis dan mahasiswa lain untuk beristirahat sepanjang perjalanan membayar rasa kantuk karena telah bangun lebih awal.

Sebelum akhirnya, seluruh mahasiswa dalam bus nomor 4 yang penulis tumpangi terbangun dari tidur karena guncangan yang begitu keras. Ternyata baru saja melawati jalan yang rusak cukup parah, padahal masih belum setengah perjalanan dari total 117 kilometer jarak dari Samarinda.

Penulis lalu melihat kearah jendela bus yang tertutup embun tipis dan butiran air. Diluar tampak jalanan yang berlumpur dan bergelombang seolah menghalangi perjalanan kami. Bahkan ada salah satu badan jalan tepat disebuah tanjakan hanya cukup untuk satu jalur sehingga kendaraan harus melewatinya dengan bergantian. Sementara itu sisi kanan dan kiri tampak bibir lembah yang begitu curam. Ini bagaikan menikmati wahana roller coaster terpanjang di dunia.

Seketika penulis berpikir dan kembali mengingat cerita beberapa teman yang mengatakan bahwa Bontang menjadi sarang salah satu perusahaan industri terbesar di Kaltim, Pupuk Kaltim (PKT). Yang juga bersanding dengan perusahaan besar lain yaitu PT. Badak NGL (selanjutnya penulis akan memakai Badak LNG). Ya, dua perusahaan itu yang menjadi destinasi kunjungan kami. Terbayangkan betapa rapi tata kota dan infrastruktur yang tampaknya memadai, terlebih Bontang memiliki jumlah penduduk dan pemukiman yang tidak sepadat Samarinda. Namun mengapa akses jalan ke Bontang justru tergolong sulit? Pertanyaan tersebut seakan menghiasi perjalanan penulis disamping guncangan yang kerap menerpa disepanjang jalan hingga sampai di Kota Bontang.

Kondisi jalan poros Samarinda-Bontang (sumber: klikbontang.com)
Kondisi jalan poros Samarinda-Bontang (sumber: klikbontang.com)
Saat itu matahari sudah mulai tinggi, namun masih redup karena tertutup awan yang cukup tebal dan waktu menunjukkan pukul 08.46 WITA. Rintik hujan yang justru semakin deras menghalangi pandangan untuk melihat portal Badan LNG yang dijaga ketat. Memasuki wilayah perusahaan membuat penulis sesekali berdecak kagum. Seakan melihat sebuah kota baru yang tertata rapi dan bersih. Disetiap persimpangan jalan terdapat lampu lalu lintas yang selalu dipatuhi pengguna jalan walaupun kondisi jalan sangat sepi dari kendaraan. Di kiri jalan tampak masjid yang berdiri kokoh, taman hingga kolam renang. Baru melihat beberapa bangunan saja penulis sudah dapat menebak betapa lengkap fasilitas di tempat tersebut. Sampailah kami disebuah gedung Town Center tempat dimana 133 mahasiswa akan menerima kuliah umum.

Sejujurnya, selama penyampaian materi dari PR Badak LNG, penulis tidak begitu memperhatikan karena kelelahan diperjalanan. Tapi setidaknya banyak poin yang bisa ditangkap tentang Badak LNG, sebagai perusahaan yang berkerja untuk mengubah gas menjadi bentuk cair atau Liquid Natural Gas (LNG) agar mudah dalam distribusi. Dari pemaparan pemateri, tampak betapa profesionalnya PR perusahaan tersebut terutama dalam hal publikasi dan meng-cover isu. Bahkan Badak LNG memiliki siaran televisi dan rumah produksi sendiri yaitu LNG TV.

Salah satu pemateri dalam kuliah umum di Badak LNG
Salah satu pemateri dalam kuliah umum di Badak LNG
Selain itu pula Badak LNG sering mendapatkan penghargaan dan sertifikat ISO. Satu penghargaan yang paling mencolok adalah 80 juta jam tanpa kecelakaan kerja yang juga menjadi unggulan bagi PR dalam mencitrakan positif perusahaan tersebut. Hanya satu yang masih menjadi tanda tanya bagi penulis dan tidak sempat ditanyakan adalah penggunaan ‘LNG’ dan ‘NGL’. Meski memiliki arti yang sama, penulis merasa berpengaruh dalam pekerjaan PR walaupun tidak signifikan, karena hal tersebut berkaitan dengan branding perusahaan. Namun apa yang penulis amati adalah ‘LNG’ yang paling sering digunakan berdampingan dengan kata ‘Badak’, begitu pula pada logo. Sedangkan ‘NGL’ digunakan sebagai pelengkap kata ‘Badak’ yang diawali dengan PT, misalnya PT. Badak NGL.

Setelah materi usai, dilanjutkan dengan plan tour keliling wilayah kerja, yaitu kilang tempat dimana proses pencairan gas berlangsung. Didepan sudah menunggu seorang karyawan dengan membawa kantung-kantung kecil berwarna hijau dan biru dengan logo Badak LNG. “Silahkan, di pintu keluar ada kenang-kenangan dari kami,” ujar salah seorang karyawan mengarahkan semua peserta termasuk dosen untuk mengambil kantung tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun