Sejarah hanya di tulis dengan nuansa dua warna: hitam, tinta para ulama dan merah, darah para syuhada.(Abdullah Azam).
Sudah saatnya kita hentikan berkeluh kesah,hingga menjadi amarah. Hati, merasa sedih, muram, kecewa, pesimis dan lain sebagainya, maka lupakan saja, dan buanglah  sampah pada tempatnya. Fokuskan diri untuk kembali pada sang Maha pemberi hidup dan rezeki.
Masih ingatkah sahabat dengan kisah gula?" Iyaps benar, walau sering di salahkan dan di abaikan bahkan di lupakan setelah merasakannya, namun gula tetap menjadi gula. Tidak terkontaminasi ingin menjadi yang lain. Di hatinya hanya ada menebar kebaikan walau tak ingin di lihat namun cukup di rasakan. Berbuat kebaikan terus menerus, tanpa tergerus zaman, walau selalu di salahkan. Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan.
Ketika kopi terasa pahit, maka apa yang biasa kita ucapkan?" Kurang gula...
Ketika kopinya terasa manis?"
Apa yang kita ucapkan?"
Kopinya manis banget, nanti diabetes lho..". Ketika kopinya pas dengan gulanya, tetap saja yang di sebut "kopinya enak, bukan gulanya  yang enak.
Ketika terjadi sakit yang berhubungan dengan gula, maka gula lagi yang di salahkan. "Sakit karena gula".
Memang hidup ini tempatnya salah, serba-salah, dan lupa, jadi fokus saja pada kebaikan jauhi kebatilan.
Produktifitas menulis kebaikan juga salah satu langkah agar mindset kita selalu berhusnudzan meski diri kita belum baik, minimal selalu berpositif thinking. Menentramkan dan menenangkan hati. Tidak ada iri dan dengki di hati. Meyakinkan hati agar terus berbuat kebaikan dan berbenah diri. Meski hanya untuk membuang duri di jalan, menyingkirkan  paku, batu yang mengganggu di jalan atau tempat umum lainnya tanpa di suruh. Membuang sampah pada tempatnya walau sedang berada di perjalanan, tidak melemparkan sampah ke jalan bahkan  pada semak belukar.
Selalu menebar salam sapa pada sahabat handai taulan walau pun baru kita kenal. Karena sejatinya salam adalah ucapan doa keselamatan keberkahan dan  kesejahteraan. Itu pun bagian dari amal saleh atau amal kebaikan.