Mohon tunggu...
Kang Deden A.H
Kang Deden A.H Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis buku Best Seller, Di Balik Runtuhnya Turki Utsmani, Jejak Kekhalifahan Turki Utsmani di Nusantara, Revolusi Sosial Muhammad, Bergembira di Jalan Dakwah, Meniti Jalan Takwa, Mata Air Kepemimpinan Rasulullah. Pengajar. Pengasuh Pesantren Mahasiswi Asma Amanina.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Membaca adalah Karib Menulis

27 Februari 2021   16:16 Diperbarui: 27 Februari 2021   16:20 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca adalah pintu yang menghubungkan seorang penulis dengan ruang tulisannya. Seperti dua ruangan yang bersebelahan dengan satu pintu sebagai penghubungnya. Ruang yang pertama adalah ruang kosong dan ruang yang kedua berisi karya. Tanpa membaca seorang penulis akan terperangkap di ruang kosongnya dan akan mengalami kesulitan untuk memulai kegiatan menulisnya.

Membaca adalah langkah awal yang tepat untuk memulai kegiatan menulis. Membaca yang saya maksudkan tidak selalu berkaitan dengan teks. Membaca itu sangat luas cakupannya; meliputi teks dan konteks, literatur dan natur, buku dan perilaku. Semua hal itu dapat membantu penulis untuk memperkaya tulisannya.

Seorang penulis yang baik bahkan tidak cukup hanya membaca teks. Sebab, teks tanpa konteks akan terasa kering, kaku, bahkan terkadang menjadi tidak relevan. Tetapi hanya membaca konteks, pertistiwa, dan perilaku, tanpa membaca teks bisa membuat seorang penulis kehilangan arah dan pijakan. Jadi, keduanya harus dilakukan supaya bisa tercipta sebuah tulisan yang berbobot.

Memang tidak dapat dipungkiri untuk menyeimbangkannya secara presisi bukanlah hal yang mudah. Pasti saja setiap orang punya kecenderungan. Ada yang dominan pada kegiatan membaca teks, ada pula yang dominan membaca peristiwa dan situasi di sekitarnya. Bagi para akademisi, intelektual, pelajar, sangat dimungkinkan mereka cenderung lebih banyak membaca teks. Sedangkan para petualang, pecinta lingkungan, atau pebisnis biasanya lebih tertuntut untuk membaca gerak peristiwa di sekitarnya.

Kecenderungan-kecenderungan semacam itu tidak menjadi masalah, selama dua kegiatan membaca itu---teks dan konteks---tidak ditinggalkan sama sekali. Kecenderungan semacam itu biasanya akan berpengaruh pada jenis tulisan. Misalnya, seorang yang dominan membaca teks akan menghasilkan tulisan ilmiah atau tulisan ilmiah popular. Sedangkan, seseorang dengan pembacaan terhadap peristiwa yang lebih dominan akan menghasilkan tulisan-tulisan kontemplatif atau karya fiksi. Tentu saja hal itu tidak mutlak.

Pada intinya, kegiatan menulis tidak bisa dilepaskan dari kegiatan membaca. Meminjam istilah Bambang Trim, "Membaca adalah karib menulis". Karena keduanya adalah karib maka tidak boleh dipisahkan. Jika di suatu saat mereka terpisahkan karena berbagai aktivitas, maka harus segera diakrabkan kembali. Misalnya, seorang penulis yang tidak lagi membaca karena kesibukan atau justru karena kegiatan menulisnya, maka dia harus segera kembali pada rutinitas membacanya. Sebaliknya, seorang penulis yang terlalu sibuk dengan kegiatan lain atau kegiatan membacanya, maka dia harus segera kembali untuk menulis.

Jika penulis lebih menyukai buku-buku, maka dia harus segera mendatangi toko buku, perpustakaan, atau rak buku di perpustakaan rumahnya, dan memulai untuk membuka lembar demi lembar buku yang menarik baginya. Jika fenomena manusia dan alam lebih disukai, maka dia harus segera keluar rumah; mendatangi pasar, keramaian, gunung, laut, dan sebagainya. Syaratnya, dia harus menajamkan seluruh inderanya untuk membaca semua peristiwa, pemandangan dan fenomena yang ditemuinya. Ini adalah cara para penulis untuk kembali pada kegiatan membacanya.

Sekali lagi, membaca dan menulis adalah karib. Surah Al-'Alaq ayat 1-5 menjadi salah satu buktinya. Bukankah wahyu pertama yang diturunkan kepada Sang Nabi terakhir itu memuat keduanya sekaligus? Diawali dengan perintah membaca (iqra`!), surah itu juga memuat aktivitas menulis, meskipun hanya disimbolkan dengan kata pena (qalam). Sebagai seorang Muslim kita mendapatkan landasannya yang kuat dari kitab suci, bahwa menulis perlu dimulai dengan membaca. Bahkan, dalam konteks yang lebih luas membaca adalah aktivitas yang harus mengawali segala aktivitas lainnya.

Setelah membaca, maka tulislah. Sebab, tulisan itu yang akan mengikat apa yang Anda baca. Semua yang Anda baca akan mudah hilangan dari ingatan, dan hal itu tentu sangat merugikan. Oleh sebab itu Imam Syafi'i, seorang ulama sekaligus penulis yang andal, menganjurkan agar setiap pengetahuan yang kita dapatkan untuk diikat dengan cara menuliskannya. Dia mengatakan, "Ilmu bagaikan hewan buruan, dan tulisan adalah ibarat tali pengikatnya. Oleh karena itu ikatlah hewan buruanmu dengan tali yang kuat."

Selamat menulis, selamat membaca.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun