Mohon tunggu...
DW
DW Mohon Tunggu... Freelancer - Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Setiap Waktu adalah Proses Belajar, Semua Orang adalah Guru, Setiap Tempat adalah Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memberi Selalu Merasa Besar, Menerima Selalu Merasa Kurang

6 April 2023   12:09 Diperbarui: 6 April 2023   16:57 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ketika kita memberi seseorang, misal saja uang Seratus Ribu Rupiah, rasanya sudah amat sangat besar. Namun ketika kita menerima pemberian, misal bonus, THR dan warisan, koq ya rasanya selalu kurang ya?"

Hmm, ada benarnya juga yaa. Ketika kita memberi dan melepaskan apa yang kita miliki kepada orang lain, rasanya kita sudah sangat all out ya, kita merasa sangat dermawan. Namun, ketika kita menerima dari orang lain (upah, hasil kerjasama, bonus) kerap kali kita langsung menggerutu.. "Ah segini doang?". 

Berarti ada yang salah nih dalam dalam sudut pandang kita, kita masih belum benar-benar memaknai konsep dan arti memberi dan menerima.

Banyak ilmu, filsafat dan bahkan tokoh agama, yang mengatakan bahwa pemberian yang paling mulia adalah pemberian yang terbaik. Sedekah yang paling afdol adalah sedekah terbaik yang kita miliki. Kutipan-kutipan itu mengatakan untuk kita sebagai umat, untuk selalu memberikan yang terbaik dalam bentuk apapun, termasuk ajakan untuk sedekah harta yang paling baik (nilainya).

Namun dalam aplikasinya, versi terbaik itu sendiri menjadi rancu. Sering kita terjebak dalam takaran rasional setiap orang.
Seolah-olah kita "menakar" dengan batas kepantasan yang kita punya.

"Rasanya cukup deh segini..", kita berusaha meyakinkan diri kita melalui Self Language kita.
"Lagi pula kerjaan dia kan gak penting-penting amat.." di lanjutkan dengan upaya pembenaran yang jatuhnya malah terkesan menghakimi orang lain.

Versi berbeda ketika kita menerima. Saat akan menerima, kita memiliki ekspektasi, dan ekspektasi biasanya selalu besar atau tinggi. Nah sering ekspektasi itu kalah dengan realita, dan akibatnya kita merasa mendapatkan ketidakadilan. 

"Gilaa guwe cuma dapet segini doang?" seakan nilai yang diterima tidak ada artinya.
"Kok gak adil begini sih, kan ini pekerjaan bersama, kita juga punya peran di proyek ini!", timbul perasaan geram, tidak terima dan kebencian atas gagalnya ekspektasi yang kita terima.

Apa yang saya pahami?

Saya memahami bahwa dalam konteks memberi kita selalu berpikir rasional, ada kalkulator yang bekerja di otak kita, ada hitungan margin yang kita sisihkan untuk diri kita. Sehingga berkesimpulan untuk membatasi pemberian dengan ukuran kecukupan kita.
"Sudah bagus ah segitu, orang lain malah gak terima sebagus itu..". Lalu, kita perkuat dengan rasa jumawa, bahwa karena kita lah rezeki itu datang. "Lagi pula yang klien tahu kan saya, bukan dia. Proyek ini kan masuk karena klien tau betul kualitas saya". terkesan sombong dan tidak menghargai maha pencipta yang telah mengatur rezeki kita. Sehingga, berapapun bagi hasil yang kita berikan kepada orang lain, itu adalah yang terbaik dan paling besar menurut versi kita.

Kebalikannya, ketika kita menerima, unsur irasional yang dominan. Ada berbagai faktor yang kita ukur sebagai pembobot kontribusi atas proyek yang ada. "Memangnya kalau gak ada saya proyek ini bisa sukses?", kita mulai menyimpulkan betapa besarnya peran kita dalam kehadiran rezeki yang ada dan menjadi faktor yang membuat seseorang/ perusahaan menjadi maju.
Sehingga timbul perasaan bahwa kita merasa bekerja lebih keras dari orang lain dan berhak mendapat lebih baik dari orang lain. Akibatnya, berapapun bagi hasil yang kita terima dari orang lain, itu adalah kurang sesuai dan tidak besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun