Mohon tunggu...
DW
DW Mohon Tunggu... Freelancer - Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Setiap Waktu adalah Proses Belajar, Semua Orang adalah Guru, Setiap Tempat adalah Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Setiap Kata Punya Kuasa

17 Mei 2021   17:27 Diperbarui: 17 Mei 2021   17:36 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kata punya kuasa, bisa menguatkan atau melemahkan.
Setiap kata punya makna, membangun atau menjatuhkan.
Dan kita sebagai manusia diberikan akal pikiran untuk mencernanya sebelum kata itu keluar.

Ironis, di era modern, literasi dan edukasi yang semakin mudah didapatkan, ada banyak orang yang dengan seenaknya mengucapkan kata-kata tidak pantas. Mereka merasa kata-kata itu mewakili posisi mereka. Mereka merasa kata-kata itu tepat dilontarkan ke orang/ lawan bicara mereka.

Dan anehnya, mereka dengan mudah melupakannya, seolah kata-kata itu terbang sirna.
Apakah mereka tahu bahwa kata-kata itu terpendam dalam hati, menggores dalam pikiran dan tidak mudah dilupakan?

"Maaf saya khilaf.." diakhiri dengan tanda tangan di atas materai.
"ah itu kan cuma bercanda.." dan seolah bisa damai.

Saya pernah ada diposisi itu, menerima ucapan yang menurut saya tajam dan menusuk.
"Halah gitu aja gak bisa.." kalimat singkat dengan tone bicara yang tinggi, seolah meruntuhkan kepercayaan diri.
Mungkin sang bos tidak pernah berpikir kalimat itu akan berbekas, dia hanya mengekspresikan atas kebodohan saya tidak bisa melakukan tugas yang diminta. Tapi, yang dimaksud "gitu aja" adalah segalanya bagi saya. Saya sudah lakukan semampu saya, sebisa saya. Tapi itu tidak dilihat, yang dilihat adalah ketidakbisaannya.

Seolah ketidakbisaan saya akan hal itu menghapus semua kemampuan saya yang lain, menghilangkan apa yang saya sudah lakukan selama ini.

Kalimat itu berbekas, dan tidak mudah hilang.

"Mas aja kali yang baper..", mungkin sebagian anda akan berpikir seperti itu.
"Terlalu dibawa ke hati mas".. atau opini seperti ini akan terucap?

Betul, mungkin saya yang terlalu baper atau kebawa ke hati.
Tapi perlu kita pahami, bahwa porsi setiap orang dalam menerima feedback berbeda-beda.

Jika ada cara lain untuk memberikan feedback, mengapa justru harus menggunakan kalimat yang menyakitkan?

Yuk sahabat, kita terlahir dengan nalar dan akal, mulut kita di didik dan diberikan tuntunan agama, mengapa harus berkata kasar dan tajam ke orang lain? Demi kepuasan batin kah? atau demi mendudukan anda bahwa anda lebih tinggi strata sosialnya?

Bukankah dalam ajaran kita diajarkan untuk berkata baik?

Dalam riwayat Abu Hurairah, Rassul bersabda "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau lebih baik diam (jika tidak mampu berkata baik)" (HR: al-Bukhari dan Muslim).

Dan sudah disiratkan bahwa hukuman untuk manusia yang tidak menjaga lisannya

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

"Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat." (HR. Muslim no. 2988).

Mari kita intropeksi diri

#Salam Intropeksi
#Demi Perbaikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun