Mohon tunggu...
Dedy Helsyanto
Dedy Helsyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

@dedy_helsyanto

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

19 April Itu Memberi Jalan Cawapres?

18 April 2017   09:39 Diperbarui: 18 April 2017   11:21 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak pihak menilai Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah pertarungan politik yang cukup keras. Isu Sara hingga banjir sembako gambaran dari menghalalkan segala cara untuk menang. Kok bisa sampai sebegitunya ya?. Padahal cuma untuk posisi Gubernur dan Wakil Gubernur. Yakinkah, hanya berhenti di posisi itu?.

Jika berhenti di posisi itu, mari kita ingat pepatah “sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”. Atau juga kita resapi lagi definisi bahwasannya politik itu adalah seni mengatur kemungkinan untuk mendapatkan kekuasaan tertinggi. Coba deh kita sedikit buat pertanyaan “genit”, masa sih Pilgub DKI tahun ini, tak ada hubungannya dengan Pilpres 2019?. Kita bisa saja nyinyir, itu kejauhan.

Kita sebagai pemilih, sah-sah saja nyablak itu kejauhan. Namun sebagai politisi, mereka yang berhitung kekuatan modal dan peta politik di atas kertas, yakinkah, mereka akan bilang, masih dini bicara Pilpres 2019?.

Nah, kalau kita bicara Pilpres 2019, fokusnya masih terhadap dua kutub. Di satu sisi ada nama Presiden Jokowi, namun di sisi lain ada Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Pertanyaan reaktif, kira-kira akan seperti ini, berarti pertarungan Pilpres 2014 kemarin akan terulang dong?. Hei jangan buru-buru. Banyak faktor dari suprastruktur dan infrastruktur kekuasaan yang telah berubah, berarti butuh penyesuaian. Di mana nya?. Diantaranya, kita bisa bilang di posisi Cawapres, nanti.

Posisi Jokowi dan Prabowo sudah mempunyai karakter pemilih tersendiri. Yang menjadi catatan, keduanya butuh dukungan dari Cawapres yang dapat mengkapitalisasi suara dan menutupi kekurang-kekurangan mereka. Cawapres ini sangat dimungkinkan berasal dari kepala daerah yang menjabat di wilayah atau daerah strategis, seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Menarik untuk diperhatikan, nama Ahok dan Ridwan Kamil adalah kepala daerah yang cukup gencar diberitakan sebagai bakal Cawapres Jokowi pada 2019 nanti. Jika kita lihat rekam beritanya, dari tahun 2014, Ahok dan Ridwan Kamil sudah masuk daftar nama yang punya potensi untuk mendampingi Jokowi dari riset beberapa lembaga survei.

Ahok dan Ridwan Kamil, apakah punya jawaban tegas akan menolak atau menerima posisi ini?. Jawabannya tidak. Ahok dan Ridwan Kamil memberikan jawaban yang mengayun. Waktu Pilpres 2014 Ahok menjawab bersedia, jika Jokowi izin terlebih dahulu ke Gerindra atau Prabowo, mengingat Ahok masih aktif sebagai kader Gerindra ketika itu. Kemudian saat mencalonkan sebagai Cagub DKI Jakarta, jawaban Ahok pun berubah. Ahok disatu kesempatan menjawab belum berpikir untuk Cawapres, namun dikesempatan lain bersedia jika ada yang mengajak. Bahkan Ahok sempat membocorkan kepada awak media, bahwa Jokowi sudah mempersiapkan Cawapres untuk 2019, dan itu bukan dari partai.

Jawaban Ridwan Kamil pun tak jauh berbeda dengan Ahok. Ridwan Kamil yang namanya kini masuk sebagai bakal Cagub Jawa Barat, dimana wilayah suara Jokowi kalah dari Prabowo pada 2014 lalu, mengatakan tak menutup kemungkinan Ia akan maju pada Pilpres 2019. Pada 2014, Ridwan Kamil sendiri pernah bertemu Jokowi, namun Ridwan Kamil mengatakan ingin fokus dulu dengan amanah yang diberikan Warga Kota Bandung. Yang terhangat dari Ridwan Kamil adalah ketika baru-baru ini dirinya mendampingi Presiden Jokowi kunjungan kerja ke Bandung.

Kunjungan kerja Jokowi yang membagikan KIP dan KIS kepada Warga Bandung serta kondisi akrabnya Jokowi dengan Ridwan Kamil, banyak dinilai punya makna politik yang besar jelang Pilgub Jawa Barat 2018. Ya bisa saja. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan kondisi Ahok yang susah payah untuk menang di Pilgub DKI. Seandainya kita telisik, ada tidak kepala daerah yang hubungannya secair atau seakrab seperti Ridwan Kamil dengan Jokowi?.

Sedangkan untuk bakal Cawapres Prabowo tampak cukup berbeda dengan Jokowi. Nama Cagub DKI Jakarta, Anies Baswedan juga disebut-sebut mempunyai potensi untuk mendampingi Prabowo. Meski dalam pemberitaan media, isu ini lebih sedikit dibandingkan dengan Ahok. Sebabnya, Anies sempat mengatakan akan menjalankan amanah selama lima tahun di DKI jika terpilih nanti. Percaya?, boleh saja. Tapi jika kita menengok ke belakang, Anies tercatat pernah menyatakan menolak jika dipasangkan sebagai Cawapres Prabowo di 2014 lalu, alasannya Anies tidak mau menjadi bagian dari masalah dan Prabowo dinilainya didukung oleh para mafia. Kenyataannya sekarang?. Jadi mungkinkah Prabowo – Anies pada Pilpres 2019 nanti?. Ya mungkin lah.

Dari uraian ini, harapanya dapat menambah perspektif pemilih di DKI Jakarta nanti. Lihat lah lebih jauh, Pilkada DKI tidak hanya berhenti di masalah sara atau politik sembako semata. Tetapi juga memberi kesempatan dan jalan kepada figur untuk menjadi Cawapres 2019. Figur tersebut bisa dari kepala daerah, atau karena kekuatan suara dari pemilih tak menutup kemungkin muncul dari nama profesional, seperti menteri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun