Solskjaer baru bereaksi setelah kebobolan pertama kali dan seperti ingin memasang target minimal seri di laga ini. Hanya saja, target itu digagalkan oleh Young Boys, dan ini yang tidak bisa dielak oleh Solskjaer termasuk para penggemar Man. United.
Pertandingan itu bukan hanya milik Man. United, karena memang sedari awal mereka seperti tidak berniat untuk menguasai pertandingan itu dengan cara terbaik mereka. Hal ini sekilas mirip dengan apa yang terjadi pada Man. United di Liga Champions maupun di Liga Europa musim lalu, yang kemudian berhadapan dengan Villarreal di partai final "Liga Malam Jumat".
Mereka urung tampil dengan cara terbaik, karena mereka cenderung tidak bisa menguasai jalannya laga secara penuh. Bukan soal penguasaan bolanya yang kurang, tetapi bagaimana mereka bisa mengatur ritme pertandingan atau segera bereaksi dengan tepat ketika terjadi perubahan yang diciptakan lawan.
Permasalahan yang terjadi pada Manchester United juga ada di laga antara Malmo vs Juventus. Memang, Juventus berhasil keluar sebagai pemenang dengan skor telak, 0-3. Tetapi, gol itu "hanya" dicetak di satu babak, yaitu babak pertama.
Artinya, apa yang terjadi di laga ini juga seperti di laga Napoli vs Juventus. Bedanya, Juventus kalah 2-1, karena lawannya memang lebih kuat dari Malmo.
Ironisnya lagi, pemandangan seperti ini sudah tercium kuat sejak laga final Liga Champions 2016/17, antara Juventus vs Real Madrid (4/6). Ini menandakan bahwa Massimiliano Allegri masih "orang yang sama" antara saat sebelum pergi dari Juventus dengan saat sesudah kembali ke Turin.
Kemudian, kita perlu kembali menengok laga "reuni tahunan" antara Barcelona vs Bayern Munchen. Minimal, sejak musim 2014/15, dua klub ini cukup sering bertemu di Liga Champions, dan musim 2019/20 adalah pertemuan yang mengerikan bagi Barcelona, karena Lionel Messi dkk. dihajar 2-8 oleh Bayern Munchen (15/8).
Bagaimana dengan musim ini?
Tanpa Messi, Ronald Koeman terindikasi sedang berupaya membuat perubahan, termasuk di laga ini. Bisa dibuktikan dengan susunan pemain dengan formasi yang bisa dikatakan jarang dilakukan Barcelona selama ini, yaitu memasang dua penyerang sejajar.
Bisa dikatakan, Koeman juga ingin mencoba formula yang sedang populer dewasa ini. Terutama ketika Antonio Conte berhasil mereguk sukses dengan dua penyerang favoritnya di Inter Milan, Romelu Lukaku dan Lautaro Martinez.