Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perpres Minuman Beralkohol, Politik Serba Salah atau Pengujian Demokrasi?

6 Maret 2021   14:54 Diperbarui: 6 Maret 2021   17:00 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi minuman beralkohol. Gambar: Shutterstock via Kompas.com

Saya ada di tempat duduk dan pernah bersama orang-orang yang pernah menenggak miras. Saya berpikir bahwa kita duduk bersama dengan minuman masing-masing. Minuman saya belum tentu harus saya bagi ke orang lain, begitu juga sebaliknya, saya belum tentu butuh minuman orang lain.

Atas dasar itu, saya tidak menolak kebijakan itu, sekalipun saya juga tidak menerima kebijakan itu. Kenapa?

Karena, setahu saya tanpa kebijakan itu, minuman beralkohol tetap beredar tidak jauh dari tempat saya duduk. Mereka yang menenggak juga bisa dikatakan "lupa" agamanya apa. Jadi, kenapa minuman beralkohol harus menjadi investasi terbuka (dilegalkan)?

Apakah berarti kalau dilegalkan, harganya semakin terjangkau? Apakah kemudian semua orang berpesta miras, karena negara tidak melarang?

Dari sini, saya mulai berpikir bahwa yang punya pendirian kuat atau lemah itu siapa? Pemerintah atau masyarakat?

Seseorang yang punya pendirian, sekalipun digoda dengan apa pun akan tetap bergeming. Coba tengok film "TENET" (2020). Di sana kita akan tahu kalau seseorang bisa terpilih karena punya pendirian, sekalipun itu tidak menguntungkannya.

Artinya, pendirian itu bukan hanya skala besar, tetapi juga pada skala kecil. Individu-individu yang punya pendirian pasti tidak akan goyah dengan miras yang dilegalkan pemerintah.

Mereka juga punya cara untuk menyelamatkan diri kalau memang mulai tidak nyaman dengan situasi yang memaksa mereka untuk menyentuh miras. Caranya adalah pergi dan menjauh. Bahkan, jika itu harus memutus tali pertemanan.

Teman adalah teman, prinsip adalah prinsip. Tidak bisa selamanya dibaurkan.

Itulah kenapa, ketika saya melihat pemerintah tidak ajek terhadap kebijakannya, justru itu membuat saya berpikir, bahwa jangan-jangan ini adalah pengujian terkait demokrasi di dalam pemerintahan Indonesia. Pemerintah ingin melibatkan aspirasi masyarakat untuk membuat kebijakan di dalam negara, sekalipun harus mengubah-ubah keputusan.

Jika memang itu yang diinginkan, sebenarnya ada cara yang lebih elegan dalam mengajak masyarakat untuk berpartisipasi di dalam pembuatan kebijakan. Cara itu adalah membuatkan rancangan undang-undang atau peraturan yang diterbitkan secara berkala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun