Hal ini berbeda dengan klub medioker yang masih memberikan banyak kesempatan kepada pemain Inggris. Selain karena para pemain itu adalah pemain akademi, juga karena pemain Inggris tidak akan banyak menuntut kepada klub medioker. Bisa mendapat menit bermain reguler saja sudah sangat untung.
Berbeda, jika itu terjadi pada klub besar. Pemain Inggris akan mencoba membuat tuntutan-tuntutan lain, karena mereka juga sebenarnya merasa dibutuhkan untuk kuota pemain homegrown.
Tetapi, yang paling menyebalkan adalah ketika mereka sudah mampu bermain baik selama semusim, maka seolah-olah mereka sudah memenangkan sesuatu. Publik dan khususnya media massa Inggris pun langsung heboh dan menggadang-gadang mereka sebagai pemain hebat, padahal sangat belum.
Ini yang kemudian disayangkan jika seorang Frank Lampard terjebak pada kepentingan identitas, bukan kualitas. Keras kepala memang boleh, tetapi kalau dasarnya hanya karena kepentingan identitas, itu sangat tidak rasional.
Dan, seorang Roman Abramovich jelas tidak peduli dengan itu. Ia hanya ingin melihat Chelsea juara, entah di mana. Karena, dia juga memecat semua manajer Chelsea dengan beragam pencapaian mereka.
Jadi, Lampard sepatutnya bahagia, karena dia telah keluar dari kerangkeng Abramovich. Ia kini bisa mempertimbangkan klub-klub medioker yang pasti akan memperebutkan tandatangannya, dan akan mendukung misinya memberdayakan pemain Inggris.
Deddy Husein S.
Terkait: Kompas.com 1, 2, 3, Goal.com, Bola.com, Detik.com, BTSport.com.
Tersemat: Ayobandung.com dan Panditfootball.com.