Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Frank Lampard dan Pelatih Inggris di Klub Semenjana

28 Januari 2021   15:17 Diperbarui: 29 Januari 2021   19:47 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tujuh dari 10 manajer asing berada di 10 besar klasemen EPL (28/1). Gambar: diolah dari Google/Premierleague

Per 25 Januari 2021, kerjasama Chelsea dengan pelatihnya (manajer), Frank Lampard usai. Keputusan Abramovich terhadap karier Lampard di Stamford Bridge memang menuai kontradiksi di media sosial, tetapi keputusan itu juga terdengar realistis.

Menurut Abramovich, Lampard tetap akan dikenang dan selalu diterima kedatangannya ke Stamford Bridge sebagai legenda klub. Artinya, Abramovich ingin Lampard tidak semakin terpuruk dan menuai olok-olok berdasarkan tren buruknya selama melatih Chelsea.

Sebagai pemilik klub, Abramovich juga dimaklumi mengambil keputusan ini. Dia tentu tidak ingin merugi setelah menggelontorkan banyak uang untuk mendatangkan banyak pemain yang selalu dipatok dengan harga tinggi saat dilirik Chelsea.

Secara sekilas, keputusan ini seperti memberikan penggambaran buruk terhadap Chelsea dan Lampard. Tetapi, sebenarnya ini juga memberi pengaruh terhadap fenomena klub besar Inggris yang sulit dilatih seorang manajer asal Inggris.

Jika khusus menilik pada performa manajer asal Inggris, hanya Lampard yang memiliki posisi lebih baik, yaitu melatih klub besar, Chelsea. Padahal jumlah manajer Inggris di Liga Primer Inggris (England Premier League/EPL) ada 8 orang.

Namun, mereka semua hanya melatih klub semenjana (medioker), hingga klub yang akrab dengan papan bawah. Mereka adalah Dean Smith (Aston Villa), Roy Hodgson (Crystal Palace), Sean Dyche (Burnley), Steve Bruce (Newcastle United), Graham Potter (Brighton and Holve Albion), Scott Parker (Fulham), Sam Allardyce (West Bromwich Albion), dan Chris Wilder (Sheffield United).

Secara posisi Aston Villa yang dilatih Dean Smith terlihat cukup baik. Bahkan, mereka pernah berada di papan atas klasemen sementara musim ini. Namun, apa yang dilakukan Dean Smith dan yang dialami Aston Villa bisa dikatakan sebagai pencapaian yang serupa dengan Sheffield United di musim 2019/20 bersama Chris Wilder.

Saat itu, Chris Wilder mampu membawa Sheffield United sempat mengganggu peta perebutan jatah ke kompetisi Eropa. Tetapi, performa itu gagal dipertahankan Sheffield United di musim 2020/21 yang kini berada di dasar klasemen sementara.

Artinya, pencapaian Dean Smith bisa saja menjadi Sheffield United jilid dua. Atau, paling mentok seperti Everton saat dilatih David Moyes. Mereka akan tetap menjadi klub medioker yang berusaha membuat sengit perebutan jatah ke kompetisi Eropa.

Melihat pemandangan ini rasanya terlalu berlebihan jika berharap bahwa klub Inggris dapat berprestasi dengan manajer asal Inggris. Bahkan, paling mentok tambatannya berada di manajer asal Inggris Raya (Inggris, Wales, Skotlandia, Irlandia Utara).

Ada dua klub yang kini dilatih manajer asal Inggris Raya, yaitu Leicester City dan West Ham United. Leicester City dilatih Brendan Rodgers yang berasal dari Irlandia Utara. West Ham United dilatih David Moyes asal Skotlandia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun