Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Anak Cepat Dewasa", Bukan Itu Masalahnya

21 November 2020   22:01 Diperbarui: 21 November 2020   23:49 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di balik kegembiraan anak-anak, ada yang memiliki... Gambar: Pexels

Saat hal itu terjadi pada anak-anak yang biasanya laki-laki, itu sebenarnya bukan representasi dari anak yang cepat dewasa. Justru, itu adalah representasi anak-anak yang hanya ingin seperti orang dewasa. Apa maksudnya?

Menurut penulis, anak bisa disebut cepat dewasa jika itu berkaitan dengan pola pikir (mindset) bukan hanya tindakan dan pascakejadian (dampak). Jika anak cenderung bertindak saja, tanpa tahu apa penyebabnya, itu namanya masih anak-anak yang belum dewasa.

Berbeda dengan anak yang tahu alasan di balik tindakannya. Misalnya, dia ingin tahu bagaimana rasanya menjadi lelaki dewasa lalu bisa merokok. Apakah enak atau sebaliknya?

Minimal, pola pikirnya seperti itu. Jika kemudian ia berhasil mewujudkannya, maka dia akan menemukan runtutan proses dan logikanya.

Jika ternyata prosesnya mudah, maka dia akan berpikir, bahwa menjadi orang dewasa ternyata mudah. Tapi, jika ternyata sulit, misalnya mendapatkan rintangan dari orang tua atau orang sekelilingnya, maka dia akan berpikir bahwa menjadi orang dewasa ternyata sulit.

Saat seperti itu, kita menemukan satu keping teka-teki yang harus disertakan, yaitu komunikasi dan informasi dari orang tua. Ada yang bilang bahwa orang tua bukan Google. Penulis sepakat dengan "teriakan" itu, tapi idealnya orang tua juga berusaha menyerupai itu.

Memang, bukan soal kesediaan ruang dan waktu seperti Google yang bisa diakses selama 24 jam, melainkan intelijensinya. Orang tua sebaiknya bisa mencapai tingkat "sok tahunya" Google dengan ala dirinya, ala manusia.

Soal waktu dan tempat, orang tua bisa memberikan persyaratan. Misalnya, memberitahu ke anak kalau ingin bertanya, maka jam sekian baru bisa bertanya. Usahakan waktunya juga tepat, yaitu saat orang tua sudah bersantai, sedangkan si anak sudah memastikan bahwa apa yang dia tanyakan sangat penting--bagi si anak.

Biasanya, pertanyaan yang penting akan sulit dilupakan. Berbeda kalau pertanyaannya masih remeh-temeh. Diganggu dengan menguap saja, bisa hilang.

Saat penulis masih anak-anak, waktu bercengkerama dengan orang tua adalah saat menjelang tidur. Atau, kalau ingin tahu jam pastinya, sekitar pukul 19.00. Jam ini menyesuaikan usia. Semakin gede, bisa lebih malam, begitu pun sebaliknya.

Pertanyaan yang penulis miliki pun cenderung penting-penting. Seperti, "Mengapa saya tidak boleh merokok? Kenapa si X tadi sore 'ditato' punggungnya dengan sabuk bapaknya?" dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun