Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Alfred Riedl dan Sekali Tepuk Nyamuk Berjatuhan

19 September 2020   12:06 Diperbarui: 19 September 2020   12:13 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alfred Riedl. Gambar: Goal.com

Tentu, kita sempat tahu apa yang dilakukan oleh pemain-pemain berlabel timnas yang ternyata tidak melakukan kedisiplinan. Salah satunya dengan makanan.

Sebenarnya hal ini juga terjadi pada sosok senior bernama Bambang Pamungkas. Meski saya secara pribadi menjadikannya sebagai idola di lapangan, namun dalam hal kuliner, saya mengkritisinya.

Bukan karena dirinya tidak boleh menjadi "duta kuliner" untuk warung-warung khas di berbagai daerah. Tetapi alangkah baiknya tidak untuk ketika ia menjadi pemain profesional.

Memang sepak bola juga identik dengan travelling, tetapi sebaiknya tidak untuk wisata kuliner. Kalaupun ada, carilah kuliner yang memang sangat direkomendasikan untuk atlet, bukan untuk masyarakat umum penyuka pedas, gorengan, dan lainnya.

Masyarakat umum bahagia, tetapi bagaimana dengan generasi pesepakbola yang bermimpi ingin sepanggung (misalnya) dengan Lionel Messi?

Memang, dalam hal ini kita bisa melakukan komparasi dengan kebiasaan pesta pesepakbola internasional ketika jeda musim kompetisi atau pasca musim kompetisi digelar. Bahkan, ketika sebuah klub meraih gelar, maka mereka akan mengadakan pesta.

Contohnya sudah sangat jelas seperti Liverpool yang di musim 2019/20 berhasil "buka puasa" setelah 30 tahun "menunaikan puasanya". Seolah balas dendam, mereka segera melakukan perayaan*--if you know what I mean, padahal esoknya masih ada laga-laga lain yang harus dihadapi.

Ini contoh buruk yang kemudian seolah menjadi pembenaran bagi pelaku sepak bola profesional di Indonesia juga. Nahasnya yang baik-baik belum mampu ditiru, tetapi yang buruk-buruk cepat sekali ditiru, dan ini di level profesional.

Jika di level profesional dan senior saja sudah demikian, bagaimana dengan yang junior atau yang masih di SSB? Apakah mereka akan dengan senang hati makan nasi bungkus seperti saya yang hanya tiap hari duduk dan mengetik, sedangkan mereka harus berlari minimal 100 meter dengan kecepatan rata-rata 30 km/jam.

Mending mereka pensiun segera dan menjadi penulis bola yang ahli, daripada bermain bola yang bergaji berjuta kali lipat dari saya, tapi mereka masih ingin makan makanan yang seharusnya mereka baru nikmati saat pensiun. Inilah yang disayangkan ketika ada figur publik yang gagal memberikan contoh yang baik.

Memang, kita patut berpikir maklum bahwa semua orang punya celah di dalam segala tindakannya, tetapi lebih baik tidak dipublikasikan. Itulah guna self control tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun