Artinya, untuk mampu mendekati posisi zona Eropa, Arsenal harus mengalahkan si tuan rumah. Bahkan syarat ini susah untuk ditawar. Karena laga ini adalah kesempatan yang akan sulit dicari gantinya, jika mengingat tinggal ada 5 laga sisa.
Jika dilihat dari logika hasil pertandingan pasca kekalahan dari Brighton, Arteta justru tidak segera melakukan perubahan pada skema permainan saat bertemu Soton. Baru momen Piala FA yang dijadikan titik balik untuk Arsenal agar dapat memainkan sepak bola dengan cara yang bisa saja tidak diduga lawan-lawannya.
Memang, ada sedikit skeptis untuk membayangkan Arsenal dapat lolos ke final Piala FA, karena lawannya di semifinal nanti adalah Manchester City (18/7). Namun, dengan parade kemenangan di 4 laga beruntun tersebut, Arsenal bisa membangun kepercayaan diri.
Bahkan, kalaupun The Gunners gagal melaju ke final, mereka tetap bisa melanjutkan upaya mendaki tangga klasemen agar lolos ke zona Eropa. Karena peluang mereka untuk memperbaiki posisi di klasemen liga lebih memungkinkan jika mengingat terjadi dinamika yang tinggi pada semua klub menjelang fase akhir kompetisi.
Namun, jika ini adalah pemikiran Gooners, maka masih ada harapan bahwa Arsenal dapat menyingkirkan Manchester City dan berupaya menjaga riwayat mereka sebagai pemilik gelar Piala FA terbanyak. Bisa saja pemikiran ini menjadi bagian dari rencana Arteta.
Arteta boleh menjadi si kacang yang tak lupa dengan kulitnya, namun dia juga harus menjadi pemenang dan juara di kemudian hari--bahkan dengan mengalahkan gurunya. Sebagai orang yang pasti pernah belajar dari orang lain, sangat wajar jika Arteta harus tetap menjaga komunikasi dengan Guardiola.
Tinggal, kita yang menunggu bagaimana rangkaian implementasi dari hasil komunikasi tersebut untuk masa depan Arsenal yang lebih baik bersama Arteta. Siap menjadi saksinya?
Malang, 4-5 Juli 2020
Deddy Husein S.
Berita terkait: