Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Haruskah Guardiola ke Juventus?

14 Februari 2020   16:31 Diperbarui: 14 Februari 2020   16:54 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eks pelatih Barcelona dan Bayern Munchen ini diisukan ke Juventus untuk menggantikan Sarri. Sumber gambar: Kitakini.news

Sejak klasemen Serie A dapat dihuni Inter Milan dalam beberapa waktu sebelumnya (di paruh awal musim), posisi Maurizio Sarri di Juventus sebenarnya sudah terlihat kurang baik. Hal ini dikarenakan permainan Juventus yang terlihat tidak terlalu menjanjikan meski mereka dapat memenangkan pertandingan.

Disebut pragmatis, penguasaan bola mereka nyaris selalu unggul dibandingkan lawan-lawannya. Disebut dominan, tapi tidak banyak mencetak gol, begitu pula dengan lini belakang mereka yang dapat kebobolan, dan berakibat skor di beberapa pertandingan terlihat tipis.

Meski kedigdayaan mereka di Serie A masih terlihat dan terbukti torehan poinnya dengan susah payah disamakan oleh Inter Milan. Tetapi, secara permainan, mereka seperti tidak memiliki ciri istimewa. Ini yang membuat Juventus seperti hanya memanfaatkan kualitas para pemainnya secara individu untuk berkreasi di lapangan.

Apakah kemudian Sarri dianggap bukan pelatih hebat?

Seharusnya tidak demikian. Bersama Napoli, Sarri mampu merepotkan Juventus dalam beberapa musim terakhir, sebelum akhirnya Sarri ke Chelsea. Begitu pula saat di Chelsea, dia mampu meraih trofi Liga Eropa dengan mengalahkan sang calon kuat, Arsenal yang saar itu masih bersama Unai Emery, si pelatih penguasa "Liga Malam Jumat".

Baca juga: Akankah Sarri bertahan atau terdepak?


Artinya, Sarri tidak begitu buruk. Bahkan, sebenarnya dia sangat pantas melatih klub seperti Juventus. Karena dia memiliki karakter keras dan itu akan sangat bagus untuk mengelola para pemain Juventus yang memiliki reputasi bagus secara individu sebelum bersama peraih gelar scudetto dalam 8 musim beruntun tersebut.

Ditambah dengan keberadaan para pemain senior yang pastinya akan memiliki peran tersendiri yang biasanya dapat memberikan sumbangsih ide dan pengalamannya saat meraih scudetto bersama para pelatih pendahulu kepada Sarri. Momentum Sarri ke Juventus sebenarnya sudah tepat.

Hanya, ada kendala di luar kendali Sarri bersama Juventus, yaitu upaya bangkitnya para rival mereka. Publik pun semakin menyoroti kebangkitan Inter Milan ketika mereka mampu menghadirkan pelatih pemberi gelar buka puasa Juventus di Serie A, Antonio Conte.

Conte dengan pengalamannya meraih gelar juara liga bersama dua klub berbeda (Juventus dan Chelsea) jelas memberikan tekanan kepada Juventus, termasuk Sarri. Padahal keinginan Juventus adalah merealisasikan misi mereka untuk meraih gelar ke-9 secara beruntun dengan pelatih yang haus pembuktian, khususnya di Serie A.

Baca juga: Duel Sarri vs Conte


Tanpa diungkap langsung oleh Sarri, publik tentu sudah mengetahui targetnya sebagai salah satu pelatih senior di Italia yang ingin meraih juara di level tertinggi di negaranya. Jika bersama Napoli, batu besar yang menghadang langkahnya adalah Juve, maka saat ini dia harus berada di Turin untuk meraih mimpinya.

Ambisi besar itu adalah suatu hal positif bagi Juventus, dan "Si Nyonya Besar" tentu harus merengkuh potensi tersebut untuk membuat mereka semakin dominan. Namun, harapan itu ternyata tak berjalan dengan mulus.

Bahkan, tidak hanya Inter dan Conte yang dapat menjadi hadangan terbesar Juve, namun juga klub lain, seperti Lazio. Di musim ini, Lazio juga mampu tampil bagus dan membuat raihan poinnya hanya beda tipis dengan Inter dan Juventus yang secara berurutan berada di posisi pertama dan kedua dengan poin sama.

Melihat situasi tersebut, langkah Juventus untuk meraih gelar ke-9 dengan cara nine-streak pasti akan menemui hambatan. Ditambah dengan misi besar dari klub-klub lain untuk menyamakan level dengan Juventus.

Tidak dipungkiri bahwa parameter seluruh klub Serie A saat ini adalah Juventus. Juventus juga menjadi musuh utama semua klub di Serie A. Ada semangat besar bagi lawan-lawannya untuk dapat menjegal Juventus seperti yang dilakukan oleh Hellas Verona di pekan 23 kemarin.

Situasi ini juga merembet ke kompetisi lain, yaitu Coppa Italia. Perlu diketahui, bahwa mereka adalah salah satu semifinalis Coppa Italia 2020. Mereka berhadapan dengan AC Milan dan saling jegal untuk lolos ke partai puncak menantang pemenang antara Inter Milan atau Napoli.

Baca juga: Bersama Gattuso, Napoli Unpredictable


Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa Juventus harus tertahan di markas AC Milan dengan skor 1-1. Namun, itu bukan akhir, karena masih ada leg kedua dan akan berlangsung di Allianz Stadium, Turin. Jika Cristiano Ronaldo dkk. dapat mengalahkan AC Milan atau unggul agregat, maka ini masih menjadi momen bagus bagi Sarri bersama Juventus.

Namun, apakah kebersamaan itu akan tetap berlangsung meski mampu juara Coppa Italia? Bagaimana jika Juve malah kalah di final dan apalagi dikalahkan Inter?

Begitu pula dengan langkah mereka di Serie A. Memang masih ada lebih dari 10 pekan yang akan dilalui. Namun, jika Juventus gagal mempertahankan titel juara Serie A, maka peluang Sarri untuk bertahan di Turin semakin mengecil.

Lalu, apakah perlu ada pergantian pelatih? Apakah benar jika penggantinya adalah Josep "Pep" Guardiola? Mengapa harus dia?

Pep Guardiola terbilang sukses di Manchester City. Sumber gambar: FCNaija.com
Pep Guardiola terbilang sukses di Manchester City. Sumber gambar: FCNaija.com

Jika memang penggantinya adalah Pep Guardiola, itu adalah keputusan yang tepat bagi petinggi Juventus. Pertama, karena dirinya memiliki reputasi lebih tinggi dari Sarri dengan keberhasilannya meraih juara di tiga liga yang berbeda, ditambah dengan raihan trofi Liga Champions-nya bersama Barcelona.

Kedua, karena dirinya adalah pelatih yang pernah berperang strategi dengan Antonio Conte di dua musim Premier League, dan dia dapat menyaingi torehan gelar EPL Conte dengan "skor" 1-1. Conte juara di musim debutnya, Pep di musim keduanya dan dilanjut di musim berikutnya -tanpa Conte. Inilah yang akan membuat Inter Milan kembali terancam ketika mereka sedang berupaya membuat momentum kebangkitan dan menghalangi dominasi Juventus bersama Conte.

Ketiga, karena sosok yang selalu ingin mendominasi kompetisi adalah Pep Guardiola. Hal ini tak hanya divisualisasikan dengan filosofi permainan, namun juga pemilihan pemain yang diinginkan. Pep pasti menginginkan perannya sebagai pelatih yang dapat memilah dan memilih pemain di dalam skuadnya, tidak hanya menerima pemain yang sudah ada.

Bahkan, di Manchester City, dirinya pernah membiarkan Sergio Aguero membuktikan diri sebagai penyerang terbaik The Citizens dengan menghadirkan penyerang lain yang dapat mengusik kemapanan posisinya di starting line-up. Inilah yang akan membuat Juventus tidak hanya memanfaatkan skill individu para pemainnya, namun juga kemampuan para pemain dalam menjalankan taktik dari pelatih.

Meski banyak sisi positif bagi Juventus, kehadiran Pep Guardiola juga akan membuat adanya gejolak, khususnya di dalam skuad I Bianconeri. Siapa saja yang akan tidak tenang dan hengkang dari Turin?

Pertama adalah Giorgio Chiellini. Meski, dirinya adalah salah satu pemain senior dan mengemban ban kapten selain Leonardo Bonucci. Namun, dirinya dipastikan akan tersingkirkan karena faktor usia dan keinginan Pep untuk bermain dengan bek-bek yang lebih kalem dan fokus dengan permainan.

Artinya pemain utama di lini belakang dipastikan akan diisi oleh Leonardo Bonucci dan Mathijs De Ligt. Juve pun pasti akan mendatangkan bek baru yang diinginkan Guardiola.

Kedua adalah Cristiano Ronaldo. Memang ini terlihat mengejutkan dan bukan semata-mata karena sentimentil jejak mereka di El Clasico, melainkan karena karakter dan bagaimana pemain dan pelatih berbagi peran.

Di musim pertama, Pep pasti akan menerima CR7. Dikarenakan Ronaldo adalah pemain bintang. Dia pasti akan memberikan sebongkah harapan kepada Pep untuk dapat meraih trofi Liga Champions lagi.

Ronaldo cetak gol melalui titik putih ke gawang Donnarumma di semifinal leg 1 Coppa Italia dini hari tadi (14/2). Sumber gambar: Goal.com
Ronaldo cetak gol melalui titik putih ke gawang Donnarumma di semifinal leg 1 Coppa Italia dini hari tadi (14/2). Sumber gambar: Goal.com

Namun, di sisi lain, Pep diprediksi akan merasa terusik jika Ronaldo tidak mampu menahan egonya sebagai pemain senior dan pemain bintang untuk berbicara keras di ruang ganti. Pep tipikal pelatih yang menyukai pemain-pemain yang tak banyak bicara seperti Messi, Iniesta, Xavi, Puyol, dan David Silva.

Ini akan berbeda jika harus bertemu dengan Ronaldo yang lebih vokal dan penuh percaya diri dan dapat menenggelamkan kharisma Pep. Situasi yang nyaris serupa dengan Real Madrid saat dilatih Zinedine Zidane.

Meski kolaborasi legenda dan pemain bintang tersebut membawa keberhasilan, namun ada semacam ketergantungan maupun kesulitan bagi sosok yang keras seperti Zidane saat memiliki pemain yang juga tak kalah kerasnya dalam bermain dan menyita perhatian publik seperti sang kapten Portugal itu.

Sebenarnya kolaborasi Pep dan CR7 akan sangat menarik. Namun, hal ini akan mempertaruhkan pengorbanan besar bagi keduanya untuk membuat Juventus semakin berjaya.

Guardiola diprediksi memang dapat membantu CR7 meraih harapan memenangkan juara sebanyak mungkin bersama Juventus sebelum pensiun. Begitu pula CR7 yang diprediksi dapat memuluskan misi Pep untuk menjadi pelatih terbaik di dunia yang semakin tak terbantahkan.

Namun, akankah kesuksesan itu dapat diraih secara cepat dan bertahan lama?

Bisa saja tidak. Karena, Pep bukan pelatih yang mampu langsung dominan di segala kompetisi. Filosofi Pep juga akan menemui kejenuhan, seperti era Barcelona di masa akhir kepelatihannya, dan di musim ketiganya (2019/20) bersama Manchester City yang mulai keteteran.

Itulah yang patut dimengerti oleh Juventus dan publik penikmat bola. Kehebatan Guardiola tak selamanya dapat dinikmati. Meski kehadirannya di Serie A diprediksi akan membuat Italia semakin naik pamor.

Begitu pula bagi Juventus. Kehadirannya di Turin juga akan membuat karir pemain-pemain seperti Paulo Dybala dan Juan Cuadrado pasti terselamatkan. Mereka butuh sosok jenius seperti Pep untuk mengembangkan kapasitas mereka.

Khususnya Dybala, dirinya pasti akan memilik peluang menjadi calon peraih Ballon d'Or di masa depan, jika dilatih Guardiola. Jadi, akankah Juventus benar-benar akan mendaratkan Pep Guardiola?

Malang, 14 Februari 2020

Deddy Husein S.

Berita terkait:

Gilabola.com, Goal.com 1, Goal.com 2, Bola.Tempo.com, CNNIndonesia.com. Bleacherreport.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun