Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jokowi dan Ahok adalah Representasi Wajar dari Kerja Sama

28 November 2019   18:00 Diperbarui: 28 November 2019   18:06 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Jokowi (Presiden RI) dan Ahok (Gubernur DKI) ketika keduanya sudah berganti status. (TEMPO.co)

Jika si A dan si B atau si C menyatakan pro-kontranya, maka saya akan menyatakan bahwa apa yang terjadi pada Erick Tohir dan Ahok adalah suatu hal yang biasa dalam hubungan kerja sama. Memang, Erick Tohir belum pernah intim bekerjasama dengan Ahok. Namun, atasannya (baca: presiden) sudah pernah bekerjasama dengan Basuki Tjahaja Purnama (BTP).

Betul, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ahok/BTP pernah bekerjasama dalam memimpin Provinsi DKI Jakarta, sebelum Jokowi dicalonkan sebagai presiden. Melalui pengalaman itu, Jokowi tentu paham dengan pola kerja Ahok. Apalagi, pasca terpilihnya Jokowi sebagai Presiden RI, tampuk kekuasaan (Gubernur DKI) dipegang oleh Ahok.

Dari situlah, masyarakat juga mulai mengenal sepak terjang Ahok lebih dekat, meski tetap saja Jokowi yang lebih mengetahuinya. Jokowi pula yang diduga memberikan saran terhadap pemilihan Ahok sebagai Komisaris Utama (Komut) Pertamina kepada Erick Tohir. Kalaupun tidak, pasti Erick Tohir tidak akan ragu menunjuk Ahok. Mengingat dirinya juga pasti mengetahui etos kerja Ahok saat menjabat sebagai Gubernur DKI.

Kini, Ahok menjadi Komut Pertamina (di bawah naungan BUMN) yang mana menurut Dahlan Iskan adalah pekerjaan yang tak sepenuhnya berat jika dibandingkan ketika berposisi sebagai direktur utama (dirut). "Komut tidak seberat dirut. Pekerjaan komut adalah pengawas. Mengawasi direksi. Ia mengawasi. Bukan menjalankan," kata Dahlan dilansir dari Kompas.com (28/11).

Jika seorang eks Menteri BUMN seperti Dahlan Iskan percaya dengan kapasitas Ahok. Maka, tidak mengherankan jika Ahok dapat kembali bekerja di bawah kepemerintahan Jokowi. Karena, diantara mereka sudah saling mengenal pola kerja masing-masing dan tentunya saling menaruh kepercayaan. Sehingga, kabar terpilihnya Ahok menjadi Komut Pertamina seharusnya tidak menuai banyak perdebatan.

Memang, soal rekam jejaknya dalam mengelola badan-badan usaha di bawah naungan BUMN belum teruji. Namun, kita perlu mengingat lagi bahwa latarbelakang Ahok sebelum menjadi politikus dan eks Gubernur DKI Jakarta adalah pengusaha. Sehingga, tidak mustahil baginya untuk memegang peran sebagai pengawas dari kinerja orang-orang Pertamina. Lha wong, sama-sama perusahaan, bukan?

Soal kembalinya Ahok di lingkaran kepemimpinan Jokowi juga bukan suatu hal yang perlu diperdebatkan. Karena, dewasa ini kita juga sering diperlihatkan sistem kerja sama yang tak menampik faktor relasi. Seperti yang pernah saya ulas dalam sebuah artikel tentang Joko Anwar.

Seperti yang diketahui banyak orang bahwa Joko Anwar sering melibatkan aktor-aktor yang pernah bekerjasama dengannya di film-film sebelumnya. Sebut saja Ario Bayu, Rio Dewanto, hingga yang paling sering dibicarakan netizen adalah Tara Basro.

Dari contoh real ini, kita bisa melihat bahwa kerja sama yang terjadi antara orang-orang yang sama itu bukanlah hal yang dilarang. Apalagi jika itu menjamin kualitas, maka kenapa tidak? Seharusnya ini yang lebih penting untuk dipertimbangkan. Bukan soal siapa, melainkan apa yang dapat dihasilkan dari kerja sama diantara orang-orang tersebut.

Jika DKI Jakarta pernah dianggap bagus progresnya ketika dipimpin oleh Jokowi dan Ahok, maka kenapa tidak untuk melihat kembali dua orang itu bekerjasama dalam lingkup yang lebih besar lagi; NEGARA.

Seperti yang saya tulis di artikel tentang Pak Ciputra, bahwa Indonesia perlu orang-orang yang banyak bekerja daripada hanya berbicara di media massa. Inilah yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dan representasinya adalah Jokowi dan Ahok. Mereka tidak banyak bicara -meski selalu update di akun medsosnya, namun selalu terlihat sedang melakukan sesuatu.

Apa yang dikabarkan melalui akun medsos pribadinya sebenarnya bukanlah simbolisasi mentah dari aksi cuap-cuap. Melainkan dokumentasi dari apa yang sudah dilakukan (oleh Jokowi/pemerintah) dan itu sangat wajar. Masyarakat perlu tahu dan itulah pola yang diinginkan masyarakat juga; TRANSPARANSI.

Inilah yang kemudian akan semakin bagus jika dilakukan oleh tak hanya satu orang (misalnya hanya Jokowi) melainkan oleh dua orang (bersama Ahok) atau lebih. Jika kerja sama antara Jokowi dan Ahok kembali terjadi, maka yang perlu kita lakukan adalah memastikan bahwa kerja sama itu akan menghasilkan sesuatu yang positif bagi negara. 

Terlepas dari perihal keintiman keduanya yang terasa seperti simbolisasi politik akomodatif dan sejenisnya -yang acapkali dilontarkan oleh pihak-pihak kontra terhadap penunjukan Ahok sebagai Komut PT PERTAMINA.

Selamat bekerja kembali (untuk negara) Pak Ahok! Semoga kehadiranmu memberikan progres positif bagi Indonesia.

Malang, 28 November 2019
Deddy Husein S.

Berita terkait:

Kompas.com 1, Kompas.com 2, Liputan6.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun