Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pesan-pesan Penting dari Film Lawas "My Name is Khan"

14 Agustus 2019   15:02 Diperbarui: 14 Agustus 2019   15:14 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film garapan Karan Johar ini selalu hadir di tv Indonesia setiap tahun. (Culture.affinitymagazine.us)

Sudah bukan suatu tontonan yang asing bagi masyarakat Indonesia, ketika disinggung tentang keberadaan film Bollywood. Film-film yang diproduksi dari India itu memang selalu hadir di layar hiburan masyarakat Indonesia termasuk di layar televisi. Biasanya film-film Bollywood yang ditayangkan oleh stasiun-stasiun tv swasta nasional adalah untuk mengisi hari libur masyarakat, khususnya saat hari raya. Seperti Idul Fitri dan Idul Adha yang dirayakan oleh umat muslim di Indonesia.

Karena kemiripan budaya dan isu-isu sosialnya, maka masyarakat Indonesia tidak menampik jika ada film-film Bollywood yang dapat dinikmati sekaligus menjadi inspirasi bagi pemirsanya. Dari film-film lama hingga yang terbaru, India selalu mampu menghadirkan tontonan yang relevan dan menginspirasi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah film lama yang berjudul "My Name is Khan".

Film ini diluncurkan pada tahun 2010 dan menjadi salah satu film yang sangat "menohok" masyarakat dunia. Artinya, film ini mampu memberikan dampak kepada masyarakat internasional termasuk di Indonesia. Bahkan film ini bisa menjadi salah satu bahan kajian tentang bagaimana realitas yang terjadi di masyarakat dunia dalam melihat dan menilai keberadaan imigran sekaligus perbedaan agama.

Isu tentang imigran sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Rusia, dan lain-lain. Uniknya, di film tersebut, Amerika Serikat dijadikan sebagai latar tempatnya. Entah karena Amerika Serikat saat itu dipimpin oleh Barrack Husein Obama, atau memang karena Amerika Serikat saat itu juga ingin move on dengan tragedi World Trade Centre (WTC).

Suatu hal yang dapat diakui dari keberadaan film ini sebelum merujuk pada jalan ceritanya adalah bagaimana India melalui industri filmnya dapat meyakinkan publik Amerika Serikat untuk dapat menjadi latar tempat dan ceritanya. Hal ini tentu perlu diapresiasi terlebih dahulu dan dapat menjadi sebuah pembukaan terhadap kaca mata masyarakat dunia (dan Indonesia). Bahwa, tidak selamanya film yang mencoba mengangkat realitas (meski sudah dibumbui dengan kefiksian) akan menjadi kontroversi.

Film tersebut juga menjadi bukti bahwa tontonan yang mengandung SARA juga tak selamanya berdampak negatif. Lebih tepatnya, berpotensi memicu perpecahan. Justru film seperti My Name is Khan ini dapat membukakan mata kita ke dalam realitas masyarakat secara apa adanya dan adil.

Salah satu adegan di film tersebut yang mengambil sudut kecurigaan aparat keamanan terhadap pendatang/imigran. (Sinematurk.com)
Salah satu adegan di film tersebut yang mengambil sudut kecurigaan aparat keamanan terhadap pendatang/imigran. (Sinematurk.com)
Adil di sini lebih merujuk pada keberanian mengambil sudut-sudut negatif dari kedua belah pihak yang berbeda (antara muslim dan non-muslim) dan mengambil pula sudut-sudut positif dari kedua belah pihak tersebut. Artinya, perbedaan itu bukan suatu hal yang buruk.

Dari sini kita dapat masuk ke dalam garis besar ceritanya. Memang, hampir semua masyarakat dewasa di Indonesia sudah tahu dan bahkan hafal dengan jalan cerita My Name is Khan. Karena, film ini sangat sering ditayangkan setiap momen liburan (bahkan baru saja tayang saat Idul Adha kemarin). Namun, di sini kita tetap mencoba menunjukkan kembali adegan-adegan di film yang dibintangi Shah Rukh Khan (Rizwan Khan) dan Kajol (Mandira Khan) ini untuk dikorelasikan dengan pesan-pesan yang bermakna untuk pemirsanya.

Pesan pertama yang dapat kita ambil adalah manusia yang ada di Bumi ini hanya dibedakan oleh manusia jahat dan manusia baik. Hal ini dapat dilihat dari adegan Rizwan kecil dengan ibunya. Dari ajaran sang ibu itulah, Rizwan dewasa kemudian dapat menerima perbedaan (agama dan ras).

Perbedaan yang diterima oleh Rizwan pun dapat terlihat dari pernikahannya dengan Mandira yang beragama Hindu. Secara ras memang keduanya sama, namun secara agama mereka berbeda dan ini sempat menjadi pertentangan. Namun, Rizwan mampu membuktikan bahwa pernikahannya tidak merusak "tatanan" kemanusiaan.

Dari sini kita dapat mengambil pesan lagi bahwa cinta di antara manusia itu bisa tumbuh berdasarkan kebaikan yang dilakukan oleh masing-masing tanpa harus melihat dulu apa agamanya. Apakah kita perlu mengetahui agama si "hamba Allah" yang menyumbangkan bantuan ke korban bencana alam di Indonesia kemarin (di Aceh, Yogyakarta, Palu, NTB, Lampung, dll)? Apakah kita harus menolak sumbangan sesama masyarakat Indonesia ketika praktik kebaikan itu hanya berdasarkan agama?

Praktik-praktik kebaikan itulah yang sebenarnya menumbuhkan rasa cinta, alih-alih hanya berlandaskan kesamaan agama. Karena, belum tentu agama A atau B seratus persen menaungi orang-orang baik. Bisa saja agama A dimiliki orang baik di satu tempat, namun di tempat lain dapat dimiliki orang jahat. Begitu pula di agama B, C, D, dan lain-lain.

Adegan ibu dan Rizwan kecil (1). (Culture.affinitymagazine.us)
Adegan ibu dan Rizwan kecil (1). (Culture.affinitymagazine.us)

Pesan lainnya adalah pentingnya peran orangtua dalam mendidik anaknya dan membuat si anak tumbuh menjadi orang yang baik. Terlepas dari apapun agamanya, ketika orangtuanya mampu mendidik anaknya secara logis tentang kebaikan (dengan contoh gambar pemberi permen lolipop) dan kejahatan (contoh orang yang hendak memukul Rizwan), maka si anak juga akan mempertahankan pemahaman itu sampai dewasa.

Adegan ibu dan Rizwan kecil (2). (Culture.affinitymagazine.us)
Adegan ibu dan Rizwan kecil (2). (Culture.affinitymagazine.us)
Selain itu, orangtua harus mampu bertindak adil meski tidak sama. Kasih sayang ibu bisa terlihat besar kepada Rizwan (dibandingkan Zakir) bisa jadi karena Rizwan adalah anak yang "istimewa" (memiliki sindrom Asperger). Kekurangannya bisa menjadi kelebihan ketika orangtuanya mampu mendidiknya dengan baik (menyesuaikan medianya) dan benar (tetap dengan ilmu tinggi dan kedisiplinan).

Rizwan Khan di adegan dalam masjid. (Sinematurk.com)
Rizwan Khan di adegan dalam masjid. (Sinematurk.com)
Didikan itulah yang kemudian menjadi tanda bahwa kekurangan yang dimiliki Rizwan tetap diterima dengan lapang dada oleh orangtuanya (ibu). Itulah yang kemudian menghasilkan sosok Rizwan yang seolah tetap dapat hidup normal meski harus lebih struggle.

Mandira yang dapat menjadi sosok penting di balik perjuangan Rizwan dan kedewasaan Sam (anaknya). (Sinematurk.com)
Mandira yang dapat menjadi sosok penting di balik perjuangan Rizwan dan kedewasaan Sam (anaknya). (Sinematurk.com)
Jika kita selama ini (saat menonton My Name is Khan) hanya terpaku pada konflik agamanya, maka di sini kita lebih menarik pesan yang ada dari film ini berdasarkan peran ibu terhadap anak. Bagaimana sosok ibu Rizwan dan Mandira (terhadap Sam) dapat menghasilkan sosok-sosok yang "dewasa". 

Hal ini dapat dilihat dari Rizwan yang tetap mampu mengayomi sang adik (Zakir) meski dirinya sadar akan keterbatasannya. Begitu pula pada Sam yang mampu memaafkan dirinya dan ayahnya (Rizwan) di adegan yang berlatar tempat lapangan basket.

Salah satu adegan di film My Name is Khan pasca tragedi 11/9. (Culture.affinitymagazine.us)
Salah satu adegan di film My Name is Khan pasca tragedi 11/9. (Culture.affinitymagazine.us)
Terkhusus pada Sam, kita bisa mengacungi jempol pada tokoh ini. Karena, dia memiliki kedewasaan dalam menerima sosok ayah baru pada diri Rizwan. Di realitas sekitar, tentu tidak banyak hal ini dapat terjadi.

Begitu pula ketika dirinya harus dijauhi oleh temannya Reese. Dia marah dan tidak tahu harus menyalahkan siapa. Hingga akhirnya, dia harus membentak ayahnya pasca pulang sekolah. Namun, di malam harinya dia meminta maaf kepada ayahnya.

Tentu praktik ini juga tidak mudah untuk dilihat di realitas. Karena meminta maaf kepada orang lain, sekalipun itu orang di dalam rumah (keluarga), biasanya tetap sulit. Perlu kebesaran hati untuk mengakui diri sendiri salah dan patut meminta maaf.

Adegan Rizwan, Mandira, dan Sam. (Imdb.com)
Adegan Rizwan, Mandira, dan Sam. (Imdb.com)

Inilah yang kemudian harus diserap oleh penonton film My Name is Khan, terlepas dari isu konflik agama yang dapat menyadarkan kita terhadap intisari dari keberadaan manusia. Kita juga harus mengakui bahwa film ini sangat menyadarkan kita bahwa peran orangtua sangat vital terhadap karakter seseorang itu ketika dewasa. 

Terlepas dari apapun agamanya, pada akhirnya kebaikan dan kejahatan itu tidak berdasarkan agama, melainkan bagaimana orangtuanya mampu mendidik anak-anaknya untuk kelak dapat menerima adanya perbedaan.

Jadi, akankah kita masih berpikir bahwa tindakan seseorang (baik-buruknya) itu berdasarkan apa agamanya? Jika iya, sebaiknya tontonlah film lawas, "My Name is Khan".
Selamat menonton!

Malang, 13-14 Agustus 2019
Deddy Husein S.

Bacaan tentang My Name is Khan:
Tanggapan Paulo Coelho tentang Shah Rukh Khan di My Name is Khan. (Movies.ndtv.com) dan Relevansi film My Name is Khan. (Huffpost.com).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun