Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Saya Rangking Berapa?

2 Juli 2019   07:21 Diperbarui: 2 Juli 2019   07:24 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peringkat di dalam raport siswa. (Sekolah.click)

Situasi pembagian raport lainnya. (Sdkgadingserpong.bpkpenaburjakarta.or.id)
Situasi pembagian raport lainnya. (Sdkgadingserpong.bpkpenaburjakarta.or.id)


Inilah yang membuat para orangtua menanyakan ranking anaknya ketika bertemu guru pertama kali dalam momen pembagian raport. Selain karena akan menjadi bahan diskusi singkat antara guru dengan orangtua siswa, informasi tentang ranking juga akan menjadi bahan obrolan ngalor-ngidul para orangtua ketika saling bertemu, baik saat momen pembagian raport -menyinggung ranking semester sebelumnya- ataupun pasca pembagian raport -menindaklanjuti hasil belajar yang terbaru.

Bagi beberapa orangtua, membicarakan ranking akan hanya menjadi basa-basi untuk memulai interaksi dengan orangtua siswa lain. Namun, bagi beberapa orangtua, membicarakan ranking artinya akan menimbulkan tekanan pada masing-masing orangtua yang kemudian berimbas pada anak-anaknya.

Karena, perbincangan ranking itu pada akhirnya akan menular pada para siswanya, yang kemudian akan menimbulkan adanya gesekan dari masing-masing siswa. Bagi yang nilainya tinggi, dia akan merasa paling pintar dan harus disegani oleh teman-temannya. Sedangkan bagi yang nilainya rendah, dia akan merasa lemah, bodoh, dan lain sebagainya.

Inilah yang membuat atmosfer di sekolah tidak selamanya bagus, dan juga tidak selamanya dapat diketahui oleh guru apalagi para orangtua siswa. Dari sini, kemudian muncul kabar bagus, yaitu, sistem ranking dihapus. Sehingga, para siswa ataupun orangtua hanya akan melihat jumlah nilai dan biasanya akan membuat orangtua tidak sepenuhnya mengetahui persis urutan peringkat anaknya maupun siswa lainnya.

Perubahan ini juga membuat tindakan orangtua juga berbeda. Mereka yang biasanya lebih pragmatis dengan hanya berpatok pada ranking, maka kini, mulai lebih detil dalam melihat hasil belajar anaknya masing-masing dengan membaca setiap nilai yang ada di masing-masing mata pelajaran.

Dari sini, orangtua rata-rata akan mulai tahu tentang kelebihan dan kekurangan anaknya masing-masing. Biasanya mereka tidak akan tinggal diam pasca membaca nilai-nilai tersebut. Namun, kali ini penulis tidak akan membahas tentang tindakan para orangtua pasca mengetahui lebih rinci tentang nilai-nilai di setiap mata pelajaran tersebut.

Penulis akan melanjutkan pada pertanyaan terakhir; mengapa bisa muncul pertanyaan ranking?

Pertama, jika waktu itu masih di kurikulum lama yang menerapkan sistem ranking di tiap akhir semester. Maka, pertanyaan itu adalah senjata utama untuk penjajakan antara orangtua dengan guru dalam membuka obrolan tentang siswa bersangkutan.

Kedua, jika masih di waktu yang sama, maka, pertanyaan itu bisa menjadi basa-basi. Bagi beberapa orangtua yang tahu kapasitas anaknya, biasanya tujuan bertanya tentang ranking bukan untuk membuat dirinya menerima 'review' dari guru, melainkan hanya untuk membuat momen itu tidak hanya menjadi momen serah-terima raport. Namun juga menjadi momen berbincang sejenak bagi si orangtua, sekaligus untuk mengenal guru tersebut. Selain itu, orangtua yang menjadikan pertanyaan ini sebagai basa-basi, biasanya dikarenakan tidak menemukan pertanyaan lain yang lebih tepat untuk disampaikan ke guru.

Ketiga, jika hal ini masih terjadi di waktu yang sudah berbeda -dengan kurikulum pendidikan yang berbeda- maka, si orangtua dapat disebut sebagai generasi yang gagal move on. Tahun 2019 dan dunia pendidikan Indonesia sudah mengalami berbagai perubahan di setiap sudutnya. Maka, pertanyaan tentang ranking sudah seharusnya tidak diperlukan lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun