Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tiga Tokoh Muslim Ini Selaras dengan Pola Pikir Indonesia

27 Mei 2019   19:02 Diperbarui: 27 Mei 2019   19:12 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tiga tokoh. (Biografly.com)

Sebenarnya, kata Indonesia di judul artikel ini ingin ditulis dengan tanda petik, 'Indonesia'. Sehingga, pembaca bisa menerka-nerka apa maksud dari Indonesia. Benar, bahwa ini tidak semata menyebut nama negara, melainkan sesuatu yang ada di balik nama negara tersebut. Di sini, penulis menyebutnya sebagai filosofi ketika negara ini terbentuk. Yaitu, Bhinneka Tunggal Ika.

Istilah tersebut bukan hanya sebagai slogan apalagi simbol belaka, melainkan dapat menjadi makna yang mengarah pada tujuan dari negara ini terbentuk. Secara sederhana, penulis menyebutkan bahwa negara ini (ditakdirkan) terbentuk untuk menjadi negara yang merangkul segala macam perbedaan.

Ketika berbicara Indonesia, maka, akan sulit berbicara tentang satu hal saja. Meski, mayoritas dan minoritas ada di negara ini, seperti negara-negara pada umumnya. Namun, perlu ada sesuatu yang membedakan negara ini dengan negara lain. Yaitu, pola pikir.

Dewasa ini, negeri khatulistiwa ini mulai genting dalam hal pola pikir. Masyarakat Indonesia mulai mudah terdorong untuk ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang tanpa tahu apa tujuan pastinya. Sehingga, ini menjadi kepiluan dan kemunduran bagi masyarakat secara keseluruhan.

Orang melek memang sudah banyak, namun sekadar melek huruf. Sedangkan orang yang melek dalam hal pemikiran, masih sedikit. Ironisnya, orang yang melek pemikiran tidak banyak ruang untuk berbicara. Karena, mereka seperti filosofi padi yang semakin berisi semakin merunduk. Sedangkan yang belum banyak tahu apa-apa sudah menegakkan tubuh dan berkoar.

Sebenarnya merunduk bisa diartikan sederhana ke dua hal. Negatif dan positif. Positifnya, orang yang sudah melek pemikiran tidak akan menyombongkan kepandaiannya. Namun negatifnya, orang yang merunduk terkesan tidak bersedia ikut campur ketika sedang genting.

Ada faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Yaitu kebebalan dan mudanya keilmuan yang masuk di masyarakat. Hal ini dikarenakan, masyarakat Indonesia tergolong baru saja mentas dari buta huruf. Kita baru saja berada di fase pencerahan di mana pendidikan mulai dijadikan sebagai prioritas. Hal ini tentu berbeda dengan negara lain yang sudah maju, yang mana mereka sudah tidak lagi fokus mentas dari buta huruf, melainkan mentas dari sekadar melek huruf.

Di sinilah masyarakat Indonesia diibaratkan sebagai padi muda, yang masih tegak-tegaknya. Sehingga, hal ini juga dapat diibaratkan ke perilaku orang muda yang mana seringkali susah diberi nasehat oleh orangtuanya ataupun orang yang lebih berpengalaman dan berpengetahuan seperti guru.

Maka dari itu, tidak begitu mengherankan jika masyarakat Indonesia seperti fase remaja. Sedikit disentil sudah ingin balas dengan lemparan batako. Sedikit diberi air minum, malah minta susu murni.

Begitu pula dalam hal pemahaman. Orang muda juga cenderung akan merasa sudah tahu segalanya ketika baru mencapai permukaan dari pengetahuan tersebut.

Bahkan ketika baru mengalami satu kejadian saja, orang muda akan merasa sudah sangat berpengalaman---seolah sudah mengalami beratus kejadian. Inilah yang kemudian membuat masyarakat Indonesia menjadi bebal. Dikasih tahu yang benar pun akan diabaikan. Kecuali jika diberi uang dan instruksi. Pasti akan jalan tegak penuh semangat dan berada paling depan.

Fenomena ini bisa disebut wajar namun juga dapat disebut mengkhawatirkan. Karena, ketika Indonesia masih berada di fase remaja, maka, Indonesia akan penuh gelora api tiada henti. Hal ini yang kemudian juga membuat para cendekiawan mulai berpikir ulang jika harus memberikan pemahaman kepada masyarakat. Karena, dari 1000 orang yang berkumpul dalam satu ruang seminar, yang mencatat narasi dari pembicaranya tidak ada 10% dari jumlah tersebut.

Artinya, ada kesia-siaan di situ. Namun, bukan berarti para cendekiawan akan putus asa begitu saja. Karena, dewasa ini, menyiarkan kebaikan sudah dapat dilakukan melalui media digital, alias tidak harus menggelar seminar ataupun majelis. Sehingga, ilmu pengetahuan dan pengalaman bisa dibagikan kapan saja dan aksesnya juga dapat dilakukan di mana saja.

Dari sinilah, penulis menemukan adanya tiga tokoh muslim di Indonesia yang pola pikirnya sesuai dengan 'Indonesia'. Meski secara pribadi, penulis bukanlah pengagum fanatik dari ketiganya. Namun, secara pribadi pula, penulis mengakui jika tiga tokoh ini memiliki pemikiran yang cocok untuk diketahui dan dipahami oleh masyarakat Indonesia---termasuk penulis.

Ketiga tokoh muslim itu adalah Quraish Shihab, Ustadz Wijayanto, dan Musdah Mulia.

Cukup mustahil bagi masyarakat Indonesia untuk tidak mengenal bahkan cukup mengetahui sosok Quraish Shihab. Ayah dari jurnalis perempuan terkenal di Indonesia, Najwa Shihab ini merupakan tokoh muslim Indonesia yang sangat disegani terhadap kapasitasnya sebagai penafsir Al-Qur'an ke kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Beliau juga mantan menteri agama RI.

Quraish Shihab. (Suaraislam.co)
Quraish Shihab. (Suaraislam.co)
Penulis beberapa kali berkesempatan untuk mengikuti dialog keagamaan yang beliau sajikan di channel Youtube milik putrinya. Beberapa videonya bahkan terasa sangat menjawab kegundahan masyarakat Indonesia, khususnya dalam hal toleransi dan keberagaman. Di sini, penulis berpikir bahwa pemahaman seperti itu---yang disampaikan oleh beliau---seharusnya dapat menjadi pemikiran yang serupa bagi masyarakat Indonesia.

Satu hal yang tersorot di beberapa dialog Quraish Shihab adalah masyarakat Indonesia masih belum mampu membedakan mana ajaran agama dengan ajaran budaya. Inilah yang menjadi ironi sampai detik ini.

Secara faktual, agama dan budaya memang akan menghadirkan nilai-norma, namun keduanya berbeda karena agama bersifat fisik dan non-fisik. Sedangkan, budaya lebih menonjol ke fisik. Artinya ada bentuk nyata disajikan oleh budaya, dan biasanya budaya hadir untuk kehidupan bersosial. Sedangkan agama mampu mencakup individual dan sosial.

Ambil contoh, suatu budaya mengajarkan bahwa anak diharuskan untuk mencium tangan orangtuanya. Atau ada contoh lainnya, orang yang lebih muda harus berbicara lebih santun ketika berbincang dengan orang yang lebih tua.

Sedangkan agama, selainkan mengajarkan hal yang sama---bertatakrama, agama juga mengajarkan bagaimana seorang anak jika ingin menenangkan pikiran dan fokus untuk mengikuti ujian sekolah maka harus berdoa terlebih dahulu. Tindakan ini tentunya menjadi pilihan bagi individu tersebut, apakah ingin melakukannya dan mendapatkan hasil yang sesuai harapan---dapat menjawab soal dengan baik karena fokus---atau tidak.

Artinya, agama memiliki peran krusial di dalam berkehidupan sosial. Menjadi krusial karena ajaran agama seringkali menjadi pilihan bagi masing-masing orang. Apakah ingin melakukannya atau tidak. Sehingga, agama diidentikkan pada keyakinan. Siapa yang yakin, maka dia akan melakukan ajaran agamanya dengan baik. Siapa yang tidak yakin, maka dia akan mengabaikan atau tidak terlalu fanatik terhadap agamanya---hanya mengambil sisi-sisi ajaran yang diperkirakan sesuai dengan apa yang dialami saat itu saja.

Hal ini yang kemudian menjadi rancu ketika agama menjadi budaya. Sehingga, apa yang diajarkan di dalam agama menjadi seolah-olah harus dan kemudian ajaran tersebut dilakukan untuk menjadi perilaku sosial. Apa artinya?

Maka kegiatan beragama akan menjadi santapan publik dan menjurus pada kebenaran yang harus dibenarkan ketika terjadi perbedaan---dengan agama lain. Inilah yang menjadi permasalahan di Indonesia dan ini pula yang seringkali tersorot di dialog keagamaan Quraish Shihab.

Selain Quraish Shihab, sosok lain yang membuat penulis merasa sepemikiran adalah Ustadz Wijayanto. Kehadirannya juga cukup terjamah dengan mudah ketika dirinya hadir di acara tv  yang inspiratif seperti Hitam Putih. Berdampingan dengan host yang non-muslim seperti Deddy Corbuzier ternyata selaras dengan pemikirannya yang 'Indonesia' sekali.

Ustadz Wijayanto. (Jpnn.com)
Ustadz Wijayanto. (Jpnn.com)
Ditambah dengan bumbu-bumbu humor khas pendakwah, maka, dialog-dialog beliau sangat menarik untuk dicermati oleh penulis. Bahkan, sosok ini bisa diprediksi telah menjadi tokoh agama pilihan bagi pemuda di Indonesia dan tak hanya bagi yang muslim namun juga yang non-muslim.

Analogi dari penjabaran ilmu agama yang disampaikan seringkali tepat dan mudah untuk dipahami oleh masyarakat. Inilah yang menjadi nilai kelebihan dari Ustadz Wijayanto dan tentunya pengetahuan agamanya akan selalu dinantikan oleh penulis meski hanya melalui Youtube dan televisi.

Tokoh terakhir yang penulis cantumkan di sini adalah sosok yang sedang kembali menggema namanya, yaitu Musdah Mulia. Beliau bisa disebut sebagai tokoh agama di Indonesia namun juga dapat pula disebut sebagai tokoh perempuan, yang mana kegiatannya juga seringkali beratasnamakan peran perempuan.

Musdah Mulia. (Datdut.com)
Musdah Mulia. (Datdut.com)
Nama beliau diketahui oleh penulis ketika ada pembahasan tentang pilpres dan pilkada. Hal ini merujuk pada sebuah pernyataan---yang telah dikutip bebas, yaitu "Pemimpin yang terpilih haruslah yang beragama Islam." Pernyataan ini sebenarnya berkorelasi pada pilkada DKI Jakarta yang mengedepankan dua calon gubernur, Anies Baswedan dan Basuki Tjahja Purnama (Ahok/BTP).

Saat itu, publik Jakarta merasa galau ketika mendapati dua sosok tersebut. Uniknya hal ini juga merembet ke masyarakat Indonesia secara umum. Maklum, karena berbicara soal Jakarta, maka, juga dapat disebut pula sedang membicarakan tentang Indonesia versi mini. Kegalauan masyarakat terjadi karena Indonesia merupakan negara mayoritas muslim yang besar bahkan terbesar di dunia. Maka dari itu, masyarakat berpikir bahwa negara bermayoritas penduduknya muslim seharusnya juga dipimpin oleh pemimpin yang muslim juga.

Inilah yang menjadi perdebatan yang meruncing sejak pilkada tersebut bahkan sampai saat ini, dan peristiwa seperti itu juga tersorot oleh Musdah Mulia yang juga mengomentarinya dengan penafsirannya dari buku-buku yang bersangkut-paut pada ajaran dan praktik agama (Islam).

Namun, berbicara tentang beliau, penulis lebih tertarik pada sisi pemikirannya tentang perempuan dan Islam---yang di sini lebih cenderung pada Arabisasi terhadap Indonesia. Menurut beliau---berdasarkan pemahaman penulis, Indonesia akan kembali krisis 'perempuan' ketika Indonesia menjadi negara yang berfaham Islam ortodoks/konservatif. Karena, pemikiran yang konservatif cenderung mengunggulkan peran laki-laki di publik dan menempatkan (kembali) perempuan ke ranah domestik.

Hal ini menjadi sinyal genting ketika pertumbuhan perempuan berkualitas di Indonesia semakin bagus dan tentunya keberadaan perempuan-perempuan di ranah publik juga akan membuat Indonesia semakin berkembang. Karena, kebutuhan masyarakat akan terpenuhi secara total, alias tidak hanya berdasarkan sudut pandang laki-laki yang rasional namun juga berdasarkan sudut pandang perempuan yang lebih detil dalam memperhatikan hal-hal besar maupun hal-hal yang kecil.

Inilah yang membuat penulis berpikir bahwa Musdah Mulia sangat cocok untuk Indonesia. Karena, Indonesia juga sudah berupaya keras menyertakan peran perempuan dalam membangun negara. Sehingga, ketika Indonesia mampu menjadi Indonesia yang tidak menghilangkan rasa toleransi terhadap apapun termasuk gender, maka peran perempuan juga akan semakin vital untuk negeri ini.

Ketiga sosok inilah yang secara mendasar memiliki pemikiran yang penulis kagumi sampai sejauh ini dan bagi penulis, mereka adalah sosok-sosok tepat untuk memberikan pemikiran kepada masyarakat Indonesia yang tak lagi hanya bangga terhadap kemampuan membacanya. Namun, juga pada kemampuan berpikir terhadap apa yang telah dibaca/dipelajari.

Tulungagung, 27 Mei 2019
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun