Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Akankah Orang Desa Berbagi THR dengan QRku dan Sakuku?

22 Mei 2019   18:12 Diperbarui: 22 Mei 2019   18:19 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BCA luncurkan fitur di aplikasi mobile QRku dan Sakuku. (Beritagar.id)

Pertanyaan ini timbul ketika penulis pernah mendapati pernyataan bahwa berbagai aplikasi keuangan yang sedang muncul dan digunakan oleh masyarakat masa kini masih hanya sekadar dilihat saja oleh sebagian masyarakat yang masih belum menggunakan aplikasi-aplikasi semacam itu. Uniknya, mereka mendasari itu dengan label sebagai orang desa.

Memang, mereka sudah memiliki akun media sosial dan bahkan ada yang sudah keluar masuk area ATM untuk melakukan transaksi. Artinya, orang-orang yang mengaku sebagai orang desa tersebut sebenarnya bukan berarti tak terjamah oleh perkembangan teknologi. Karena, di sini bukan soal teknologi yang menjamah mereka, melainkan mereka yang menjamah teknologi tersebut. Yaitu, tentang ketersediaan mereka. Bersediakah mereka menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut?

Jawabannya ada dua. Iya dan tidak.
Ketika menjawab iya, berarti berbagai faktor di sekitarnya telah berhasil mendukung keputusan untuk menggunakan teknologi dan memanfaatkan berbagai kemudahan yang disematkan ke dalam teknologi tersebut.

Faktornya tentu sangat beragam. Dapat berupa dukungan orang di sekitarnya, keuangan yang menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut, dan yang terakhir adalah pilihan. Namun tentang pilihan ini akan dibahas di faktor yang menyebabkan masyarakat atau orang-orang desa itu memilih untuk tidak menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut.

Di sinilah kita berada di jawaban tidak dari mereka yang tidak menggunakan teknologi maupun aplikasi-aplikasi yang sedang viral saat ini. Kira-kira apa faktor di baliknya?

Pertama, orang-orang di sekitarnya belum menggunakan teknologi maupun aplikasi tersebut. Sehingga, orang-orang tersebut juga merasa belum perlu untuk menggunakannya pula. Urgensi menjadi pertimbangan di sini sekaligus faktor lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. 

Di sini, penulis lagi-lagi menyematkan pemikiran sosok ilmuwan Sosiologi, Emile Durkheim. Beliau menyatakan (dikutip bebas) bahwa individu akan terikat oleh aturan atau nilai-norma yang berlaku di masyarakat. Artinya, keputusan individu ataupun perilaku individu, biasanya mencerminkan apa yang ada di masyarakat tersebut.

Uniknya, perilaku ini sangat familiar di negara berkembang termasuk di Indonesia. Yaitu, negara yang penduduknya memiliki ikatan sosial yang masih kuat dan keberadaan nilai-norma yang masih dipegang teguh oleh sebagian masyarakat. Apalagi masyarakat desa, yang masih tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi keguyuban dan pengaruh antar individu yang kemudian menciptakan perilaku sosial.

Rupanya, hal ini masih berlaku meskipun secara kasat mata, kita dapat melihat bahwa masyarakat di pedesaan juga sudah melek teknologi dengan keberadaan gadget di saku mereka masing-masing. Atau minimal per-KK memiliki dua/tiga gadget. Entah itu satu PC (personal computer) dengan dua ponsel ataupun tiga-tiganya adalah ponsel.

Namun, tetap saja perkembangan teknologi dan pengaplikasian fitur-fitur terbaru biasanya tidak akan menyebar secara cepat seperti di perkotaan. Selain itu, ada faktor kedua yang terpenting di sini, yaitu, orang desa tidak mudah beralih dari kebiasaan A ke kebiasaan B. Mereka biasanya perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan hal-hal baru, dan biasanya akan lebih lama dibandingkan orang-orang kota yang setiap waktu membutuhkan pembaruan.

Ini yang kemudian membedakan pengalaman orang desa dengan orang kota dan menjalar pula pada salah satu contoh perkembangan teknologi di masa kini. Yaitu, dengan adanya fitur perbankan yang teraplikasikan di perangkat seluler. Keberadaan ponsel pintar, membuat dunia perbankan juga harus memanfaatkannya sebagai media yang dapat menunjang kebutuhan masyarakat. Khususnya dalam hal keuangan.

Maka dari itu, tidak begitu mengherankan jika dewasa ini masih terdapat orang-orang yang tidak menggunakan aplikasi seperti QRku dan Sakuku. Karena, bisa jadi mereka adalah orang desa ataupun orang-orang yang berpola hidup seperti orang desa. Artinya, mereka memiliki pola lama yang masih kuat, dan biasanya mereka masih merasa nyaman dengan pola tersebut.

Selain itu, faktor kebiasaan dan sulit untuk belajar serta beradaptasi dengan hal baru juga akan membuat mereka tidak memprioritaskan keberadaan aplikasi-aplikasi penting semacam itu untuk segera digunakan. Ditambah pula belum adanya urgensi dalam penggunaan aplikasi tersebut---yang sebenarnya sangat menarik untuk digunakan oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Mereka masih berpikir bahwa tradisi berbagi THR masih lebih baik dilakukan dengan bertatap muka dan berjabat tangan dibandingkan dengan aktivitas transfer.

Meski demikian, mereka tentunya mengamini keunggulan dari keberadaan aplikasi di perangkat seluler pintar seperti QRku dan Sakuku ini, yaitu mampu menghadirkan kemudahan, keamanan, dan kecepatan.

Ilustrasi memilih. (Steemit.com)
Ilustrasi memilih. (Steemit.com)
Namun, apa yang membuat mereka masih belum memutuskan untuk menggunakannya?

Pilihan. 

Masyarakat juga memiliki pilihan terhadap bank untuk menjadi media transaksi dan penyimpanan uangnya, dan biasanya pilihan masyarakat desa ataupun masyarakat yang masih sederhana adalah bank-bank yang lebih dahulu familiar di telinga dan mata mereka dibandingkan yang hanya sekadar mereka ketahui.

Namun, bukan berarti orang desa akan memilih bank-bank yang hanya mereka kenal saja, karena, biasanya masyarakat desa yang pernah atau memilih untuk merantau juga akan mencoba menggunakan bank-bank yang awalnya hanya diketahui. Sehingga, ketika berada di daerah perantauan, mereka biasanya akan mulai tertarik untuk menggunakan bank-bank yang lebih revolusioner, dan salah satu bank tersebut tentunya adalah BCA.

Siapa yang tidak mengetahui BCA, bukan?
Bahkan masyarakat desa dewasa ini tentu juga mengetahuinya. Sehingga, bukan suatu hal yang berbatas---info seputar bank di masa kini---sebenarnya ketika kita membicarakan keberhasilan BCA dalam mengaplikasikan fitur-fitur terbaiknya yang dapat digunakan oleh masyarakat maupun yang telah menjadi nasabah setianya---baik orang kota maupun orang desa.

Dari sini, kita dapat berharap bahwa tidak ada lagi alasan bagi seseorang untuk mengatakan bahwa dirinya adalah orang desa ketika dirinya tidak menggunakan berbagai fitur menarik yang dihadirkan oleh BCA dengan aplikasi BCAmobile-nya tersebut.

Artinya, masyarakat Indonesia masih bisa memilih untuk menggunakan fitur dari BCAmobile tersebut berdasarkan keinginan dan kebutuhannya sendiri, bukan berdasarkan statusnya sebagai orang desa ataupun orang kota. Maka dari itu, mari berharap yang terbaik bahwa kehadiran BCA mobile dengan fitur QRku dan Sakuku tersebut dapat dikenal oleh seluruh masyarakat di Indonesia tanpa pandang apapun yang melatarbelakanginya. Karena, kuncinya hanya satu. Pilihan.

Salah satu contohnya adalah ketika Anda memilih menggunakan/tidak menggunakan QRku dan Sakuku untuk berbagi THR di Lebaran tahun ini, maka itu murni kewenangan/pilihan Anda. Bukan karena Anda adalah orang desa ataupun orang kota.

Jadi, selamat berbagi THR dengan QRku dan Sakuku!
Semoga artikel ini bermanfaat!

Malang, 22 Mei 2019
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun