Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lebih Berat Mana, Menjadi Kuli Bangunan atau Kuli Aksara?

14 Maret 2019   16:21 Diperbarui: 14 Maret 2019   16:45 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis dan penulis. (Indonesianwriter.com)


Tidak sedikit orang yang memiliki kecenderungan untuk membanding-bandingkan antara kehidupan orang satu dengan orang lainnya, termasuk membandingkan hidupnya dengan orang lain---yang biasanya terlihat lebih enak dibandingkan dirinya. Ada yang menanggapi fenomena ini dengan kemakluman. Ada yang menanggapi hal ini dengan keseriusan; bahwa ini adalah suatu permasalahan.

Lalu, sebenarnya apa yang terjadi?

Berbicara soal manusia, maka, tak akan lepas dari perilakunya.
Ada empat perilaku yang mendasar. Di antaranya:
Manusia cenderung melihat ke depan (berupaya optimis) dan ke atas (menilai kehidupan yang lebih tinggi).
Manusia juga cenderung merasakan beban hidupnya daripada beban hidup orang lain (mengeluh).
Manusia juga cenderung tidak tahu (tentang kehidupan orang lain) dan malas bertanya (tentang prosesnya).
Manusia juga cenderung suka melihat orang lain ada di bawahnya (kesengsaraan).

Jujur ataupun tidak, hal ini yang sebenarnya menjadi faktor krusial pembentuk sikap antar manusia yang kemudian menjadi habit bagi manusia tersebut dalam bersosialisasi---melihat kehidupan orang lain. Kita dihadapkan pada naluri untuk bersaing dan kemudian berupaya mengingkari kenyataan---salah dan kalah. Ini merupakan 'hadiah' bagi manusia yang memang memiliki akal dan kemampuan untuk mengendalikan suatu hal (ego).

Manusia menjadi 'penguasa' Bumi yang kemudian membuat antar manusia saling menjatuhkan, baik secara individual maupun komunal. Hal ini yang kemudian melahirkan banyak tindakan kriminal dan penyimpangan sosial. Karena, manusia pasti saling menginginkan adanya pencapaian terhadap kebutuhan hidupnya (bagaimanapun caranya).

Lalu, jika manusia hidup dengan keinginan yang sama tinggi---kesetaraan kebutuhan, termasuk dalam berprofesi. Apakah semua manusia ingin menjadi Presiden?

Jawabannya, tentu tidak.

Setiap orang cenderung ingin menjadi seseorang yang sesuai dengan apa yang dia minati (kebebasan memilih) dan yang dimiliki---kemampuan.
Termasuk orang-orang yang menjadi kuli bangunan. Apakah yang menjadi faktor pendorong orang-orang tersebut menjadi kuli bangunan?
Faktor ekonomi, kebutuhan hidup, tingkat pendidikan, dan lainnya.

Bukan.

Faktor pendorong orang-orang untuk menjadi kuli bangunan adalah peluang. Peluang kerja atau peluang mencari keuntungan/profit. Keuntungannya adalah uang, dan uang adalah modal untuk menjalani kehidupan. Namun, uang bukan sebuah motivasi, melainkan peluang. Peluang itulah yang menjadi motivasi. Sedangkan uang adalah bayaran terhadap motivasi tersebut. Bukankah, profesi itu harus berbayar? Jadi, berbicara soal bidang profesi itu sudah bukan lagi berbicara soal uangnya, namun soal peluangnya.

Kita akan cenderung mencari peluang. Itulah yang terjadi pada orang-orang yang berprofesi sebagai kuli bangunan. Sama halnya dengan orang-orang yang berprofesi sebagai jurnalis, reporter, pembaca acara (host), penyiar radio, ataupun dokter. Mereka, mencari peluang untuk berada di sana.

Lalu, mengapa harus menjadi penulis, ketika pekerjaan yang lain masih ada yang dapat dimasuki ataupun dapat memberikan peluang?
Melihat peluang tidak hanya pada kosong atau terisinya, melainkan seberapa besar kesesuaian peluang tersebut terhadap kemampuan diri masing-masing. Manusia bukan hewan yang 100% mengandalkan insting. Manusia memiliki akal yang lebih kompleks, dan inilah yang melahirkan keputusan-keputusan final nan krusial yang berawal dari pengumpulan banyak pertimbangan. Akal digunakan oleh manusia untuk mempertimbangkan besar-kecilnya keuntungan yang didapat dari peluang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun