Hal ini bisa terjadi apabila dirinya berhasil mempertahankan keyakinan terhadap 55%-60% dari total jumlah penduduk (WNI) Indonesia.
Tak bisa dipungkiri, bahwa manusia selalu menginginkan perkembangan dan perubahan yang nyata dan segera. Namun, tak sedikit juga bagi orang-orang yang masih mau memberikan kesempatan terhadap orang-orang terpilih tersebut.Â
Mereka diharapkan dapat membuktikan diri untuk mengabdi semaksimal mungkin. Terlepas dari aturan tentang periode kepemimpinan dari seorang presiden di Indonesia, masyarakat akan mencoba mulai menentukan pilihannya mulai saat ini---antara lanjut atau ganti.
Tentu ada perhitungan atau konsekuensi bagus dan tidaknya ketika sebuah era kepemimpinan seorang pemimpin akan berjangka panjang atau malah pendek.
Konsekuensi pemimpin yang berjangka waktu panjang (lebih dari 5 tahun) dalam memimpin sebuah negara, akan punya sisi positifnya dengan adanya kesempatan untuk benar-benar tak hanya mengembangkan apa yang ada di negaranya, namun juga membuat perubahan yang cukup signifikan untuk dilihat dan dirasakan oleh seluruh rakyat.
Jika sebuah negaranya 'hanya' seluas Pulau Belitung, tentu program jangka kepemerintahan kepala negara selama 5 tahun sudah cukup untuk dapat menjangkau dari segi penataan ulang sistem dan pewujudan program-program yang belum terealisasi di kepemimpinan sebelumnya.Â
Termasuk pencanangan program baru yang sangat penting dan tepat sasaran. Namun, kita berada dalam lingkup negara dengan luas seperti Indonesia---yang perjalanan antar provinsinya bisa memakan waktu 7-10 jam lebih dalam perjalanan darat (bisa dihitung berapa jam perjalanan darat dari Nanggroe Aceh Darussalam ke Jayapura).
Artinya, mencanangkan visi-misi untuk sebuah negara yang seluas Indonesia, dengan perencanaan yang hampir 50% lebih baru dari presiden yang baru saja terpilih tersebut, tentu perlu upaya perwujudan yang tak sebentar.Â
Apalagi jika prosentase penjalanan visi-misi tersebut banyak merubah sistem dan kebijakan dari presiden lama. Artinya, tak hanya sekedar melanjutkan dan mengembangkan hal-hal yang sebelumnya sudah ada, namun juga harus menghadirkan pula hal-hal yang baru yang dinilai lebih dibutuhkan dibandingkan sebelumnya.
Memang, sistem pemerintahan tak hanya ada di pusat, namun bersama kebijakan otonomi daerah, Indonesia juga dapat menggerakkan setiap daerahnya dengan kewenangan yang sudah diberikan dari pusat. Agar perkembangan dan perubahan tersebut dapat berjalan serentak dan menyeluruh.
Namun, yang menjadi persoalan adalah apakah semua pemegang hak dan kewajiban di pemerintahan tersebut telah dapat menghasilkan program yang mendukung visi-misi dari pemerintah pusat dan juga presiden? Bagaimana dengan pihak-pihak yang kemudian kinerjanya nyeleweng dan akhirnya malah tertangkap Komisi Pemberantas Korupsi (KPK)?