Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

Raja Tanpa Mahkota Telah Turun Tahta

19 November 2018   14:18 Diperbarui: 19 November 2018   14:49 2724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pose para juara dunia kelas Moto3, Moto2, MotoGP 2018. (twitter.com/HRC_MotoGP)

MotoGP 2018 Telah Usai

"Berakhirnya musim kompetisi balap motor paling bergengsi di jagad raya

Dan perpisahan yang harus terjadi pada Dani Pedrosa"

Motogp 2018 telah berakhir, semua publik pecinta balap motor kelas para raja balap ini tentu sudah mengetahui siapa yang merengkuh titel juara dunianya. Marc Marquez berhasil merengkuh titel World Championship di kelas MotoGP untuk kelima kalinya dan sekaligus diraih dengan tiga kali berturut (2016, 2017, dan 2018). Sebuah bukti nyata kehebatan pebalap asal Spanyol ini dalam menaklukan setiap lintasan dengan motor Hondanya. Bersama pabrikan Repsol Honda sejak 2013 lalu, Marc Marquez sukses menjadikan dirinya sebagai pebalap Spanyol masa kini yang terbaik.

Debut dengan titel juara dunia, lalu diikuti dengan musim keduanya dan hanya terpotong rangkaian juara dunianya dengan raihan titel juara dunia di musim 2015 oleh pebalap Spanyol lainnya yang (sebenarnya) lebih dulu berjaya, Jorge Lorenzo. Pebalap yang pada saat itu masih membela Yamaha factory, menjadi satu-satunya pebalap yang masih bisa muncul di era kejayaan Marc Marquez yang seolah-olah telah menjadikan pebalap kelahiran 1993 ini sebagai pebalap terbaik abad 21.

Faktanya memang kehadiran Marc Marquez di kelas MotoGP telah membuat peta persaingan menjadi berubah sekaligus memotong dominasi Yamaha yang berhasil meregenerasi mahkota raja dunia dari Valentino Rossi ke Jorge Lorenzo yang debut di musim kompetisi 2008. Titel terakhir dari Valentino Rossi telah berhenti di tahun 2009. Namun langsung dilanjutkan oleh Jorge Lorenzo di tahun 2010. 

Meski kemudian, di tahun 2011 Casey Stoner yang akhirnya pindah dari Ducati ke Honda telah berhasil merengkuh titel juara dunia keduanya. Sekaligus mengikuti jejak Valentino Rossi sebagai pebalap yang berhasil juara dunia di dua pabrikan yang berbeda---Valentino Rossi juara dunia bersama Honda dan Yamaha.

Tim Repsol Honda rayakan gelar juara musim 2018. (Twitter.com/HRC_MotoGP)
Tim Repsol Honda rayakan gelar juara musim 2018. (Twitter.com/HRC_MotoGP)
Sepeninggal Casey Stoner, gelar juara dunia menjadi santapan utama bagi kubu Repsol Honda. Bersama Marc Marquez, Honda menjadi kuat dan dominan. Meski tak selalu impresif. Terlepas dari 2015 yang gagal mencetak hattrick, sebenarnya di musim 2016 Marc Marquez (walau juara dunia) juga sedang kesulitan dengan pengembangan motor di Honda yang harus beradaptasi dengan sistem kerja ECU---sesuatu hal yang kemudian menjadi permasalahan bagi Yamaha di tahun 2017 dan 2018.

Seperti yang diketahui bahwa keberadaan ECU juga mempengaruhi kinerja mesin terhadap ban yang digunakan. Apalagi musim kompetisi MotoGP awalnya mulai hanya menggunakan pasokan ban dari Bridgestone yang cenderung kuat di ban belakang lalu berpindah ke pabrikan ban Michelin yang lebih mengutamakan kualitas ban depan. 

Hal ini kemudian menjadikan pabrikan Yamaha juga bermasalah dalam proses adaptasi bannya. Termasuk penggunaan mesin yang berbeda antara Yamaha (in-Line) dengan Honda (V4). Karena, dengan adanya perbedaan mesin yang digunakan maka ada perbedaan pula pada power yang dihasilkan dan tingkat akselerasinya. Yamaha yang sudah dikenal lebih smooth namun akselerasi bagus, harus bersaing dengan Honda yang lebih kompleks keunggulannya. 

Meski terkadang Honda terlihat liar dan banyak bergetar ketika mengalami transisi dari lambat ke cepat maupun dari cepat ke lambat---perlu hard braking yang berpotensi menyebabkan kehilangan keseimbangan pada motor termasuk ban belakang yang gagal mendarat sempurna ke aspal.

Bersama dengan karakter Honda yang demikian, rupanya telah membuat Marc mampu membawanya ke gaya balapnya yang memang agresif---sesuatu yang pernah mendapat kecaman dari pebalap lain termasuk Jorge Lorenzo. Gaya balapnya yang agresif cenderung berbeda dengan Dani Pedrosa. 

Pebalap Spanyol lainnya yang sudah lebih dulu menunggangi motor RCV213V ini menggunakan sistem penaklukan motor gesitnya Honda dengan gaya balap yang taktikal. Dani (sebenarnya) bisa agresif, namun lebih taktis dan selalu mencari momentum yang tepat untuk mengalahkan pebalap lain. Membuat pebalap bernomor 26 ini terlihat sebagai pebalap yang tepat untuk Honda.

Hanya ada satu hal yang membuat Dani masih belum sempurna bersama Honda, yaitu gelar juara dunia. Pebalap (yang dianggap) mungil ini, selama berkarir di kelas para raja hanya mentok sebagai runner-up. Dirinya selalu gagal melawan rival dari kubu biru Yamaha yang memiliki duet 'angker', Rossi dan Lorenzo. 

Terbukti bahwa sejak 2006 (terlepas dari musim debutnya dan saat itu yang juara dunia adalah alm. Nicky Hayden bersama Repsol Honda) sampai 2018, the Little Spaniard gagal membendung Valentino, Stoner, Jorge, dan bahkan Marquez yang baru mentas di 2013. Sesuatu yang tentunya sangat mengecewakan bagi dirinya dan para pendukungnya. Mengingat bagaimana dirinya tak pernah absen dalam persaingan perebutan podium dan podium tertinggi di setiap lintasan. Bahkan juga tak jarang terlibat duel seru di lintasan bersama The Doctor dan Por Fuera.

Dani Pedrosa di paddock. (Twitter.com/HRC_MotoGP)
Dani Pedrosa di paddock. (Twitter.com/HRC_MotoGP)
Namun, publik pecinta balap motor di MotoGP tentu tidaklah buta terhadap fakta, bahwa Dani Pedrosa adalah bukan pebalap sembarangan. Dirinya memang nirgelar selama 13 musim bersama Repsol Honda, sebuah tim pabrikan yang selalu berhasil bersaing sengit di lintasan bersama Yamaha dan Ducati---tim yang akhirnya bangkit bersaing sengit di tabel juara di tahun 2017 pasca kepergian Casey Stoner tahun 2011. 

Terlepas dari banyak faktor yang menghalangi Dani Pedrosa untuk juara dunia, dirinya masih mendapatkan apresiasi dan respek dari semua kalangan yang telah menjadi saksi dari perjalanan panjangnya. 

Tak hanya dari kalangan pebalap yang bahkan ikut berduel di lintasan yang sama dengan dirinya, namun dari para pendukung pebalap lain juga banyak yang menilai bahwa Dani Pedrosa adalah bukti sah adanya talenta yang muncul ke dunia tanpa terhalang oleh keterbatasan.

Dani Pedrosa tetap menjadi Dani Pedrosa yang pernah terlihat terharu terhadap kemenangan heroiknya pada saat itu di kelas 250cc atau yang kini dikenal sebagai kelas Moto2. Dia masih selalu mengundang haru di setiap aksinya. Tipikal petarung yang selalu melihat situasi dan tidak gegabah dalam menentukan pilihan dalam mengambil momentum. 

Dia pebalap taktikal modern yang sebenarnya muncul untuk menandingi kehebatan generasi lawas Valentino Rossi yang selalu berhasil memanfaatkan pengalamannya yang besar untuk menaklukan lintasan. Namun, kurang beruntungnya adalah dia berada di kepungan talenta hebat lainnya seperti Casey Stoner yang berhasil nyetel dengan motor bertenaga besar seperti Ducati dan pebalap stylish milik Yamaha, Jorge Lorenzo.

Terbukti bahwa selepas pensiun dininya Casey Stoner, hanya menyisakan dirinya dan Jorge Lorenzo yang harus bersaing melawan generasi muda seperti Marc Marquez, Maverick Vinales, Alex Rins dan telat panasnya Andrea Dovizioso yang baru nyetel bersama pabrikan Ducati, serta masih diperhitungkannya kualitas dari pebalap ikon Italia dan MotoGP Valentino Rossi---yang musim 2018 ini berhasil bertengger di posisi ketiga klasemen akhir. 

Dani tentu mengetahui hal itu, termasuk ketika peluang bersaing untuk berbicara banyak di kejuaraan semakin menipis, membuat dirinya tidak bisa harus terus ngeyel untuk berada di lintasan. Dia bukan pebalap yang terus ingin membalap seperti Max Biaggi, Loris Capirossi, Marco Melandri, dan alm. Nicky Hayden. 

Dia adalah pebalap yang 'hanya' ingin juara dunia. Itu saja. Dan jika hal itu sudah tidak memungkinkan, maka untuk apa terus berlanjut? Merujuk pada pernyataannya bahwa dia pensiun karena sudah kehilangan semangat, membuat kita bisa mengerti bahwa keinginan untuk juara dunia selalu ada di pikirannya (sebenarnya). Namun keadaan rupanya telah berkata lain, dan dia sangat memahami itu. Meski pada akhirnya, keputusan sulit harus diambil. Yaitu, pensiun.

Dani Pedrosa telah resmi menyatakan pensiun sebagai pebalap dan seri Valencia kemarin (18/11), adalah seri pamungkas bagi dirinya untuk melintas sebagai pebalap profesional di MotoGP. Dia memang tak akan 100% absen dari lintasan, karena dirinya juga sudah resmi menjadi pebalap tes bagi pabrikan yang sedang berupaya menaikkan kualitas motornya, KTM. 

Bersama KTM, kita masih akan melihat bagaimana kelihaian Dani Pedrosa di dunia balap motor. Memang bukan lagi sebagai aktor yang tersorot kamera, melainkan sebagai salah satu pengarah aktor dari balik layar. Dan kita akan menantikan buah karyanya bersama KTM.

Tim Repsol Honda sambut Dani pasca balapan (18/11) Valencia. (Twitter.com/HRC_MotoGP)
Tim Repsol Honda sambut Dani pasca balapan (18/11) Valencia. (Twitter.com/HRC_MotoGP)
Tentu berat untuk mengucapkan perpisahan, bahkan bagi pecinta balap MotoGP yang tidak menjadi pendukung setianya. Tapi, ucapan selamat tinggal dan terimakasih selalu harus diucapkan kepada mereka---termasuk Dani Pedrosa, yang harus pergi dan meninggalkan banyak kenangan serta selalu memberikan dampak positif (besar maupun kecil) terhadap kompetisi MotoGP.

Terimakasih Dani, sampai berjumpa nanti bersama racikanmu di motor KTM!

#ThankyouDani

#TheKingWithoutCrown

Deddy Husein S.

Malang, 19 November 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun