Lembaga survei Nusantara Strategic Network (NSN) menyatakan kepuasan publik terhadap kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hanya 33,8 persen. Tingkat ketidakpuasan warga terhadap kinerja Anies Baswedan mencapai 60,3 persen dan sisanya tidak tahu/tidak jawab sekitar 5,9 persen.
Berangkat dari hasil survei NSN ini, bukan tanpa alasan saya menganggap gubernur DKI Jakarta tidak dapat menyelesaikan banjir dan kemacetan, yang merupakan dua problem konkret (masalah yang benar-benar ada atau nyata) yang sampai saat ini masih menjadi potret buram, untuk konsumsi publik. banjir khususnya, dari masa kemasa sejak jaman Raden Suwiryo hingga jaman H. Anies Rasyid Baswedan, S.E., M.P.P., Ph.D.
Rasa ketidakpuasan masyarakat Jakarta terhadap kinerja pemimpin mereka, tentulah akan menghasilkan angka yang lebih tinggi dari pada angka kepuasan warga.
Kepuasan warga terhadap kepemimpinan seorang pemimpin, dapat dianugerahkan oleh warganya ketika salah satu fungsi pemerintah berupa pembangunan yang diaplikasi oleh pemimpin mereka, telah dapat menyelesaikan masalah yang selama ini masih sering terjadi, kemacetan dan banjir. “lain soal lain pula jawaban, lain masalah lain pula yang dikerjakan”
Banjir di provinsi ini merupakan bencana tahunan yang pasti akan dirasakan oleh warganya, ketika hujan mulai turun dalam tempo yang cukup lama, mengguyur dan membasahi antero provinsi ini.
Namun tingginya curah hujan yang akan turun disuatu daerah pada bulan dan tahun mendatang, tentulah dapat merujuk pada prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dari prediksi lembaga terkait inilah agar kiranya pemerintah provinsi DKI Jakarta dapat mencari formula untuk mengantisipasi, dan mengendalikan banjir yang sudah menjadi langganan bencana tahunan tersebut.
Kemacetan yang masih sering terjadi bak sarapan pagi yang berulang kali terjadi di provinsi ini, suatu kebiasaan dan keadaan yang harus diterima setiap hari oleh warganya.
Banjir dan kemacetan, tentulah memiliki sebab dan akibat. tingginya curah hujan, buruknya drainase, dan kemampuan sungai dalam menampung debit air merupakan beberapa penyebab provinsi ini menjadi langganan banjir, kemacetan yang disebakan oleh mobilitas kendaraan, yang tidak sebanding dengan kapasitas dan lebar jalan yang ada.
Terhitung sejak tahun 2017 hingga 2021, angka Rukun Warga (RW) yang terdampak oleh banjir mengalami fluktuasi hingga sempat menyentuh angka tertinggi pada bulan maret tahun 2020.
Dari laman pantaubanjir jakarta, jumlah RW yang terdampak banjir pada bulan februari tahun 2017 mencapai angka 216 RW, dengan keterangan curah hujan tertinggi berada pada angka 179.7 mm/hari, bulan februari tahun 2018 sekitar 162 RW yang terdampak banjir, saat itu curah hujan tertinggi berada pada angka 104.6 mm/hari.
Pada bulan maret tahun 2019 berjumlah 119 RW curah hujan tertinggi 130.3 mm/hari, pada bulan maret tahun 2020 naik menjadi 581 RW yang terdampak.