Mohon tunggu...
Debora Kristiani Rahardjo
Debora Kristiani Rahardjo Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang pembelajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Project Based Learning (PjBL) atau Sekadar Memberikan Tugas?

22 Desember 2022   08:45 Diperbarui: 22 Desember 2022   08:50 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salam dan bahagia, bapak ibu guru hebat!

Project based learning alias pembelajaran berbasis proyek tentu bukanlah hal asing bagi kita para guru. Mungkin beberapa dari anda sering menggunakan model pembelajaran ini. Proyek apa yang pernah bapak ibu lakukan di kelas? Apakah membuat poster? Drama? Barang? Ataukah produk berupa makanan, minuman, dan lain sebagainya? Ya, tentu saja hasil karya yang dihasilkan bergantung pada materi yang bapak ibu ajarkan.

Namun, faktanya masih ada guru yang kurang tepat dalam menyelenggarakan pembelajaran berbasis proyek ini. Seringkali guru hanya mengatakan "Hari ini, ibu mengajak kalian membuat proyek membuat mindmap. Silahkan dikerjakan, waktunya 30 menit." Padahal project based learning bukanlah sekadar memberikan penugasan kepada peserta didik untuk membuat sesuatu. Apalagi dalam waktu singkat.

Sebelum kita bahas lebih lanjut, apakah bapak ibu sudah paham sintaks model PjBL?
Mengutip dari laman http://ayoguruberbagi.kemendikbud.go.id sintaks PjBL terdiri dari:
1. Menentukan pertanyaan mendasar
2. Menyusun perencanaan proyek
3. Menyusun jadwal
4. Memantau siswa dan kemajuan proyek
5. Penilaian hasil
6. Evaluasi pengalaman
Oke mari kita bahas hal-hal yang seringkali dilakukan guru ketika melaksanakan model PjBL.

1. Tidak mengawali dengan pertanyaan

Apa yang bapak ibu sampaikan kepada peserta didik di awal pembelajaran ketika hendak menerapkan PjBL?
Beberapa dari bapak ibu mungkin langsung menyampaikan tugas proyek yang harus dikerjakan oleh peserta didik bukan? Perlu diingat kembali bahwa sintaks awal PjBL ini adalah menentukan pertanyaan mendasar. Jadi semestinya guru menyajikan sebuah fenomena/ cerita/masalah yang nyata sehingga peserta didik dapat merumuskan masalah/pertanyaan yang kemudian dijawab/diselesaikan peserta didik melalui sebuah proyek.

Saya akan berikan contoh nyata penerapan PjBL yang pernah saya lakukan. Pada materi Bioteknologi pangan, saya mengajak anak-anak untuk mengidentifikasi masalah pangan yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan yang muncul tentunya sangat beragam. Misalnya si adik tidak suka makan sawi, kemudian peserta didik saya merumuskan masalah "Bagaimana caranya supaya adik saya suka makan sawi?". Itu salah satu contohnya ya bapak ibu. Masalah/pertanyaan yang muncul lebih baik berasal dari peserta didik sendiri. Bukan sepenuhnya dari guru. Masalah yang diangkat juga seharusnya berasal dari kehidupan sehari-hari.

2. Produk atau hasil proyek belum memberikan dampak nyata

Produk apa yang pernah dihasilkan peserta didik bapak ibu? Mindmap? Poster? Atau yang lainnya? Hal yang perlu direnungkan adalah apakah produk/hasil akhir proyek ini dapat memberikan dampak nyata di kehidupan sehari-hari? Hasil akhir dari pembelajaran berbasis proyek ini haruslah memberikan dampak bagi kehidupan nyata. Bukan sekedar penugasan semata. Melanjutkan contoh saya pada poin sebelumnya, setelah peserta didik saya ajak merumuskan masalah selanjutnya mereka membuat proyek kreasi produk makanan yang dapat membuat si adik suka makan sawi. Waktu itu peserta didik ini memilih membuat es krim sawi karena adiknya suka es krim. Hasilnya sang adik jadi suka makan sawi. Produk yang dihasilkan bisa memberikan dampak nyata untuk keluarganya, khususnya si adik.

3. Produk yang dihasilkan sama persis untuk setiap kelompok/peserta didik

Model PjBL seharusnya memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berkreasi membuat suatu karya sesuai dengan pertanyaan yang dirumuskan. Guru hanyalah berperan sebagai fasilitator untuk mengarahkan. Pada proyek kreasi bioteknologi pangan yang pernah saya lakukan, saya memberikan kebebasan pada setiap peserta didik untuk mengkreasikan makanan sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang diangkat. Masalah yang berbeda akan menghasilkan produk yang berbeda. Bahkan waktu itu anak-anak berhasil menciptakan 26 jenis kreasi makanan/minuman yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun