Mohon tunggu...
Deasy Maria
Deasy Maria Mohon Tunggu... karyawan swasta -

kosong\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Raden Jaka Kahiman (Babad Banyumas)

25 April 2011   05:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:25 7323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13037099791112973601

Babad Banyumas.

 

[caption id="attachment_103975" align="alignleft" width="381" caption="Sungai Serayu"][/caption]

 

Diceritakan Raden Haryo Baribin dan beberapa abdinya yang setia melarikan diri dari Kerajaan Majapahit, demi mendengar sang kakak, yaitu Prabu Brawijaya V memerintahkan orang untuk membunuhnya. Prabu Brawijaya V merasa khawatir karena Raden Haryo Baribin sangat disegani di kalangan istana. Dia takut kalau-kalau pada suatu ketika adiknya ini akan merebut tahtanya. Dalam pelariannya, sampailah Raden Baribin di kerajaan Pajajaran yang kala itu diperintah oleh Prabu Siliwangi. Mendengar berita kedatangan adik raja Majapahit tersebut, Prabu Siliwangi memberikan suaka kepada Raden Haryo Baribin. Hingga pada akhirnya Raden Haryo Baribin menetap dan dinikahkan dengan Dewi Retna Pamekas, adik dari Prabu Siliwangi. Dari pernikahannya ini, Raden Haryo Baribin dikaruniai tiga orang putra dan seorang putri. Putra pertama, yaitu Raden Jaka Katuhu, dikemudian hari menjadi bupati Wirasaba (wilayah Purbalingga), Putra kedua, yaitu Raden Banyak Sasra, wafat diusia muda dan meninggalkan putra yang masih kecil, Raden Jaka Kahiman. Putra ketiga, Raden Banyak Kumara, dan putri keempat, Rara Ngaisah, dikemudian hari dijadikan istri oleh Kiai Mranggi Kejawar. Dialah yang membesarkan kemenakannya, Jaka Kahiman, yang ditinggal wafat oleh ayahnya. Raden Jaka Kahiman inilah yang pada masanya, dianggap sebagai bupati Banyumas, yang menurunkan bupati-bupati 12 keturunan.

Kisah Raden Jaka Kahiman.

 

Pada suatu hari, Prabu Linggakarang dari Kerajaan Bonokeling, ingin menguji kesaktian Prabu Brawijaya V. Diutusnya seorang patih bernama Ki Tolih ke Majapahit. Ki Tolih pun berangkat dengan mengendarai seekor burung besar (sejenis garuda) yang dinamai burung Mahendra. Dan bersenjatakan keris tanpa sarung. Pada waktu itu, Prabu Brawijaya mempunyai firasat yang tidak baik. Dia memerintahkan untuk menutup semua sumur dan mata air di Majapahit. Tetapi, ada satu sumur yang tidak di tutup, yaitu sumur di daerah kepatihan yang dijaga oleh Raden Arya Gajah. Sesampainya di Majapahit, burung Mahendra kehausan. Setelah mencari kesana kemari, sampailah mereka di sumur yang terletak di kepatihan. Begitu burung Mahendra hendak minum dari sumur tersebut, tiba-tiba dihadang oleh Raden Arya Gajah dan dibunuh. Ki Tolih pun ditangkap. Ketika Ki Tolih akan diadili dihadapan raja, tiba-tiba kuda milik Prabu Brawijaya terlepas dan memberontak. Tidak ada seorangpun yang dapat menangkapnya. Melihat itu, Ki Tolih memohon untuk membantu asalkan ia diberi tali kekang burung Mahendra Prabu Brawijaya mengijinkan dengan syarat bila berhasil, Ki Tolih akan dibebaskan dan diangkat menjadi pembesar Majapahit. Tetapi bila gagal, dia akan dihukum mati. Dan benar saja, begitu kuda raja, yang dinamai Kiai Joyotopo, melihat tali kekang burung Mahendra di tangan Ki Tolih, langsung jinak kembali. Prabu Brawijaya masih belum begitu saja mempercayai Ki Tolih. Dilepasnya seekor singa buas. Ternyata singa itu pun langsung jinak begitu melihat tali kekang tadi. Sesuai janji Prabu Brawijaya, Ki Tolih dibebaskan, tetapi dia menolak menerima hadiah dan jabatan. Dia memilih menetap di Majapahit. Permintaan Ki Tolih dikabulkan. Keris miliknya pun, yang tanpa sarung, juga dikembalikan pada Ki Tolih. Setelah beberapa lama menetap di Majapahit, Ki Tolih berniat memesan sarung (wrangka) untuk kerisnya. Dia pergi ke daerah Banyumas dan menemui seorang ahli keris, Kiai Mranggi Kejawar. Kiai Mranggi Kejawar, yang tak lain adalah ayah angkat Raden Jaka Kahiman, menyanggupi membuat sarung untuk keris Ki Tolih. Namun tiba-tiba keris itu hilang saat diserahkan kepada Kiai Mranggi Kejawar. Mereka berdua terperanjat. Kemudian Ki Tolih mengatakan bahwa mungkin keris itu memang bukan haknya. Pada saat yang bersamaan, Raden Jaka Kahiman yang sedang dalam perjalanan dari Wirasaba menuju Kejawar, ke rumah orang tua angkatnya, untuk memberitahukan rencana pernikahannya dengan putri Adipati Wirasaba. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu menyelinap di ikat pinggangnya. Ternyata itu adalah sebilah keris tanpa sarung. Dia sangat keheranan. Sesampainya di Kejawar, Kiai Mranggi dan Ki Tolih yang masih ada di sana terheran-heran melihat Jaka Kahiman dating memakai keris tanpa sarung yang ternyata keris milik Ki Tolih. Ketika ditanyakan oleh Ki Tolih, apakah Jaka Kahiman menyukai keris tadi, Jaka Kahiman mengatakan kalau dia amat suka dengan keris itu, tetapi tidak mau memilikinya karena bukan haknya. Ki Tolih dengan iklas memberikan keris itu kepada Jaka Kahiman dan berpesan agar dipakai pada saat upacara pernikahannya. Demikianlah, Raden Jaka Kahiman selain sebagai seorang yang “terpilih”, dia adalah seorang yang jujur dan baik hatinya. ***

Diambil dari berbagai sumber dan berbagai buku.

Gambar dari sini

 

Peserta Paradoks no. 55   (Deasy) Note : Untuk membaca semua dongeng dalam Paradoks, silakan kunjungi Dongeng Anak Nusantara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun